ZAKAT fithri merupakan salah satu syariat yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya Ibnu ‘Umar berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صل اللة عليه وسلم فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى الـنَّـاسِ.
“Rasulullah mewajibkan zakat fithri pada bulan Ramadhan kepada manusia.” (HR. Al-Bukhari I/466 no: 1504 dan Muslim II/677 no: 984)
Rasulullah telah menuntunkan tentang masalah ini sangatlah sempurna baik dari segi hukum, waktu, ukuran, batasan, siapa yang harus mengeluarkan dan siapa yang berhak menerimanya serta hikmah disyariatkannya.
Definisi
Zakat fithri disandarkan pada kata Al-Fithri “اَلْفِطْرِ ” (berbuka) karena dia diwajibkan pada saat dibolehkannya berbuka dari puasa Ramadhan dan dia merupakan sedekah bagi badan dan jiwa (Fathul Bari III/430)
Yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fithri
Zakat fithri diwajibkan bagi setiap Muslim dewasa maupun anak-anak, laki-laki, perempuan, merdeka atau hamba sahaya, hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Umar:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوِ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ.
“Rasulullah r telah mewajibkan zakat fithri di bulan Ramadhan atas seluruh kaum Muslimin baik ia adalah orang yang merdeka, hamba sahaya, laki-laki, perempuan, anak kecil atau orang dewasa.” (HR. Al-Bukhari I/466 no: 1504 dan Muslim II/678 no: 984)
Sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa kewajiban zakat juga ditujukan kepada janin yang masih ada di dalam rahim ibunya, namun tidak ada riwayat yang shahih dari Rasulullah yang menjelaskan tentang hal tersebut, lagi pula janin tidak bisa dikategorikan sebagai anak kecil baik menurut adat masyarakat maupun istilah syari’at. Wallahu a’lam.
Ukuran dan Jenis Makanan untuk Zakat Fithri
Ukuran zakat fithri dari makanan yang mesti dikeluarkan adalah satu sha’ yang nilainya sama dengan empat mud (HR. Al-Bukhari) atau kurang lebih 2,5 kg dari beras, gandum, kurma, keju kering, atau lainnya dari jenis makanan pokok. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa ia berkata:
كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ.
“Kami mengeluarkan zakat satu sha’ dari makanan, gandum, korma, susu kering atau anggur kering.” (HR.Al-Bukhari I/467 no: 1506 dan Muslim II/678 no: 985)
Adapun anggapan sebagian orang bahwa pembayaran zakat fithri bisa dengan uang sebagai ganti dari harga makanan adalah pendapat keliru dan tidak dikenal oleh As-Salaf Ash-Shalih, karena seandainya cara ini dibolehkan maka pasti Rasulullah telah menyampaikan dan mengajarkannya kepada para sahabat-sahabat beliau, serta sudah dinukil oleh ‘ulama kita, karena pada zaman tersebut telah ada mata uang yaitu dinar dan dirham, akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh Nabi, bahkan di dalam kitab Kifayatul Akhyar, Imam Taqiyuddin berkata:
فَلاَ تُجْزَئُ القِيْمَةُ بِلاَ خِلاَفٍ.
“Tidak (sah) membayar zakat fithri dengan nilai nominal (uang) dan para ‘ulama tidak berbeda pendapat tentangnya.” (Kifayatul Akhyar/231)
Waktu Pembayaran Zakat Fithri
Waktu wajib membayar zakat fithri ialah sejak terbenamnya matahari pada malam hari raya ‘Idul Fithri, sampai sebelum kaum Muslimin pergi untuk shalat ‘Id. Hal ini berdasarkan hadits ‘Umar:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِإِخْرَاجِ زَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ.
“Adalah Rasulullah r memerintahkan zakat fithri agar dikeluarkan sebelum orang-orang keluar ke lapangan untuk melakukan sholat ‘Id.” (HR. Al-Bukhari I/466 no: 1503 dan Muslim II/679 no: 986)
Jadi barang siapa yang meninggal dunia sebelum terbenamnya matahari maka ia tidak perlu dibayarkan zakatnya namun jika meninggal setelah terbenamnya matahari maka ia wajib dibayarkan zakatnya, demikian pula seandainya seseorang dilahirkan sebelum terbenamnya matahari maka ia wajib dibayarkan zakatnya, namun jika dilahirkan setelah terbenamnya matahari ia tidak perlu dibayarkan zakatnya.
Namun dibolehkan juga untuk membayar zakat fithri satu atau dua hari sebelum ‘Id, hal ini sebagaimana yang dikatakan Nafi’:
فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ - رضى الله عنهما - يُعْطِى التَّمْرَ ، فَأَعْوَزَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ مِنَ التَّمْرِ فَأَعْطَى شَعِيرًا، فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُعْطِى عَنِ الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ، حَتَّى إِنْ كَانَ يُعْطِى عَنْ بَنِىَّ، وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ - رضى الله عنهما - يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْبَلُونَهَا ، وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
“Adalah Ibnu ‘‘Umar membayarkan zakat fithri untuk anak-anak dan orang dewasa, dan adalah beliau membayarkan zakat fithri anak-anakku, dan beliau memberikan kepada yang berhak menerimanya. Dan mereka membayar zakat fithri itu sehari atau dua hari sebelum ‘Id.” (HR. Al-Bukhari I/468 no: 1511).*
Sumber: Buku Panduan Praktis Ramadhan, Penerbit Pustaka Belajar Islam
Di dukung oleh Wahdah Inspirasi Zakat (WIZ) Jogja
FB: https://www.facebook.com/wahdahinspirasizakatjogja/
IG: https://instagram.com/wizjogja?igshid=12o265etywkwd