Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Keppres No 2 Tahun 2022 telah menuai kontroversi. Masalahnya bukan pada hari penegakan kedaulatan negara yang menjadi judul Keppres, akan tetapi soal peran-peran tokoh yang diangkat dan ditenggelamkan. Bahwa Kepres itu bukan buku sejarah, anak SD juga tahu. Akan tetapi mengangkat satu tokoh dan menenggelamkan tokoh lain adalah tidak fair. Bagian dari penipuan sejarah.
Mahfud MD beralasan bahwa tidak perlu mencantumkan semua tokoh sejarah yang berperan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 cukup tokoh-tokoh utama penentu yang perlu dituangkan dalam konsiderans Keppres. Munculah Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Hamengkubuwono IX dan Jenderal Soedirman. Soeharto tidak dimunculkan.
Yang dikritisi publik adalah tidak dicantumkan peran Soeharto dalam Keppres No 2 tahun 2022 tersebut yang menimbulkan pertanyaan publik mengapa Soeharto ditenggelamkan?
Sesungguhnya satu hal yang luput untuk masuk ruang perdebatan adalah sejauh mana peran Soekarno dalam serangan tersebut ? Berlebihan dan palsukah sebutan bahwa serangan tersebut "disetujui" dan "digerakkan" oleh Soekarno dan Hatta?
Sulit diterima adanya peran Soekarno dan Hatta dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Pemerintahan saat itu bukan di bawah kendali Soekarno dan Hatta tetapi Sjafroeddin Prawiranegara sebagai Presiden PDRI.
Soekarno sedang ditahan di Sumatera dan dalam pengawasan penuh Belanda. Tidak mungkin dapat "menyetujui" apalagi "menggerakkan".
Dalam Naskah Akademik Keppres "Hari Penegakan Kedaulatan Negara" ternyata juga tidak ditemukan peran Soekarno dalam memberi persetujuan. Hamengkubuwono dan Soedirman tentu tidak merasa perlu untuk mendapat "persetujuan" dari Soekarno dan Hatta karena keduanya berada di pengasingan. Tidak logis Soekarno dapat "menggerakkan" serangan ke Yogyakarta dari area penahanan atau pengasingannya di Parapat Sumatera Utara.
Rezim Jokowi memang sedang menghidupkan Soekarno dan membunuh Soeharto. Contoh lain adalah pembangunan patung Soekarno di Akmil Magelang dan menghancurkan diorama penumpasan G 30 S PKI di Museum Makostrad Jakarta. Jenderal Dudung Abdurrahman sebagai operator pembangunan patung Soekarno di Akmil sekaligus penghancur diorama Soeharto di Makostrad AD.
Jika Pemerintah Jokowi melalui Mahfud MD tetap bersikukuh pada Keppres yang cacat sejarah tersebut, maka publik tentu berharap ada koreksi, jika tidak, tentu usai masa Pemerintahan Jokowi nanti, Keppres No 2 tahun 2022 dapat dibatalkan dan direvisi sesuai dengan peristiwa sejarahnya. Soekarno hilang, Sjafroeddin muncul. Soeharto akan tercantum kembali bersama Hamengkubuwono IX dan Jenderal Soedirman.
Tindakan lain, patung Soekarno di Akmil Magelang jika tetap ada maka harus bersama Hatta. Sementara diorama penumpasan G 30 S PKI di Makostrad AD harus dibangun kembali.
Keppres No 2 tahun 2022 memang bukan buku sejarah, tapi rezim telah membuat dokumen sejarah sesat dengan Keppres ini.
Seolah membuktikan kalimat "history always written by the winners".
Nah, sejarah itu tidak boleh diputarbalikkan, pak Jokowi.