Penulis
Keni Rahayu || Influencer Dakwah Millenial
UMAT Islam adalah umat yang memimpin, terdepan, dan inovatif membangun peradaban. Inilah yang Allah sampaikan di QS. Ali Imran ayat 110:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah."
Namun, fakta hari ini tidak demikian. Umat Islam lekat dengan kehinaan. Narkoba, seks bebas, liberalisme, sekularisme adalah bagian dari umat Islam hari ini, bahkan para remajanya. Bagaimana bisa terjadi? Padahal Allah sendiri yang mengatakan bahwa kita adalah umat terbaik. Apakah Allah berbohong?
Salah satu penyebab runtuhnya peradaban Islam, dengan momen yang terlukis sejarah pada 1924 di Turki Utsmani adalah jauhnya umat Islam dari pemahaman Islam. Ratusan tahun sebelum itu, tsaqofah asing masuk melalui misionaris. Kodifikasi hukum juga membuat umat berhenti berijtihad, maka inovasinya mati.
Setelah runtuhnya khilafah Turki Utsmani, kondisi kaum muslimin lebih parah lagi. Mereka dipotong-potong dalam sekat nation state dan sibuk dengan rumah tangganya sendiri. Amar ma'ruf nahi munkar menjadi barang mahal. Seolah hanya beliau yang bersorban dan berpeci saja yang pantas untuk menyuarakan Islam.
Padahal, kata Allah kita adalah umat terbaik. Perhatikan kalimat selanjutnya. "menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." Salah satu indikasi sebagai umat terbaik adalah sebab umat Islam melakukan amar ma'ruf nahi munkar, alias berdakwah.
Kita lihat hari ini, dakwah seolah suatu hal ekslusif. Seolah, hanya pemegang kartu VIP yang boleh melakukannya. Ialah orang-orang yang memilik pondok pesantren, sekolah agama bahkan sampai ke luar negeri, atau mondok tekun sampai kepala terhuyun. Jika tak ada aroma yang mendekati hal ini, jangan harap berdakwah. Tidak pantas. Begitulah yang ada di benak umat hari ini, termasuk para tokohnya.
Padahal, syariat dakwah tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang "memenuhi standar". Standar yang demikian tentu akan membatasi kesadaran dakwah yang merasa "tidak memenuhi standar". "Ah, aku kan bukan anak yai, aku bukan ustaz, aku gak pantas berdakwah." Begitu.
Inilah salah satu faktor yang menghambat kebangkitan Islam, faktor yang membuat umat Islam jalan di tempat. Padahal, dakwah itu wajib bagi siapa saja, apapun latar belakangnya, usia, pekerjaan, status. Semua wajib berdakwah.
Bayangkan, ketika umat Islam menyadari penuh kewajiban berdakwah dan mereka mengupayakannya dengan lihai dan penuh seni, maka umat ini akan terbangun menjadi umat yang peka terhadap kezaliman. Mereka akan terbiasa menuntut keadilan sesuai porsinya masing-masing. Di mana kaki berdiri, di situ Islam dijunjung tinggi.
Sebaliknya, jika umat Islam abai terhadap aktivitas amar ma'ruf nahi munkar lahirlah umat yang cuek, bodo amat, abai dengan segala kezaliman. Inilah realitas umat hari ini. Mereka terbiasa dididik diam. Kezaliman dipersilahkan riwa-riwi.
Silahkan berdakwah sesuai porsi kita. Jika kita siswa, ajaklah teman dan saudara seusia datang ke majelis ilmu, puji ketaatannya pada Allah, tegur kesalahannya pada Allah. Itu dakwah. Artinya kita peduli dengan mereka. Jika kita suami, didiklah istri dengan Islam. Tegurlah dengan bahasa yang teduh untuk memperbaiki kezaliman yang mungkin belum disadari oleh istri. Siapa pun kita, apapun status kita di masyarakat kita punya peran besar dalam perbaikan kondisi umat.
Bahkan rasulullah pun berdakwah. Beliau tidak hanya menyeru, tapi beliau juga meriayah urusan umatnya. Beliau bukan sekadar dai, menyampaikan Islam lalu pergi, tidak. Tapi beliau adalah aktivis politik. Jangan maknai politik dengan gambaran politik praktis saat ini. Politik yang dimaksud adalah riayatul suunil ummat (mengurusi urusan umat).
Coba kalau Rasul hanya dai tanpa beliau mengurusi, mengapa rasul capek-capek berdakwah 13 tahun di Makkah? Kalau beliau tidak menghendaki perubahan, untuk apa beliau bersusah payah hijrah ke Madinah? Hijrahnya beliau tentu saja dalam rangka menciptakan lingkungan yang ideal untuk menerapkan Islam. Tak tiba-tiba, sebelum hijrahnya beliau melakukan aktivitas politik lainnya dengan mengirimkan Mus'ab bin Umair untuk menyiapkan Madinah dan menjadi sumber info kondisi terbaru di sana.
Inilah sejatinya Islam. Kita dikatakan Allah sebagai umat terbaik lantaran Islam mengajarkan dakwah. Jangan pernah menyepelekan dakwah yang kita lakukan. Tapi upayakan berdakwah sekuat tenaga.
Namun, tetap ada catatan kecil sebelum kamu berdakwah:
1. Ngaji dengan guru. Dengan mengkaji Islam artinya kamu sedang menyusun tenaga untuk suatu hari nanti siap menyuarakannya.
2. Belajarlah dari hal terkecil setidaknya mengingatkan orang lain untuk salat dan menutup aurat.
3. Niatkan karena Allah ta'ala. Semoga terhitung sebagai upaya kita memantaskan diri di hadapan Allah sebagai umat terbaik.
Semoga kita sama-sama sadar dan ikut andil dalam upaya kebangkitan peradaban Islam. Wallahu a'lam bishowab.*