Oleh:
Eriga Agustiningsasi, S.KM || Penyuluh Kesehatan; Freelance Writer
BULAN Muharram identik dengan pembahasan hijrah. Hal ini dikarenakan sejarah telah membuktikan kisah hijrah Rasulullah dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah. Yang kemudian oleh Umar bin Khatthab ditetapkan sebagai penanggalan Hijriyah seperti yang dipakai umat muslim sedunia sampai saat ini.
Mendengar kata hijrah, pasti sudah tidak menjadi hal asing di telinga kita. Betapa tidak? Gelombang hijrah tidak hanya menyentuh kalangan dewasa atau parubaya, melainkan juga di kalangan generasi muda, generasi millenials. Tren hijrah semakin menggema seantero jagat raya khususnya di negeri kita, Indonesia, negeri yang mayoritas penduduknya ialah muslim. Tentu hal ini adalah kabar baik bagi kebangkitan Islam di kemudian hari.
Hijrah secara bahasa artinya berpindah. Berpindah dari kondisi yang buruk menuju kondisi yangj auh lebih baik lagi tentunya dengan Islam. Karena sejatinya perubahan itu adalah suatu hal yang pasti. Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya ialah, perubahan yang seperti apa yang kita jalani? Apakah hijrah kita sudah sepenuh hati? Atau jangan-jangan masih setengah hati?
Teringat firman Allah dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah:208, Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Maka hijrah yang kita lakukan harusnya sepenuh hati. Seluruhnya, utuh bukan setengah-setengah. Karena Allah telah memerintahkan kepada kita semua untuk masuk Islam secara Kaffah (menyeluruh), bukan pilih sebagian dan meninggalkan sebagian. Agama Islam bukanlah agama prasmanan yang hanya dipilih-pilih sesuka hati.
Perubahan bukan hanya sebatas fisik yang tertupi dengan balutan pakaian syar’i, melainkan perilakunya pun terbalut dengan iman yang menuntunnya ke jalan ketaatan secara total kepada Allah dan syariatNya secara Kaffah. Oleh karena itu hijrah butuh ilmu. Karena masih banyak aturan aturan Allah yang belum seluruhnya kita pahami. Taat tanpa tapi, ngaji tanpa nanti-nanti. Pahala dan syurga pun menanti.
Dan yang terpenting dalam momen hijrah ini, seharusnya menjadi refleksi bagi seluruh kaum muslim di dunia untuk hijrah dari aturan buatan manusia yang lemah dan terbatas menuju tatanan aturan dari Pemilik dunia dan seisinya ini. Dialah Allah SWT. Tatanan kehidupann yang diatur oleh Pencipta dan Pengatur kehidupan manusia pasti cocok diterapkan dibumi ini bagi seluruh alam. Allah berfirman,
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiyaa’: 107).
Hijrah sepenuh hati, kapan lagi? Yuk segera dijalani! Syurga telah menanti.*