Sahabat VOA-Islam...
Kalender Masehi dalam bahasa latin disebut “Anno Domini” (AD) yang berarti "Tahun Tuhan". Era kalender ini didasarkan pada tahun tradisional yang dihitung sejak kelahiran Yesus dari Nazaret. Masehi dihitung sejak hari tersebut, sedangkan sebelum 1 Masehi disebut Sebelum Masehi (SM) atau "Before Christ" (sebelum kelahiran Kristus) yang disingkat BC.
Maka tak heran, dalam perayaan tahun baru amat kental dengan nuansa budaya di luar Islam, seperti meniup terompet, menyalakan kembang api dan membunyikan lonceng.
Jika dilihat dari latar belakang sejarahnya, maka perayaan tahun baru masehi, memiliki keterkaitan dengan hari raya natal. Sehingga, merayakannya tentu memiliki konsukuensi hukum (terlarang dalam Syariah). Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang masyhur,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut” (HR. Abu Dawud).
Jangankan ikut merayakan hari raya orang-orang kafir, mendekat pun dilarang. ’Umar radhiyallâhu ’anhu, beliau berkata,
اجتنبوا أعداء االله في عیدهم
“Jauhilah hari-hari perayaan musuh-musuh Allah.” (Sunan al-Baihaqî IX/234).
Apa yang disampaikan Umar, tentu bukan tanpa alasan. Al-Qur’an sudah menegaskan bahwa menyaksikan gegap gempita perayaan orang-orang kafir musyrik adalah terlarang. Apalagi dalam perayaan tersebut amat kental dengan maksiat. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِراماً
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS. Al-Furqan: 25).
Al-Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya tentang ayat di atas,
وهذه أيضا من صفات عباد الرحمن، أنهم: { لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ } قيل: هو الشرك وعبادة الأصنام. وقيل: الكذب، والفسق، واللغو، والباطل. وقال محمد بن الحنفية: [هو] اللهو والغناء. وقال أبو العالية، وطاوس، ومحمد بن سيرين، والضحاك، والربيع بن أنس، وغيرهم: هي أعياد المشركين. وقال عمرو بن قيس: هي مجالس السوء والخنا. وقال مالك، عن الزهري: [شرب الخمر] لا يحضرونه ولا يرغبون فيه، كما جاء في الحديث: "من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يجلس على مائدة يدار عليها الخمر".
Apa yang telah disebutkan di atas merupakan sebagian dan sifat-sifat hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu bahwa mereka {tidak pernah memberikan kesaksian palsu} menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud adalah tidak pernah berbuat kemusyrikan dan tidak pernah menyembah berhala. Menurut pendapat yang lainnya lagi ialah tidak pernah berdusta, tidak pernah berbuat fasik, tidak pernah berbuat kekafiran, tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak ada faedahnya, dan tidak pernah berbuat kebatilan.
Menurut Muhammad ibnul Hanafiyah, makna yang dimaksud ialah perbuatan yang tidak ada faedahnya dan bernyanyi.
Abul 'Aliyah, Tawus, Ibnu Sirin, Ad-Dahhak, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tidak pernah menghadiri hari-hari raya kaum musyrik. Menurut Umar ibnu Qais, maknanya ialah tidak pernah menghadiri majelis yang di dalamnya dilakukan kejahatan dan kefasikan.
Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, bahwa makna yang dimaksud ialah tidak pernah minum khamr dan tidak pernah menghadiri tempatnya serta tidak pernah menyukainya, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadits (diriwayatkan Imam At-Tirmidzi):
"مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ"
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka janganlah ia duduk di suatu hidangan yang digilirkan padanya minuman khamr. (Tafsir Ibnu Katsir: VI/130).
Oleh sebab itu, mari lindungi keluarga kita agar tidak larut dalam budaya orang-orang kafir, yang bisa menggerus keimanan.
sumber: www.ppsalmanalfarisi.com