Oleh:
Novita Fauziyah, S. Pd
DI TENGAH berita mengenai perkembangan kasus Covid-19, masyarakat dikejutkan dengan kabar penangkapan sepasang suami istri publik figur yang terjerat narkoba dan menjadi trending topic di twitter pada Kamis (8/7/2021). Kondisi pandemi dan tekanan kerja menjadi alasan yang mencuat di media.
Berita mengenai narkoba seakan tak ada habisnya. Dari mulai kalangan artis, pelajar, hingga pejabat pernah terjerat kasus narkoba. Efek bahaya hingga ancaman hukuman tak membuat jera baik bagi pelaku maupun masyarakat lainnya. Kali ini justru terjadi di tengah situasi pandemi.
Situasi pandemi ini memang menjadi ujian bagi kita semua. Ada yang diuji dengan masuknya virus corona ke dalam tubuh, ditinggal orang yang dicinta untuk selamanya, hingga PHK dari tempat kerjanya. Tak hanya aspek kesehatan, tapi juga ekonomi. Saat ini kita semua dihadapkan pada kondisi yang tak baik-baik saja.
Aturan pembatasan kegiatan yang tak diiringi dengan jaminan pemenuhan kebutuhan dari pemerintah membuat rakyat harus berjuang sendiri meski beresiko tinggi. Setahun lebih pandemi nyatanya tak membuat kondisi lebih baik, justru makin parah. Kondisi tersebut tak pelak memunculkan tekanan atau stres, masyarakat jengah.
Namun rupanya kondisi psikis seperti itu tak hanya dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah. Bagi mereka yang punya segalanya, baik harta maupun tahta nyatanya juga tak lepas dari berbagai kondisi seperti tekanan hingga menjadikan barang haram sebagai pelarian.
Tentu ini membuka mata dan menjadi pengingat untuk kita bahwa harta maupun tahta bukanlah segalanya. Semua yang sudah dimiliki di dunia tak menjamin seseorang akan merasa bahagia. Standar kebahagiaan pun saat ini sudah bergeser dari yang semestinya.
Hal ini juga mengingatkan kita agar senantiasa bersyukur atas semua yang diberikan oleh Allah baik dalam kondisi lapang maupun sempit, sehat maupun sakit. Dengan mensyukuri setiap apa yang diberikan oleh Allah maka hati menjadi tenang. Allah juga akan menambah nikmat bagi hamba-Nya yang bersyukur.
Sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik membuat seseorang tak mempedulikan halal haram dalam berbuat. Materi dan kepuasan menjadi sesuatu yang diburu meski harus menabrak hukum. Standar manfaat pada sistem tersebut melahirkan gaya hidup hedonisme, yang memuja kenikmatan jasmani. Narkoba menjadi salah satu hal yang marak beredar dan tak bisa dilarang.
Tentu kita berharap agar tak ada lagi kasus serupa dan dapat menjalani kehidupan dalam kondisi normal. Namun semuanya mustahil jika sistem kehidupan masih berpijak pada materi dan menihilkan agama. Islam dengan segala konsep dan metodenya memberikan tuntunan bagaimana menjalani kehidupan dan memberantas narkoba.
Pemberantasan narkoba butuh upaya sistematis. Setidaknya ada tiga unsur yang terlibat dalam memberantas segala bentuk penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif lainnya. Pertama, individu yang bertakwa. Setiap muslim harus senantiasa menyandarkan perbuatannya hanya pada hukum Allah. Setiap muslim juga harus memahami bahwa standar kebahagiaan adalah mendapatkan ridho Allah.
Dengan begitu maka ia senantiasa akan taat terhadap perintah dan larangan Allah dalam menjalani kehidupan. Kedua, kontrol masyarakat. Amar ma'ruf nahi munkar sangat dibutuhkan di tengah masyarakat. Tak ada sikap apatis apalagi individualis. Ketiga, peran negara. Negara menjalankan aturan serta sanksi yang tegas, tak kenal kompromi. Sanksi yang diterapkan tentu bersifat kuratif dan preventif. Edukasi kepada masyarakat juga diperlukan agar makin memahami hal-hal yang baik dan buruk serta konsekuensinya.
Dengan adanya ketiga unsur tersebut, maka kasus serupa dapat dicegah. Peredaran narkoba dapat diputus. Kita sangat berharap kasus serupa tak ada lagi, demikian juga dengan kondisi pandemi agar segera berakhir. Hanya dengan bersandar pada hukum Allah yang ditopang oleh ketiga unsur di atas, permasalahan akan terselesaikan. Wallahu 'alam bishawab.*