Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Gugatan formil dan materil terhadap AD/ART Partai Demokrat dari kubu Moeldoko yang diklaim sebagai terobosan hukum menurut Yusril Ihza Mahendra kuasa hukum dari empat orang pimpinan Partai Demokrat yang dipecat karena ikut dalam Kongres Luar Biasa di Deli Serdang dapat membawa tiga implikasi besar, yaitu:
Pertama, jika gagal dan ditolak oleh Mahkamah Agung atas dasar tidak ada kewenangan MA untuk menguji AD/ART Partai yang merupakan kompetensi internal, maka kredibilitas Yusril Ihza Mahendra tentu merosot. Pakar hukum yang mencoba menerobos tanpa dasar atau melabrak hukum.
Kedua, uji formil materil yang dilakukan bukan persoalan murni hukum tetapi masuk area konflik politik. Keempat klien Yusril adalah personal kubu Moeldoko yang "kalah" dalam pertarungan politik dalam memperiuangkan Moeldoko untuk menjadi Ketum Partai Demokrat. Implikasinya baik menang atau kalah adalah terlibatnya Ketum PBB dalam konflik politik Partai Demokrat. Moral politik yang layak dipersoalkan.
Ketiga, jika berhasil memenangkan gugatan dimana AD/ART dapat diintervensi oleh kewenangan MA dan diuji bertentangan atau tidak dengan Undang-Undang, maka banyak partai politik akan berada dalam posisi yang labil meskipun partai-partai tersebut sudah terdaftar secara sah di Kemenhukham. Asas kepastian, keamanan dan perlindungan hukum menjadi tergoyahkan.
Bila AD/ART dapat diintervensi oleh Mahkamah Agung dengan alasan bertentangan dengan Undang-Undang maka bagaimana jika yang terjadi adalah AD/ART itu diduga bertentangan dengan aturan Konstitusi ? Lucu dan naif jika ternyata AD/ART Partai masuk ke dalam yuridiksi Mahkamah Konstitusi.
Ada celotehan jangan jangan tata tertib persidangan juga bisa di Judicial Review ke Mahkamah Agung. Begitu juga dengan sidang sidang komisi di arena kongres atau rakernas. Mahkamah Agung dapat masuk ke dalam se dalam-dalamnya. Tanpa batas.
Satu hal terpenting yang wajib menjadi catatan dan perhatian adalah bahwa AD/ART itu sebenarnya tidak termasuk susunan atau hierarkhi peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. Lalu jika beralasan kekosongan hukum, mengapa AD/ART Partai bukan UU Parpol nya yang di uji materil ? Memang Yusril bukan menerobos tetapi mengada-ada.
Mahkamah Agung seharusnya menolak gugatan Judicial Review dari advokat sekaligus Ketum PBB yang justru dapat menuai badai kontroversi baru baik dalam bentuk kekacauan hukum maupun kekacauan politik. Yang sedang dibela Yusril Ihza Mahendra adalah pembegalan brutal dan kudeta.
Yusril baik menang ataupun kalah telah ikut menanggung dosa politik akibat membantu upaya kelompok yang ingin merebut kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Hukum yang telah dijadikan sarana bagi suatu kezaliman. Kekuasaan dan keuangan yang menentukan.