Oleh: Tita Rahayu Sulaeman
Umat Islam tengah dibuat geram oleh penjual miras. Holywings, sebuah bar di wilayah jakarta yang menjual miras membuat promo memberikan gratis satu botol minuman beralkohol bagi pemilik nama Muhammad dan Maria. Buntut kejadian ini, outlet Holywings di beberapa kota didatangi sejumlah masa untuk melayangkan protes. Sementara di sosial media, tagar #TutupHolywings mencuat. Umat Islam menuntut Holywings tutup permanen.
Polisi telah menetapkan enam orang tersangka terkait promosi Holywings. Enam orang ini merupakan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas promosi menggratiskan minuman beralkohol pada pemilik nama Muhammad dan Maria (republika.co.id 27/06/2022).
Perusahaan Holywings Indonesia meminta maaf atas kejadian ini. Hotman Paris Hutapea sebagai investor mengatakan ini sebuah kekhilafan oknum perorangan. Ia mengingatkan bahwa ada 3000 orang lainnya yang bekerja di Holywings Indonesia. Mereka akan terdampak jika Holywings ditutup. Sebanyak 2850 orang karyawannya beragama Islam. Ia mempertegas bahwa konten promosi adalah sebuah kekhilafan (republika.co.id 28/06/2022).
Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang mulia bagi umat Islam. Maka wajar umat Islam merasa marah ketika nama nabi Muhammad SAW disandingkan dengan minuman beralkohol. Jika ini adalah sebuah Teknik marketing maka sungguh Teknik marketing yang amat hina. Mereka berharap mendatangkan uang dengan melakukan penistaan. Keberadaan tempat-tempat yang menjual minuman beralkohol bagi umat Islam sudah sangat mengganggu. Ditambah lagi dengan tindakan penistaan. Maka tak heran bila sampai ada tuntutan untuk ditutup permanen.
Akibat Sekulerisme, Demokrasi dan Kapitalisme
Sebelum kasus penistaan yang dilakukan perusahaan penjual miras ini mencuat, sebetulnya masyarakat sudah cukup khawatir dengan peredaran Miras. Kedai minuman, kafe maupun toko-toko tertentu diperbolehkan menjual barang haram tersebut dengan dalih telah berizin. Penggerebekan dilakukan oleh aparat hukum hanya dilakukan pada miras level oplosan. Sementara gedung yang memproduksi maupun menjual miras tetap berdiri kokoh.
Inilah yang terjadi ketika syariat Islam disingkirkan dari kehidupan dan bernegara. Manusia merasa memiliki kebebasan membuat aturannya sendiri. Padahal aturan-aturan dibuat hanya untuk kepentingan golongan tertentu yang membawa pada kerusakan umat manusia. Keserakahan manusia juga telah membutakannya dari batasan halal-haram yang telah Allah SWT tetapkan. Selama mendatangkan materi, tak masalah bila tidak sesuai aturan agama.
Sistem Demokrasi sejatinya tak pernah berpihak pada penegakan syariat. Terutama bagi aturan-aturan Islam yang bersinggungan dengan para pemilik modal. Sistem pemerintahan Demokrasi telah meletakan kedaulatan pada manusia. Maka ayat-ayat suci bukanlah standar bagi penguasa untuk menentukan kebijakannya.
Selain Aturan Islam, Hanya Membawa Pada Kerusakan
Allah telah menetapkan bahwa khamr atau minuman keras adalah haram. Di dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah telah Allah sampaikan.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dengan khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” [Al-Maa-idah : 90-91]
Rasulullah SAW juga melaknat sepuluh orang yang terlibat dalam khamr. Dari Anas bin Malik, dia berkata;
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat sepuluh golongan dengan sebab khamr: orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawanya, orang yang minta di antarkan, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang makan hasil penjualannya, orang yang membelinya, dan orang yang minta dibelikan. [HR. Tirmidzi, no. 1295; Syaikh al-Albani menilai hadits ini Hasan Shahîh”].
Manusia yang memiliki akal, pasti mampu menilai bahwa minuman keras adalah sesuatu yang buruk, merusak kesehatan juga akal peminumnya. Belum lagi kriminalitas yang ditimbulkannya. Maka aturan Islam hadir untuk menunjukkan keharamannya. Bila pun ada budaya meminum minuman keras, maka sudah sepatutnyalah budaya yang tunduk pada syariat. Itulah yang terjadi di masa Rasulullah dahulu. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google