Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Kasus predator seks Herry Wirawan sudah terberitakan luas namun minim penjelasan resmi akibatnya dugaan menjadi bermunculan. Hal yang wajar atas peristiwa yang menghebohkan tetapi cenderung ditutup-tutupi.
Soal sebutan ritual syi'ah atau apapun menjadi bagian dari pertanyaan dan dugaan. Media yang juga minim informasi dari instansi resmi berjuang di aras investigasi. Namanya investigative news sebagai hal yang dikenal dalam dunia media.
Ahlul Bait Indonesia (ABI) yang mengklaim Syi'ah setelah mengklarikasi secara bias antara pembelaan dan ketakutan telah melangkah dengan melaporkan pihak yang juga ditutup-tutupi siapanya ke Bareskrim. Delik yang dituduhkannyapun tidak jelas, hanya syi'ah konon merasa dicemarkan. Lucu juga kok ada faham yang merasa tercemar.
Semestinya ABI yang merasa tercemar, tetapi siapa yang mencemarkan ABI? Tidak ada satupun pemberitaan yang menyinggung organisasi ABI. Kata anak milenial mah hal seperti ini namanya kegeeran. Gede rasa. Dari mana ABI tahu bahwa Herry Wirawan mengamalkan atau tidak ajaran mut'ah syi'ah kasusnya saja baru mulai terkuak dan proses peradilan belum usai. Tertutup lagi.
Tentu adalah hak siapapun untuk secara "cengeng" lapor lapor ke Kepolisian termasuk ABI. Tetapi ketika belum ada bukti hukum apa, siapa, dan bagaimana perbuatan keji HW dilakukan maka belum ada kualifikasi fitnah, hoaks, atau apapun. Semua dalam ruang dinamika dan diskursus.
Syi'ah atau bukan, mengamalkan ritual syi'ah atau tidak maka yang berhak menyatakannya adalah HW sendiri bukan ABI. ABI tidak memiliki legal standing sebagai pihak pengadu atau pelapor. Media yang dilaporkan berhak melaporkan balik ABI. Meski masyarakat telah menilai pengecutnya ABI tidak menjelaskan siapa yang diadukannya. Eh malah "menyuruh" polisi untuk mengusutnya. Enak saja.
Membawa media ke ranah Kepolisian adalah kebodohan hukum. Semestinya jika keberatan atas pemberitaan maka ada yang dinamakan hak jawab melalui media tersebut. Atau jika mengadu, maka pengaduan dilakukan kepada Dewan Pers untuk diuji konten pemberitaan melanggar atau tidaknya, bukan kepada Kepolisian. UU Pers mengatur hal ini.
Media yang dilaporkan atau diadukan dapat menyampaikan keberatan jika dipanggil oleh pihak Kepolisian. Bahkan sebaliknya jika merasa tercemarkan dapat melakukan perlawanan dengan melaporkan organisasi syi'ah ABI kepada Kepolisian tersebut.
Syi'ah diyakini oleh umat Islam sebagai faham sesat, banyak fatwa yang menyatakannya. Hal yang berbahaya bagi umat dan masyarakat yang dinilai merusak moral adalah kawin kontrak atau mut'ah. Sedangkan yang berbahaya bagi bangsa dan negara yang mengancam NKRI dari ajaran atau faham Syi'ah adalah ideologi Imamah. Baik mut'ah maupun ishmah Imamah sudah difatwakan haram dan sesat oleh MUI.