View Full Version
Kamis, 27 Jan 2022

Sesajen dan Seribu Dupa Mengiringi Doa, Layakkah Dilakukan?

 

Oleh: Widiy

 

Gerakan Aksi Seribu sesajen digelar di depan Balaikota Malang pada hari Sabtu, 22 Januari 2022. Penggagas acara ini adalah Gerakan Lintas Agama beserta pemeluk keyakinan dan kepercayaan di Malang Raya dalam rangka melawan intoleransi. Seruan kepada warga Malang untuk berpartisipasi, disambut antusias oleh beberapa kalangan. Diantaranya bersedia menyediakan sajen, dupa, lilin, tumpeng serta dana yang dibutuhkan dalam pelaksanan Kegiatan Ngaji Budaya Nusantara Satu dalam Lintas Peradaban. Disebutkan bahwa kegiatannya meliputi doa lintas agama dan orasi budaya.

Hal ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut atas diskusi yang digelar pada Rabu, 12 Januari 2022. Mereka memilih tajuk Melawan Intoleransi di Kedai Merdeka seputaran Kayutangan Malang. Diskusi Gerakan Lintas Agama tersebut dihadiri oleh salah satu anggota DPRD, perwakilan dari partai, ormas Pemuda Pancasila (PP) dan Satgas PDI Perjuangan. Deklarator acara diskusi Hisa Al-Ayubbi Sholahudin pengasuh PPIQ Darul Hidayah, mengatakan kalau dirinya malu dan jengkel ketika pertama kali melihat video viral sosok lelaki (HF) yang menendang sesajen di kawasan Semeru beberapa waktu yang lalu. (Portal Indonesia.com)

Mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh HF merupakan tindakan intoleransi karena telah mencoreng hak kebebasan beribadah dan berkeyakinan individu, serta melukai nilai kebangsaan dan toleransi. Sesajen diyakini merupakan bagian dari kepercayaan masyarakat sekitar Semeru sejak lama, seperti halnya animisme. Masyarakat mempercayai bahwa bumi sebagaimana gunung hingga gua memiliki jiwa yang harus dihormati, agar tidak mengganggu manusia.

Sebaliknya dengan Islam. Agama ini mengajarkan tidak boleh menghormati dan menyembah selain Allah. Sebagaimana makna syahadat dengan tegas menyatakan hal ini yaitu menyatakan pengakuan akan keesaan Allah dan menjadikan Muhammad sebagai rasulNya. Konsekuensi yang terkandung di dalamnya adalah ibadah yang dilakukan hanya ditujukan kepada Allah saja dan meninggalkan segala bentuk peribadahan kepada selain Allah (benda dalam bentuk apapun). Allah berfirman dalam Surat Al Baqarah: 21 yang artinya, “Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”

Adapun jika berkaitan dengan cara untuk menyampaikan seruan Allah agar senantiasa bertakwa maka Islam mengajarkan dengan penuh kelembutan. Islam tidak memperkenankan kekerasan, sebagaimana Rasulullah mencontohkan. Dakwan harus disampaikan dengan cara yang ma’ruf. Sebagaimana firman Allah ,”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan jalan yang baik. Sesungguhnya Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Langkah yang diambil masyarakat Malang untuk melaksanakan kegiatan orasi budaya dan doa bersama disertai dengan pembakaran seribu dupa beserta rangkaian sesajen, merupakan upaya untuk mengambil jalan tengah. Pluralisme tersirat nyata yaitu anggapan bahwa semua agama sama, hingga doa dilantunkan bersama-sama. Acara ini sarat dengan pesan bahwa Islam mengambil jalan tengah (moderat) yaitu membolehkan keberadaan sesajen dengan alasan sebagai tradisi dan budaya bangsa. Pendapat ini tak terlepas dari keberhasilan ide moderasi beragama, ditambah dengan terjadinya praktik kesyirikan yang nyata.

Gencarnya serangan moderasi beragama, adalah upaya untuk menghadang pelaksanaan Islam Kaafah. Ide ini meruppakan kerpanjangan tangan dari ide sekularisme yang mengarahkan kaum muslimin untuk mengambil jalan tengah. Mereka menggunakan aturan Islam hanya dalam ibadah mahdah saja, sedangkan urusan lainnya hanya mengandalkan kata hati dan perasaan saja dengan mengikuti arus dan kebiasaan di tengah masyarakat.

Melihat fenomena di atas, sungguh butuh sinergi antara individu, masyarakat dan institusi pemegang kebijakan publik agar ketakwaan senantiasa terjaga, baik penjagaan aqidah dari sisi eksternal maupun internal. Karena secara internal manusia butuh kekuatan ibadah sebagai bentuk penyembahan kepada Sang Khaliq agar selalu tunduk pada perintah Allah. Secara eksternal butuh peran masyarakat sebagai pengontrol tiap perilaku individu, berlandaskan pada aturan yang telah ditetapkan oleh Allah.

Ditambah harus ada peran negara yang melindungi warganya dengan aturan Islam dan memberikan sanksi yang tegas dan mampu menjerakan. Bila semua komponen ini bersatu, maka selamatkan akidah masyarakat dari segala jenis bentuk kesyirikan, insya Allah. Wallahua’lam bishawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version