Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Adalah Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menyatakan keinginan agar Presiden diperpanjang masa jabatan hingga tahun 2027.
Alasannya di samping dapat membenahi dampak pandemi juga menyiapkan perpindahan ibukota negara. Konon itu merupakan aspirasi para pengusaha dan membaca hasil survey.
Ungkapan Menteri Bahlil ini tidak jelas apakah inisiatif sendiri atau pesanan dari ruang istana. Pertanyaan muncul mengingat Presiden tidak membantah atau mengomentari "aspirasi" ini. Sejak awal sebenarnya sudah terasa adanya keinginan perpanjangan ini. Ketika pandemi melandai isu perpanjangan itu reda hingga tiba-tiba kini Bahlil Lahadalia berujar tentang perpanjangan hingga 2027 tersebut.
Bagi rakyat Indonesia keinginan untuk perpanjangan masa jabatan Presiden hingga 2027 itu adalah "ngelindur" karena :
Pertama, melanggar UUD 1945 yang membatasi masa jabatan Presiden hanya dua periode saja. Pelanggaran antara tiga periode dengan memperpanjang tiga tahun sama saja. Rakyat dapat mendesak Sidang Istimewa MPR atas dasar pelanggaran Konstitusi.
Kedua, Presiden yang gagal atau tidak mampu tetapi masih mencoba untuk memperpanjang masa jabatan sama saja dengan bunuh diri. Kebodohan pemimpin bangsa yang dipertontonkan secara terang-terangan. Bagai orang yang sempoyongan bangun dari tidurnya lalu mengoceh "aku ingin jadi raja lagi".
Ketiga, menipu rakyat dengan alasan yang dibuat-buat. Alasan pindah ibukota negara, trend survey, aspirasi pengusaha atau alasan lainnya hanya tipu-tipu rakyat saja. Kepentingan pribadi dan oligarkhi dibahasakan sebagai aspirasi atau program penting. Bullshit, omong kosong.
Bahlil tentu bukan bodoh atau bahlul dalam melempar isu, mesti ada nuansa atau kecenderungan yang menjadi misi dan tendensi. Bahlil adalah Menteri Jokowi. Dua status yang melekat atas lemparan isu ini yaitu pendompleng atau penjilat. Pendompleng karena jika Presiden tambah tiga tahun, maka Menteri juga ikut. Penjilat lebih mudah lagi untuk difahami.
Kini dengan adanya semangat untuk memperpanjang masa jabatan, maka rakyat berhak pula bersemangat untuk memperpendek masa jabatan. Sebelum 2024 Presiden sudah mundur. Jika memperpanjang artinya melanggar Konstitusi akan tetapi jika memperpendek maka itu sangat Konstitusional. Pasal 7A, 7B dan Pasal 8 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945 telah mengaturnya.