Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Persoalan Israel-Palestina sangatlah serius. Arogansi zionis Israel kini tengah menganiaya dan menjajah bangsa Palestina. Pengusiran warga Palestina di Sheikh Jarrah Yerussalem Timur untuk digantikan pemukiman Yahudi serta penyerangan tentara Israel kepada warga Palestina yang sedang beribadah Ramadhan di Masjid Al Aqsha sangat di luar batas.
Berbeda dengan Turki, Qatar dan lainnya yang siap terjun langsung hingga bantuan militer untuk membela bangsa Palestina, Indonesia cukup berteriak mendorong Dewan Keamanan PBB untuk melangkah.
Semua tahu PBB telah dikuasai oleh negara yang lebih pro-Israel atau berada dalam kendali lobby zionis. Ruang meja perundingan adalah isu ujungnya. Sulit berharap terhadap penghukuman negara kolonial zionis Israel. Amerika malah meminta penyerangan balasan roket HAMAS ke Tel Aviv dan kota lain untuk dihentikan.
Turki maju selangkah bahkan seribu langkah. Di samping secara normatif mendesak DK PBB untuk menerjunkan pasukan ke area konflik agar "memberi pelajaran dan efek jera bagi Israel" Erdogan juga aktif berkomunikasi dengan berbagai pemimpin dunia untuk membantu membela Palestina. Rusia telah diajak untuk terjun.
Dengan pemimpin Qatar dan Raja Malaysia komunikasi dibangun intensif. Demikian juga dengan Saudi, Yordan, dan Emirat Arab. PM Pakistan Imran Khan pun aktif mereaksi.
Indonesia masih saja bermain di level Menteri. Retno Maksudi yang berteriak atas nama Presiden. Sementara Presiden belum ada ucapan atau gerakan apa apa. Seperti biasa bungkam. Untuk urusan seserius kezaliman Israel atas Palestina maka yang bergerak harus di tingkat pemimpin tertinggi. Jokowi harus sibuk menunjukkan sebagai pemimpin negara dengan umat Islam terbesar. Simpati pada bangsa Palestina bukan sekedar basa basi.
Jika Presiden terus diam ya akhirnya kegeraman rakyat khususnya umat Islam Indonesia atas kezaliman Israel, kembali membentur kekecewaan pada pemimpin yang tidak berkualitas, cari aman, serta hanya memikirkan diri dan kroninya. Presiden yang ada dan tiada sama saja.
Soal KPK yang "dibunuh" diam, soal babi panggang yang menyinggung umat Islam "sembunyi tangan", masalah pelanggaran HAM berat pembunuhan enam anggota laskar "masa bodoh", terorisme Papua disikapi "sekedarnya", dan kini soal kekejaman Israel "bukan urusan saya" itu tugas Menteri Luar Negeri.
Dan sang Menlu hanya bisa berteriak untuk sembunyi di ketiak PBB, lalu selesai. Lupa bahwa Palestina adalah negara yang awal-awal mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia. Kini pembelaan atas bangsa Palestina dirasakan sekedar basa basi.
Wujud dari kepemimpinan yang selalu mengandalkan pencitraan. Bukan aksi dan bukti. Apalagi menunaikan janji atau berani unjuk gigi.