Oleh: Hasni Tagili
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui” (TQS. Isra: 1)
***
Peristiwa Isra dan Mi'raj identik dengan perjalanan spiritual Rasulullah Saw. dalam menerima perintah shalat lima waktu. Namun, jika ditelisik lebih jauh, ada penitikberatan opini yang lebih dari itu.
Pertama, penghadiran semangat baru. Ya, perjalanan yang dilakukan oleh Rasulullah ini terjadi sesudah beliau mengalami berbagai peristiwa menyedihkan. Tahun-tahun kehilangan. Satu per satu tumpuan dipanggil pulang. Alhamdulillah, setelah perjalanan tersebut, semangat baru dalam diri Rasulullah dan kaum muslim kembali membara. Beliau menawarkan Islam dengan penuh semangat dan optimis kepada suku-suku dan para delegasi yang datang berhaji ke Mekkah.
Kedua, gambaran kekokohan sistem pemerintahan Islam. Dalam peristiwa Isra, ketika Rasulullah Saw. di Masjidil Aqsa, beliau shalat 2 rakaat sebagai imam dengan memimpin para nabi dari berbagai bangsa dan warna kulit (lihat HR. Muslim No. 162). Hal ini menunjukkan bahwa kelak negara yang dibangun oleh Rasulullah Saw. akan melingkupi berbagai bangsa dan warna kulit, baik bangsa Arab maupun non Arab. Pun, hal tersebut sudah pernah terbukti dan insyaallah akan terbukti sekali lagi.
Ketiga, perubahan politik secara fundamental. Setelah melaksanakan shalat berjamaah di Baitul Maqdis, selanjutnya Rasulullah Saw. ditawari gelas berisi anggur dan susu. Nabi pun memilih susu daripada anggur sebagai tanda sekaligus simbol di tengah jalan asketisme dan hedonisme. Pilihan Rasulullah tersebut mencerminkan fitrah. Mengandung makna bahwa sistem kehidupan yang diturunkan kepada Rasulullah, yang akan dibangun negara di atasnya, adalah sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia.
Tampilnya Rasulullah sebagai imam bersama para nabi menunjukkan perubahan politik yang mendasar. Manifestasi penyerahan kepemimpinan kepada umat Muhammad Saw. Pun, secara prospektif, hal ini menunjukkan bahwa kelak Baitul Maqdis akan menjadi bagian dari kekuasaan negara Islam, yang merupakan cikal-bakal peradaban gemilang.
Betapa tidak, sesudah peristiwa Isra dan Mi’raj, Rasulullah Saw. hijrah dan mendirikan negara Islam pertama di Madinah. Inilah salah satu perubahan mendasar yang telah terwujud saat itu dan sekali lagi, insyaallah, akan terwujud secara sempurna dalam bentuk Khilafah ala' minhajin nubuwah yang kedua. Tegaknya, tidak lama lagi.
“Di tengah-tengah kalian ada zaman Kenabian. Atas kehendak Allah zaman itu akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkat-nya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian. Khilafah itu akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkat Khilafah itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (pemerintahan) yang zalim. Kekuasaan zalim ini akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (pemerinta-han) diktator yang menyengsarakan. Kekuasaan diktator itu akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan muncul kembali Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian.” (Hudzaifah berkata): Kemudian beliau diam. " (HR Ahmad dan al-Bazzar). Wallahu 'alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google