Oleh : Ahmad Khozinudin (Sastrawan Politik)
Sambo dikabarkan menulis surat, dan meminta maaf. Namun, maaf itu tidak ditujukan kepada keluarga Brigadir Josua dan segenap rakyat Indonesia.
Permintaan maaf itu hanya ditujukan kepada rekan dan seniornya di institusi Polri. Permintaan maaf, atas dampak langsung pada mereka. Bukan minta maaf karena telah membunuh Brigadir J yang juga anggota Polri.
Judulnya minta maaf, tapi mengandung arogansi. Songongnya minta ampun.
Dia hanya minta maaf ke koleganya di Polri. Padahal, semestinya dia minta maaf yang pertama kepada keluarga Brigadir Josua.
Dia hanya minta maaf ke koleganya di Polri. Dikira, kejahatannya hanya berdampak pada Polri. Padahal, dampak destruktif kepada masyarakat, berupa ketakutan dan kecemasan, akibat tidak memiliki polisi yang amanah, khawatir nyawa melayang seperti Brigadir J, tidak diindahkan. Seolah, seluruh rakyat dalam kasus ini cuma dianggap penonton, bukan korban.
Dan sombongnya lagi, dia tetap menyebut namanya dengan gelar akademik dan kepangkatan yang lengkap. Padahal, dia itu sampah, penyakit masyarakat yang harus segera dimusnahkan.
Dia mau mencontek gaya Irjen Pol (purn) Napoleon Bonaparte. Bedalah. Napoleon menghajar penjahat, si Kace penista agama. Sedangkan Sambo? Dia membantai anggota Polisi.
Kalau penulis dimintai maaf, sampai mati tidak dimaafkan. Enak saja ngomong maaf, tidak mikir apa daya destruktif kelakuannya bagi institusi Polri? bagi segenap bangsa dan rakyat Indonesia?
Kalau masih ada kaki tangan Sambo di tubuh Polri, sebaiknya diamputasi semua. Berbahaya, geng Sambo bisa saja berkelakuan seperti Sambo.
Bersihkan Polri dari unsur Sambo. Masih banyak polisi jujur dan amanah, yang bisa diajak bersinergi membangun negeri.
Daripada mempertahankan nila setitik, rusak air susu se belanga. Lebih baik, segera pecat semua polisi geng Sambo. Kembalikan kepercayaan Polri, dengan melakukan pembersihan terhadap geng Sambo. [PurWD/voa-islam.com]