Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Bandara Soedirman Purbalingga sepi penerbangan. Satu-satunya yang awalnya bertahan hanya maskapai Citylink. Kini rute Jakarta-Purbalingga-Surabaya ini akhirnya stop juga.
Banyak pihak mengkhawatirkan Bandara yang baru diresmikan 4 bulan ini bakal sama nasibnya dengan Bandara Kertajati, sepi dan mati.
Nampaknya proyek infrastruktur yang selalu didewa-dewakan oleh rezim ini tidak memiliki feasibility study yang baik. Pokoknya cepat selesai demi mengejar prestasi walaupun manipulatif. Prediksi asal-asalan, akibatnya mubazir dan negara merugi. 500 milyar untuk bandara Soedirman digunakan tanpa manfaat.
Begitu juga dengan Kereta Cepat Jakarta Bandung yang diduga bakal menjadi proyek mangkrak dan belepotan. Sudah menggunakan dana APBN, tetapi jika nantinya minim penumpang akibatnya ya mati juga. Ekonom memprediksi betapa sulit mengembalikan dana dari proyek KCIC ini.
Akhirnya jadilah bandara sebagai museum yang siap menampung pesawat-pesawat rongsokan. Sementara stasiun Kereta Api harus siap juga membuat Museum. Museum Kereta Cepat yang menarik untuk menjadi tontonan anak anak sekolah.
Light Tail Transit (LRT) Palembang Sumatera Selatan terus merugi. Menhub berdalih jangan bicara untung rugi karena demi kepentingan umum dan bersubsidi. Padahal saat awal merencanakan, hitungan untung rugi pasti menjadi pertimbangan. Lagi-lagi pertimbangan atau feasibility study yang tidak matang. Baru-baru ini uji coba LRT Jabodebek malah mengalami kecelakaan tabrakan di Cibubur. Ada ada saja.
Proyek jalan tol amburadul, main jual secara obralan. Pelabuhan sepi. BUMN bukannya untung malah jadi beban. Sungguh masa Pemerintahan ini adalah masa berdagang dengan merugi. Mengumbar investasi dan memperbanyak hutang luar negeri. Hebatnya dibawah koordinasi Menko investasi yang berperan multi fungsi.
Terbang-terbanglah pesawatku di daratan, bergerak cepatlah keretaku di angkasa. Di awang-awang ambisi yang tanpa kalkulasi. Rugi, rugi, dan rugi!