Oleh:
Ernadaa Rasyidah || Pemerhati Generasi
PANDEMI belum juga reda, bahkan semakin mengkhawatirkan. Jumlah yang terpapar Covid-19 mencapai angka diatas 20 ribu kasus perhari. Hal ini juga yang menjadi alasan pemerintah memberlakukan PPKM darurat dibeberapa tempat. Fasilitas kesehatan kolaps, angka pasien yang butuh perawatan terus meningkat. Sementara tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam menangani pasien sangat kewalahan, tidak jarang yang tumbang bahkan berujung kematian.
Sudah setahun lebih pandemi ini kita rasakan, efek domino yang ditimbulkan tak terhitung. Banyak profesi gulung tikar, buruh yang terdampak PHK, anak gagal sekolah, kriminalitas meningkat, ekonomi lesu bahkan rumah tangga yang berujung perceraian semakin tinggi.
Sebagai muslim, kita menyadari bahwa pandemi ini adalah qadarullah, ketetapan Allah zat yang maha mencipta juga mengatur kehidupan manusia dan alam semesta. Sehingga ia bukan pilihan yang bisa kita hindari, sebaliknya kita terima dengan ridha agar berbuah pahala. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Selanjutnya, setelah menerima ini adalah ketetapan Allah. Manusia sebagai mahluk yang sempurna, dikaruniakan akal yang dengannya ia mendapatkan taklif hukum syara'. Maka potensi akal ini mampu membedakan baik dan buruk, halal dan haram, memilih dan memaksimalkan ikhtiar dengan ilmu yang dimiliki. Karena itu prokes 5 M, 3 T dan lockdown yang dianjurkan oleh para ahli adalah sebuah ilmu dan kebenaran dalam rangka ikhtiar menghadapi wabah covid 19. Rasulullah sendiri dalam hadistnya pernah bersabda : jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Jika terjadi wabah ditempat kamu berada, maka janganlah tinggalkan tempat itu (HR Al Bukhari).
Rasulullah juga melarang mencampurkan unta sakit dan yang sehat. Analogi ini juga berlaku bagi manusia, agar yang sakit segera tertangani dan yang sehat tetap bisa produktif beraktvitas.
Maka, untuk menangkal atau menghindari masuknya virus ini di dalam tubuh pertama-tama harus didasarkan oleh ilmu kesehatan, diantaranya disiplin memakai masker, tidak banyak bicara, vaksinasi, memperbanyak nutrisi, menghindari interaksi dengan orang asing, menghindari kerumunan, cuci tangan secara rutin dan pola pemisahan yang jelas melalui 3T yang dilakukan oleh pemerintah.
Pandemi Covid-19 yang terjadi sudah seharusnya menyadarkan kita, bahwa manusia hanyalah mahluk yang lemah, terbatas dan penuh dengan kekurangan. Terhadap mahluk Allah yang super kecil berupa virus aja kita tidak berdaya, menimbulkan dampak yang luar biasa bagi kehidupan. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita kembali, mengevaluasi diri adakah yang salah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS. Ar-Rum 30: Ayat 41).
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri.” (TQS. Al-Hasyr: 18-19).
Muhasabah atau evaluasi merupakan salah satu sarana untuk merefresh tujuan hidup kita di dunia. Bahwa manusia diciptakan tidak lain untuk beribadah. Melakukan ketundukan dan ketaatan selama hidup di dunia yang memiliki korelasi amal dan pertanggung jawaban di akhirat kelak.
“Dari Syadad bin Aus r.a, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, berkata, “Orang yang pandai adalah yang menghisab (menginterospeksi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah”. (HR. Imam Turmudzi).
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” (TQS.Al Anbiya : 35).
Karenanya, Islam yang berasal dari zat maha sempurna, telah menurunkan aturan yang komprehensif. Tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhannya, tapi juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya juga dengan sesama manusia. Muhasabah tentu tidak cukup dilakukan secara individu, tetapi masyarakat juga negara harus melakukan muhasabah agar keluar dari wabah. Kembali merujuk pada kitab suci dan sunnah nabi sebagai solusi. Menerapkan aturan Allah secara totalitas sebagai jalan meraih ridha Ilahi.
Sudah saatnya kita memandang pandemi ini dalam kacamata iman sebagai sebuah qadarullah, dan memaksimalkan ikhtiar dengan ilmu dan sains yang telah teruji kebenarannya. Juga harus dilakukan ikhtiar secara non-fisik, baik secara psikis maupun spiritual. Itulah mengapa, Islam mengajurkan umatnya untuk senantiasa berdoa kepada Allah agar selalu diberikan kesehatan dan terhindar dari berbagai musibah.
Jika pendekatan iman dan sains telah dilakukan dengan baik, maka akan melahirkan sikap yang benar yakni tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain, menghilangkan kerusakan didahulukan dari pada meraih kemaslahatan, bahaya harus dihindari, dan kaidah tidak ada yang memudharatkan dan dimudaharatkan.
Dengan sisnergi individu, masyarakat dan negara dalam mengambil peran dengan pendekatan iman dan ilmu, semoga wabah ini segera berakhir. Wallahu'alam bi shawwab.*