Oleh:
Ummu Najdah || Praktisi Pendidikan
ORANGTUA mempunyai peranan penting dalam pendidikan anak. Iman dan ilmu dibutuhkan agar mampu mencetak generasi berkualitas. Lingkungan juga berpengaruh, karenanya anak perlu dijauhkan dari hal-hal yang akan merusak kepribadian. Misalnya konten porno. Menurut ketua KPAI Susanto, “Konten porno itu berbahaya, dampak negatifnya serius bagi tumbuh kembang anak.”(detiknews.com, 26/6/21).
Sebagian menganggap, menonton konten porno sebagai upaya pendidikan seksual. Sebab di era sekarang, anak tak mungkin lepas dari konten porno. Maka orang tua bisa mendampingi anak saat menonton, sembari memberi edukasi seksual.
Ini sejalan dengan program Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO), agar setiap negara melaksanakan pendidikan seksual yang komprehensif termasuk di Indonesia. GEM Report menemukan, sepertiga angka kasus HIV dari anak usia muda. (CNNIndonesia, 14/6/21). Maka perlu dilakukan pendidikan seksual sejak usia dini.
Pendidikan seksual diharapkan mampu melindungi anak dari kehamilan yang tidak diinginkan, HIV dan infeksi seksual lain, hubungan tanpa kekerasan serta mempromosikan nilai-nilai toleransi.
Sejatinya, program ini berbahaya bagi keluarga muslim dan dapat mempengaruhi cara pandang orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya. Menjauhkan dari aturan Islam. Sebab, yang dibidik adalah bagaimana anak mengetahui agar tidak hamil, tidak teriveksi HIV ataupun hubungan tanpa kekerasan. Apakah dengan pasangan halal atau tidak, yang penting suka sama suka dan sehat. Sebagaimana pernah tercantum dalam kurikulum 13 mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga kelas XI tentang Pacaran sehat. Meski akhirnya menuai polemik.
Padahal munculnya karut marut masalah seksual adalah karena sistem liberal yang diterapkan saat ini. Kebebasan menjadi dasar kebijakan dan perilaku. Bebas melakukan seksual asal sehat dan aman. Konten porno menjadi bagian dari edukasi seksual.
Sistem liberal berpandangan bahwa naluri seksual hanya berorientasi hubungan seksual untuk mencapai kenikmatan dan kelezatan. Menjadi kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Jika tidak, akan menyebabkan kematian. Maka diupayakan hal-hal yang dapat memunculkan syahwat. Konten porno menjadi bagian tak terpisahkan. Diopinikan bahwa anak tak mungkin lepas dari hal ini, mau tidak mau pasti mengaksesnya. Maka tugas orang tua adalah mendampingi. Nyatanya, jika anak telah menonton pasti akan terdorong untuk mencoba.
Digambarkan pula bahwa naluri seksual adalah wajar sehingga tak mengapa pacaran asal hati-hati. Ini telah menjangkiti sebagian orang tua muslim, membiarkan anaknya melanggar aturan agama dengan aktifitas pacaran. Akhirnya, setahap demi setahap keluarga muslim jauh dari aturan Islam bahkan tak mengenal Islam itu sendiri. Seolah Islam hanya yang tertera dalam rukun Islam.
Pendidikan Seksual Dalam Islam
Sesungguhnya, Islam adalah agama sempurna. Memiliki seperangkat aturan yang membawa maslahat bagi seluruh umat. Termasuk tentang seksual. Islam memandang, naluri seksual yang merupakan bagian dari ghorizah nau’ (naluri melestarikan jenis) adalah hal yang alami dan tidak melulu masalah hubungan seksual biologis. Namun hubungan laki-laki dan wanita secara umum, bagaimana pengaturan interaksi keduanya.
Perihal ketertarikan dengan lawan jenis, merupakan hal yang fitrah. Pemenuhannya harus sesuai aturan Allah yaitu dengan jalan pernikahan. Allah menciptakan naluri ini agar manusia dapat melestarikan keturunan. Naluri ini akan muncul jika ada rangsangan dari luar. Apabila tidak dipenuhi tidak akan mengantarkan kepada kematian, hanya muncul gelisah. Oleh sebab itu, dalam syariat disebutkan bagi pemuda yang mampu menikah untuk segera menikah. Jika belum mampu, hendaknya berpuasa. Menjauhi hal-hal yang dapat merangsang syahwat, memperbanyak kegiatan bermanfaat dan meningkatkan kedekatan kepada Allah SWT.
Islam memiliki hukum-hukum terkait pendidikan seksual. Diantaranya, orang tua diperintahkan untuk memisahkan tempat tidur anak jika anak sudah berumur 10 tahun. Kehidupan laki-laki dan wanita terpisah, kecuali ada alasan yang dibenarkan syariat. Islam menjaga agar hubungan kerjasama antara laki-laki dan wanita hendaknya bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat. Ketika usia baligh, seorang wanita harus menutup pakaian secara sempurna (menutup aurot), sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Al Quran surat An Nur:24 dan Al Ahzab:59.
Laki-laki dan wanita diperintahkan untuk menundukkan pandangan. Allah SWT berfirman: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya;yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya..” (QS. An Nur: 30-31).
Islam melarang seorang wanita melakukan safar (perjalanan) sehari semalam kecuali disertai mahrom. Rasulullah bersabda:”Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan perjalanan se;ama sehari semalam, kecuali disertai mahromnya.” (HR Muslim). Laki-laki dan wanita yang bukan mahrom dilarang berkholwat (berdua-duaan) dan beikhtilat (bercampur baur).
Syariat tersebut akan mampu direalisasikan dengan peran negara sebagai penanggungjawab dan pemangku kebijakan. Negaralah yang memberi izin atas segala tontontan, ia berkuasa untuk memfilter tayangan yang merusak dan memunculkan syahwat. Dalam pendidikan, negara yang menetapkan kurikulum yang memuat edukasi seksual sesuai syariat, seperti pemberian fiqih pergaulan, fiqih pernikahan dan lainnya. Ini hanya akan teraplikasi jika negara menerapkan Islam Kaffah.
Wallahu a’lam bish showab.*