Oleh:
Ummu Ayyash || Penulis tinggal Bantul, Yogyakarta
MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) bereaksi keras atas rencana perusahaan komik DC Comics yang akan meluncurkan karakter baru biseksual pada komik Superman. Mereka akan merilis tokoh yang diperankan John Kent tersebut pada November 2021.
MUI menilai komik sebagai bahan tontonan generasi muda, khususnya remaja dan anak-anak, adalah sangat berbahaya, karena bisa mempengaruhi perkembangan seksual yang menyimpang pada anak-anak. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Ketua Bidang Pengkajian dan Penelitian MUI, Prof Utang Ranuwijaya kepada wartawan, Jumat (15/10/2021).
Pengenalan karakter biseksual melalui komik juga dilakukan oleh perusahaan produsen animasi dan komik Marvel. Mereka mengganti karakter Captain America menjadi seorang gay. Bahkan ada beberapa tokoh lain yang juga dikisahkan memiliki orientasi biseksual. Propaganda melalui karakter tokoh superhero yang digandrungi anak-anak dan remaja nampaknya menjadi salah satu cara yang dipakai oleh arus pelangi.
Gerakan lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia memang semakin meresahkan. Mereka tidak lelah menggunakan berbagai cara untuk mempropagandakan pemikiran dan gaya hidupnya.
Selain itu yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah perkembangan konten-konten LGBT melalui media sosial. Konten LGBT sangat mudah muncul di aplikasi media sosial yang populer di kalangan anak muda seperti tiktok dan instagram.
Data yang ditunjukkan oleh pakar media sosial dan juga founder aplikasi Drone Emprit, Ismail Fahmi cukup mencengangkan. Lewat penelusurannya pada 10 September hingga 9 Oktober, ada 7.751 percakapan di Twitter tentang gay. Fahmi menjelaskan transmisi yang kaitannya dengan gay itu bersifat seperti promosi. Praktiknya bahkan sudah menjurus ke arah pornografi yang spesifikasinya untuk gay. Sejumlah hastag tentang gay sangat mudah diakses siapapun bahkan oleh anak-anak usia SMP.
Jika dilihat dari sebarannya di Indonesia, konten negatif tentang gay ini paling banyak didominasi di DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatra Utara, Jawa Tengah, Yogyakarta dan seterusnya.
Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan. Butuh sejumlah langkah nyata untuk menghentikan berbagai propaganda mereka.
Pertama, benteng keluarga. Keluarga menjadi basis utama dan pertama bagi anak dari bahaya LGBT. Orang tua harus membekali anak dengan pemahaman agama yang kuat sehingga tidak mudah terjerumus pada perilaku menyimpang.
Selain itu orang tua juga wajib memperhatikan pola asuh anak. Orang tua harus mengenali tahap-tahap tumbuh kembang anak khususnya dalam tumbuh kembang seksual. Orang tua juga harus membiasakan berdialog bersama anak sehingga saat muncul masalah akan lebih cepat tertangani.
Kedua, institusi pendidikan. Pemerintah melalui institusi pendidikan wajib memasukkan kurikulum tentang kesalahan LGBT dan bahayanya bagi kelangsungan eksistensi manusia. Di dalam pelajaran agama Islam disampaikan tentang keharaman LGBT dan adzab yang didapat oleh umat terdahulu yang melakukannya.
Para guru ikut mengawasi aktivitas para siswa dalam penggunaan media sosial dan pergaulan dengan teman. Hal ini juga harus disinergikan dengan pengawasan oleh orang tua di rumah maupun masyarakat saat anak berada di lingkungan umum.
Ketiga, peran negara. Negara wajib mengawasi, melarang dan menindak tegas penerbit komik maupun media sosial yang terbukti mengkampanyekan LGBT. Begitu pula berbagai kelompok maupun organisasi yang bergerak massif di tengah masyarakat untuk memperbesar komunitasnya.
LGBT bukanlah pilihan tapi penyimpangan terhadap fitrah kemanusiaan yang diciptakan oleh Alloh. Paham ini lahir dari kehidupan sekuler dan liberal yang memberi kebebasan tanpa batas.
Oleh karena itu sinergi antar keluarga, masyarakat, sekolah dan negara inilah yang dibutuhkan untuk menangkal penyebaran LGBT ini. Tanpa kerja keras dari semua pihak maka gerakan ini akan semakin besar dan luas sehingga mengancam generasi calon pemimpin bangsa di masa depan.*