View Full Version
Selasa, 30 Jan 2024

Akankah Menaikkan Gaji Pejabat Mencegah Mereka Korupsi?

 

Oleh: Natasya

Calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo-Gibran belakangan ini mengemukakan pendapatnya dalam pemberantasan korupsi. Keduanya beranggapan bahwa adanya koruptor di Indonesia disebabkan oleh jaminan hidup pejabat yang kurang memadai dan sejahtera. Sehingga, yang perlu kita lakukan adalah memandang masalah ini secara realisme, yang mana, cara pencegahannya adalah dengan menaikkan jaminan taraf hidup para penanggung jawab pemerintah, singkatnya, naikkan saja gaji pejabatnya.

Pandangan tersebut tentu saja menuai banyak sekali komentar dari warganet. Bagi pendukungnya, pandangan mereka bagus dan realistis. Sedangkan bagi yang masih netral, pandangan tersebut dianggap aneh dan tidak masuk akal. Karena bagaimana mungkin menghukum seorang koruptor dengan malah mensejahterakan hidup mereka.

Walau sebenarnya pandangan tersebut lebih tepatnya adalah sebuah pencegahan. Namun tetap saja tidak etis mengingat perekonomian Indonesia yang masih belum maju dan banyak gaji buruh dan guru yang masih kecil. Ditambah lagi kasus korupsi di Indonesia sekarang levelnya tidak lagi dalam kondisi pencegahan melainkan harus diberantas saking banyak dan gawatnya. Jadi, memperkaya pejabat dengan harapan mereka akan terhindar dari korupsi atau berhenti korupsi adalah omong kosong.

Dari Ibnu ‘Abbas, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6436).

Memiliki banyak uang bukan berarti tidak akan tergiur dengan uang lainnya. Mau gajinya dinaikkan terus jumlahnya, kalau punya  hasrat korupsi, ya, akan korupsi juga pada akhirnya. Toh, sudah banyak buktinya orang yang korupsi itu kebanyakan dari kalangan pengusaha kaya raya. Setelah tertangkap karena korupsi pun hartanya masih ada.

Memiliki banyak uang juga bukan berarti para pejabat itu akan tiba-tiba baik moralnya dan menjadi idealis yang tidak akan pernah korupsi. Justru aturan tersebut tadi bisa membuat para pejabat kita justru makin meremehkan korupsi.

Di mana letak logikanya, seorang pencuri disejahterakan hidupnya. Iya kalau mencurinya itu sekedar seribu atau dua ribu rupiah. Orang triliunan. Alasan mencurinya pun bukan karena kelaparan atau tidak sejahtera, tapi karena terlalu sejahtera sampai-sampai menginginkan kesejahteraan yang lebih sejahtera lagi.

Harusnya, daripada menaikkan gaji pejabat yang kalau kerja sama sekali tidak becus itu, akan lebih baik jika kesejahteraan guru diperhatikan. Gaji guru yang bahkan bisa lebih kecil daripada kasir Indomaret itu sudah merupakan rahasia umum yang memalukan.

Apa harus, para guru itu korupsi dulu, baru dinaikkan gajinya? Jika begitu maka semakin hancurlah Indonesia jika pendidikan tidak dijadikan pilar utama. Karena kunci majunya sebuah negara adalah dari bagaimana kualitas manusianya. Dan kualitas yang dimaksud hanya bisa ada jika pendidikannya diprioritaskan. Lantas, jika pendidikan diprioritaskan paling akhir, terus korupsi dianggap sepele, mau diapakan negara ini? NKRI harga mati hanya omong kosong jika yang merusak NKRI-nya malah yang katanya paling menjunjung NKRI.

Tidak logis? Ya, memang. Dunia politik itu rumit dan akan lebih rumit bila semua peraturan undang-undangnya diserahkan kepada manusia. Apalagi jika manusianya model macam ini. Model yang sebenarnya haus akan kekuasaan tapi berteriak tidak haus dan siap mengabdikan diri untuk Indonesia. Padahal kebijakan yang dilontarkan ini adalah salah satu kebijakan yang paling merusak sebenarnya. Semoga Allah selalu melindungi Indonesia dari penguasa-penguasa yang merusak. Aamiin. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version