View Full Version
Senin, 16 Mar 2020

Jenazah Positif Corona, Tetap Dimandikan dan Dikafankan?

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Di Indonesia, Corona telah mewabah. Sudah dinyatakan sebagai Pandemi. Beberapa korban positif Korona akhirnya meninggal dunia. Kekhawatiran dan rasa takut tertular dirasakan orang dekat yang mengurus jenazahnya. Dari memandikan, mengafani, dampai menguburkannya.

Ustadz Farid Nu'man Hasan, S.S. dalam tulisan beliau berjudul “Menyikapi Jenazah Virus Menular” menjawab polemik ini.

[Baca: Doa-doa Perlindungan dari Penyakit Corona]

Tulisan viral di medsos pada Senin, 23 Rajab 1441H / 16 Maret 2020 pagi, tidak langsung membahas penangan jenazah korban meninggal Covid-19. “Jika seseorang wafat disebabkan penyakit menular, yang penularannya begitu ganas dan cepat, baik melalui sentuhan, udara, air (liur, bersin), dan lainnya,.. Maka bagaimanakah penanganan jenazahnya?”

Pertama. Tetap dimandikan dan dikafankan secara wajar, dengan syarat petugasnya memakai pakaian khusus secara lengkap (seperti pakaian astronot), berkualitas, yang dapat menghindarinya kontak secara langsung dengan jenazah.

Kedua. Jika cara pertama tidak mungkin dilakukan, karena tidak tersedianya pakaian khusus yang dimaksud di sebuah tempat. Atau sangat sulit untuk memperolehnya atau begitu lama, sementara jenazah harus cepat ditangani agar tidak menimbulkan bahaya kepada seisi rumah atau sekitarnya. Dalam keadaan seperti itu sangat mungkin kita memakai pendapat marjuh (lemah) -dalam keadaan normal pendapat ini tidaklah terpakai-, yaitu bahwa memandikan mayat dan mengkafaninya adalah sunnah muakkadah, bukan kewajiban, yaitu pendapat sebagian Malikiyah yang mengatakan sunnah kifayah.

Kata Imam Ibnu Rusyd Rahimahullah:

فإنه قيل فيه إنه فرض على الكفاية. وقيل سنة على الكفاية. والقولان كلاهما في المذهب

والسبب في ذلك: أنه نقل بالعمل لا بالقول، والعمل ليس له صيغة تفهم الوجوب

“Dikatakan bahwa memandikan mayat itu fardhu kifayah. Dikatakan pula sunnah kifayah. Dua pendapat ini ada dalam pendapat madzhab (Maliki). Hal ini disebabkan tentang memandikan mayat itu  diriwayatkan melalui perkataan dan perbuatan (Rasulullah), dan dari perbuatan itu tidak ada bentuk kata yang bisa dipahami bahwa itu kewajiban.” (Bidayatul Mujtahid)

Kalangan Malikiyah yang bilang Sunnah adalah: Ibnu Abu Zaid, Ibnu Yunus, Ibnul Jallab, dan ditenarkan oleh Ibnu Bazizah. (Lihat Hasyiyah ad Dasuqi, 4/94, Hasyiyah al 'Adawi' ala Kifayah ath Thalib, 7/425)

Hal ini dipertimbangkan oleh beberapa kaidah:

اَلضَّرَرُ يُزَالُ

"Bahaya itu mesti dihilangkan."

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

"Jangan membahayakan/merusak dan jangan terjerumus dalam bahaya/kerusakan.” Demikian. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version