Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Keagamaan)
Viral video paduan suara menyanyikan lagu Asmaul Husna di dalam Masjid Istiqlal. Berkostum beragam meski berwarna putih. Ada yang pakai kerudung ada pula yang rambut terurai meski berpenutup kepala. Konduktor berkopeah haji. Sebagai sebuah paduan suara, maka iramanya terkesan gerejani.
Di media sosial minim pujian, yang ada adalah banyaknya kritik tidak setuju Masjid Istiqlal digunakan sengaja konon untuk memeriahkan Iedul Fitri. Tertulis grup paduan suara "Jakarta Youth Choir" dan netizen menduga tidak semua muslim penyanyinya. JYC biasa dilatih dan dikonduktori Septi Adi Kristanto Simanjuntak. Founder dan pembina JYC adalah Ponirin Ariadi Limbong.
Ironinya adalah ketika kegiatan ibadah di Masjid Istiqlal dilakukan secara terbatas dan ketat sebagai efek pandemi, justru kegiatan nyanyi-nyanyi paduan suara dilaksanakan di dalam Masjid. Meskipun lagunya Asmaul Husna namun sangat terasa tak pantas.
Memang Jakarta Youth Choir sering ikut dalam berbagai perlombaan konser paduan suara di tingkat nasional maupun internasional. Beberapa penghargaan didapat dari lomba antara lain tahun 2018 yang diadakan di Gereja Santa Maria di Pusat Kota Roma. Tahun 2020 dari Consorco Corale Internazionale di Roma juga, hanya dilaksanakan secara virtual.
Perkara bahwa non muslim boleh atau haram untuk Masuk masjid terjadi pro dan kontra di kalangan ulama. Sebagian besar mengharamkan kecuali ada uzur dan izin umat Islam. Dalam kaitan madzhab hanya Hanafi yang membolehkan, Syafi'i dan Hanbali mengharamkan walau demi kemashlahatan, sedangkan Maliki mengharamkan kecuali ada uzur.
Jika dilihat dari keperluan sekedar nyanyi-nyanyi nampaknya tidak masuk dalam kategori uzur syar'i. Apalagi dengan irama gerejani yang di luar budaya Islami. Karenanya masuknya group paduan suara JYC bernyanyi di Masjid Istiqlal pantas menjadi kontroversi. Sebenarnya jika hanya untuk memeriahkan lebaran, cukup shooting dilakukan di halaman dengan latarbelakang Masjid Istiqlal. Aman.
Nazaruddin Umar, MA PhD Imam Besar Masjid Istiqlal patut untuk mengklarifikasi dan mempertanggungjawabkan kegiatan yang tak pantas ini. Jangan sampai nyanyi di Masjid terkesan sebagai balasan dari santri-santri yang ikut menyanyikan "Merry Christmas" atau "Haleluya" di Gereja.
Kalau sudah begini maka namanya adalah "toleransi yang menghancurkan".