View Full Version
Kamis, 20 Jul 2023

Ironi Karhutla Kembali Terjadi, Apa yang Salah?

 

Oleh: Khusnul Khotimah S.Pd

(Anggota Komunitas Penulis Peduli Umat - Kota Malang)

 

Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) berulang terjadi di berbagai wilayah Indonesia.  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia sepanjang Januari sampai pertengahan Juni 2023, mencapai 28.019 hektare. Kebakaran itu sekaligus melepaskan 2,84 juta emisi karbondioksida.

Berdasarkan data Sipongi+ KLHK, lima provinsi tertinggi karhutla adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni mencapai 5.211 hektare, Kalimantan Barat seluas 4.172 hektare, Lampung seluas 2.272 hektare, Sulawesi Tenggara seluas 1.961 hektare, dan Maluku seluas 1.953 hektare.( _suarasurabaya.net, 18 Juni 2023_ ). Kerugian dari karhutla ini begitu banyak mulai masalah ekologi, ekonomi, sosial budaya, politik hingga korban terserang penyakit ISPA ( Infeksi Saluran Pernapasan Akut), diare, diatesis dan seterusnya khususnya di wilayah sekitar kejadian kerusakan lingkungan yang mengerikan dan polutan  berbahanya yang dihasilkan begitu mudah diindra.

Kebakaran hutan dan lahan yang terus terjadi di berbagai wilayah Indonesia seolah tidak menemukan solusi tuntas untuk menekan kejadian tersebut terulang kembali. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya kejadian tersebut dari tahun ke tahun. Penyebab karhutla ini bisa disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami seperti pengaruh El-Nino yang menyebabkan kemarau panjang sehingga tanaman menjadi kering dan mudah terbakar. Faktor manusia berupa pembukaan lahan dengan cara membakar atau pembuatan api unggun yang lupa dimatikan sehingga menyambar pepohonan dan semak yang ikut terbakar.Jika kita cermati ternyata penyebab kebakaran hutan yang terjadi di NTT secara tiga bulan berturut-turut di tahun 2023 ini karena ulah manusia dalam pembukaan lahan. Padahal tahun 2022 di NTT tidak terjadi kebakaran hutan. ( _antara.com, 18/06/2023)

Upaya penanganan Karhutla di tahun 2023 ditindaklanjuti oleh Mendagri dengan menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kesiapsiagaan Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Karhutla yang ditujukan kepada seluruh gubernur maupun bupati/wali kota. ( _kemendagri.go.id/15/06/2023_). Pemerintah berharap dengan diterbitkannya peraturan tersebut bisa menanggulangi karhutla lebih optimal di tahun 2023. Namun, sangat disayangkan dengan rekam jejak penerapan perundang-undangan selama ini di Indonesia banyak terjadi penyalahgunaan. Hukum hanya tajam terhadap masyarakat bawah, pihak - pihak dengan modal banyak bisa memanipulasi hukum. Hal ini terbukti dengan adanya pihak-pihak swasta yang bisa membuka lahan untuk kepentingan bisnis. Kondisi semacam ini disebabkan pragmatisme para penguasa dalam sistem Kapitalis. Sistem kapitalis akan selalu mementingkan pihak-pihak yang bermodal besar. Maka wajar, jika karhutla terus terjadi meskipun dibuat perundang-undangan.

Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki solusi atas permasalahan KarHutla ini. Dalam Islam hutan dan lahan  merupakan harta milik umum yang tidak boleh diberikan kepada asing ataupun tunduk dengan agenda yang dibuat oleh asing.

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Manusia itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Negara sebagai pemelihara urusan rakyat adalah pihak yang bertanggungjawab penuh dalam pengelolaan hutan dan lahan sehingga semua warga masyarakat terjamin dalam memperoleh manfaatnya. Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam melalui lisannnya yang mulia, yang artinya, “Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan pengembala, dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya” (HR Bukhari).

Pada masa daulah Islam yang dipimpin langsung oleh Rasulullah telah memberikan contoh bahwa terkait kepemilikan umum adalah di kelola negara. Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa,  dari Ibnu al-Mutawakkil bin ‘Abdul-Madân, dari Abyadl bin Hammâl r.a, bahwasanya ia berkata:

“Sesungguhnya dia (Abyadl bin Hammâl) mendatangi Rasulullah saw, dan meminta beliau saw agar memberikan tambang garam kepadanya. Ibnu al-Mutawakkil berkata,”Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma’rib.” Nabi saw pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika, Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukan Anda, apa yang telah Anda berikat kepadanya?Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir”. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyadl bin Hammâl)”. (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban).

Dari hadits tersebut dapat kita pahami bahwa sesuatu yang berkaitan dengan kepemilikan umum tidak boleh dimiliki individu atau kelompok tapi harus dikelola oleh negara. Maka tidak ada solusi lain untuk permasalahan KarHutla adalah dengan menerapkan Syariah Islam dalam negara. Apabila salah satu perkara syariah ini terbaikan maka akan nampak kerusakannya. Untuk itu kita semua tentu berharap agar Syariah Islam yang berkaitan dengan pengelolaan hutan dan lahan serta aspek-aspek yang lain bisa segera terealisasi, namun tentu proses realisasinya tidak mudah. Membutuhkan kesabaran dan perjuangan untuk menyampaikan kepada masyarakat dan pemerintah sebagai wujud keimanan kita agar hukum Islam wajib kita terapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Untuk itu marilah kita sesama muslim bahu membahu berusaha mewujudkan Syariah Islam dalam negara sehingga rahmatan lil alamin dapat dirasakan untuk seluruh umat manusia. Wallahu’lam bis showab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version