Oleh: R. Raraswati
Penyebaran virus Covid-19 varian baru di negeri ini semakin menjadi. Sikap masyarakat dalam menghadapi wabah pun kian bervariasi. Mulai dari anggapan adanya konspirasi, menyembunyikan fakta terpapar covid karena dianggap aib, pengucilan terhadap penderita, ketidakpercayaan terhadap petugas dan sebagainya, semakin banyak terjadi di tengah masyarakat.
Contoh fakta adanya penganiayaan yang terjadi pada warga Desa Jatian, Pakusari, Kabupaten Jember. Tim pemakaman jenazah pasien Covid-19 dianiaya dengan cara dilempari dan dipukul warga. M Djamil selaku Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember menjelaskan, tim pemakaman dari BPBD dibantu oleh Muspika Pakusari serta pihak kepala desa bertemu dengan para pelaku. Hingga akhirnya pelaku penganiayaan tersebut meminta maaf. Mereka mengakui kesalahannya dan meminta untuk berdamai. (kompas.com, 24/07/2021).
Fakta tersebut adalah satu dari sekian banyak konflik sosial yang terjadi akibat pandemi yang tidak kunjung usai. Konflik karena minimnya edukasi hingga mengikis rasa empati. Terlebih adanya varian baru Covid-19 yang lebih cepat bermutasi. Membuat masyarakat mulai kurang kendali, frustasi hingga kehilangan hati nurani.
Kondisi tersebut diperparah dengan berbagai macam pernyataan para ahli yang berbeda-beda dalam menanggapi wabah. Belum lagi kebijakan pemerintah yang sering berganti-ganti namun tidak juga memberi hasil. Mulai PSBB, PPKM level 1 hingga 4 dan sebagainya. Terlebih masyarakat yang minim literasi dan edukasi, membuat sulit berpikir jernih sehingga rentan depresi.
Begitulah kondisi masyarakat yang krisis kepercayaan terhadap jalannya pemerintahan. Adanya public distrust yang memunculkan sikap, mental, mindset, spekulasi yang tidak tepat. Krisis yang semakin memecah belah persatuan umat. Tidak ada jaminan dan keamanan yang diberikan pemerintah, membuat masyarakat seolah hidup sendiri. Padahal, pemerintah dan masyarakat merupakan komponen yang tidak terpisahkan. Semua aturan pemerintah diberlakukan pada masyarakat adalah untuk menyatukan kehidupan bernegara.
Untuk itulah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan perlu dibangun kuat. Sedangkan tingkat kepercayaan masyarakat sendiri akan melihat bagaimana kapabilitas, kredibilitas dan motivasi pemerintah untuk bangkit dan menyelesaikan masalah secara tuntas. Masyarakat akan percaya kepada pemerintahan yang memiliki kapabilitas atau kemampuan sehingga dapat memberikan jaminan terselesainya suatu masalah. Masyarakat dan pemerintah akan termotivasi untuk bangkit, bersinergi menjalankan kebijakan hingga terselesaikannya masalah.
Semua hal di atas menjadi sulit didapatkan pada pemerintahan yang membuat aturan sendiri tanpa bersandar pada aturan Yang Maha Pencipta yaitu Allah SWT. Karena manusia memiliki keterbatasan akal, hingga butuh aturan yang paripurna yaitu Islam. Allah menjadikan Islam sebagai agama yang mengatur segala aspek kehidupan termasuk dalam hal bernegara. Peradaban Islam yang telah menguasai hampir tiga per empat dunia menjadi bukti nyata memberikan tingkat kepercayaan yang besar pada masyarakat.
Kepemimpinan Rasulullah yang kemudian dilanjutkan khulafaur rasyidin dan kekhilafahan, dapat dijadikan contoh dalam penerapan sistem Islam pada pemerintahan. Kepemimpinan yang merdeka, tanpa campur tangan dan tuntutan pihak asing. Kepemimpinan yang mengutamakan kemaslahatan masyarakat. Menjadikan halal dan haram serta aturan Allah sebagai sandaran, akan membangun tingkat kepercayaan masyarakat. Di saat kepercayaan tersebut telah ada, maka dapat dipastikan masyarakat dapat bersinergi menjalankan kebijakan pemerintah. Bangkit dan berusaha menyelesaikan setiap permasalahan termasuk dalam menghadapi berbagai krisis saat pandemi seperti sekarang ini.
Kesimpulannya, masyarakat butuh kepemimpinan yang dapat menjalankan pemerintahan dengan bersandarkan pada syariat Islam. Menjadikan kepemimpinan Rasulullah dan kekhilafahan sebagai contoh penerapannya. Karena Islam merupakan agama yang telah Allah sempurnakan untuk menjawab semua permasalahan dalam kehidupan. Allahu a’lam bish showab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google