Oleh: Abu Muas T. (Pemerhati Masalah Sosial)
Seiring dengan larangan mudik jilid II jelang Idul Fitri tahun ini, beredar viral di jagad media sosial video tiktok berdurasi tidak kurang dari tiga menit judulnya bertuliskan Jeritan Sopir di Indramayu.
Dalam tayangan videonya, sang sopir setelah mengucapkan salam, kemudian dia menyapa dengan sapaan: "Wahai para penguasa negeri ini. Kami sopir angkutan umum" memohon di antaranya kepada Bapak Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati, dan Bapak-Bapak yang duduk di kursi MPR dan DPR, serta semua yang menjadi penguasa di negeri ini
Terlihat sang sopir duduk di belakang kemudinya sambil menyampaikan pertanyaan: "Apakah kalian sudah berfikir ulang dengan menutup pintu keluar-masuk provinsi yang secara tidak langsung membunuh mata pencaharian kami?". Pertanyaan ini tentu tertuju kepada para bapak yang telah disebutkan.
Setelah mempertanyakan kepada bapak-bapak yang berkompeten, kemudian sang sopir menyampaikan jeritan hatinya dengan mengatakan: "Jangan biarkan anak-anak kami menangis pilu pada saat anak-anak kalian tertawa gembira. Jangan biarkan kami kelaparan pada saat kalian terlelap tidur karena kekenyangan".
Lebih lanjut sang sopir mempertanyakan, "Kenapa harus kami yang dikorbankan, kenapa harus kami yang dikorbankan dari ketakutan kalian yang sama sekali tidak kami takuti. Yang kami takuti apabila anak dan istri mati kelaparan karena tidak makan, pak. Siapa yang mau bertanggung jawab, padahal kalian khan beragama, dan Allah memerintahkan kami untuk bekerja mencari nafkah, itu yang harus saya pertanggung jawabkan di akhirat nanti.
Masih juga sang sopir mempertanyakan: "Kenapa kami harus selalu dihadapkan dengan aparat hukum, dibentak, dihardik seakan kami ini adalah teroris, kami ini adalah pejuang dan pahlawan dari keluarga kecil kami, pak. Pada saat kalian berbagi THR, kami hanya bisa berkata, apakah esok hari anak-anak kami dapat makan? Apakah kalian pernah merasakan pada saat semua orang tidur nyenyak, ada seorang sopir yang terbangun dan bekerja menafkahi anak dan keluarga demi memberi kehidupan yang layak untuk anak dan istrinya?
Di bagian akhir tayangan videonya, sang sopir masih mempertanyakan sekaligus berharap: Apakah ada cara lain yang bijak tidak membunuh mata pencaharian kami? Berilah aturan yang adil buat kami, narasi ini diulang dua kali oleh sang sopir yang tentunya dia berharap ada kebijakan yang lebih adil.
Pada bagian penutup sebelum mengucapkan salam penutup, sang sopir masih berbaik hati dengan berharap: "Semoga bapak-bapak yang menjadi penguasa mendapatkan hidayah". Sungguh doa dan harapan yang mulia, karena kita tahu betapa mahal harga sebuah hidayah bagi seseorang yang mau membukakan pintu hatinya untuk mau peduli akan jeritan dan rintihan kaum yang lemah. Semangat pejuang nafkah keluarga.