View Full Version
Selasa, 17 Aug 2021

Rabu – Kamis, Jadwal Puasa Tasu’a dan ‘Asyura 1443 H.

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Tasu’a sebutan untuk hari kesembilan Muharram. Sedangkan ‘Asyura adalah sebutan untuk hari kesepuluhnya. Disunnahkan berpuasa di dua hari ini berdasarkan amalan dan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Jadwal Puasa sunnah Tasu'a dan 'Asyura, adalah Rabu – Kamis, 9 - 10 Muharram 1443 H, bertepatan dengan Rabu, 18-19 Agustus 2021 M.

Anjuran & Keutamaan Puasa ‘Asyura

Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu Umar, dan Asiyahbahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam telah berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya. Beliau juga menjelaskan keutamaannya, berpuasa pada hari tersebut bisa menghapuskan dosa setahun yang lalu.

Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma pernah menceritakan tentang puasa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam,

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ

Aku tidak penah melihat Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersemangat puasa pada suatu hari yang lebih beliau utamakan atas selainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari ‘Asyura dan pada satu bulan ini, yakni bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

"Puasa hari 'Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu." (HR. Muslim)

Anjuran Berpuasa Tasu’a

Bagi seseorang yang berniat menjalankan shiyam ‘Asyura disunnahkan untuk menambahkan berpuasa satu hari sebelumnya, yaitu tanggal 9 Muharram. Hari kesembilan ini dikenal dengan hari Tasu’a. Tujuannya, untuk menyelisihi kebiasaan puasanya ahlul Kitab.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, beliau berkata, “Ketika Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa padanya, mereka menyampaikan: Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani.

Kemudian beliau Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ صُمْنَا يَوْمَ التَّاسِعَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Kalau begitu, pada tahun depan insya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan”. Dan belum tiba tahun yang akan datang, namun Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam sudah wafat.” (HR. Muslim)

Imam Al-Syafi’i dan para sahabatnya, Ahmad, Ishaq dan selainnya berkata, “Disunnahkan berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh secara  keseluruhan, karena Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam telah berpuasa pada hari ke sepuluh dan berniat puasa pada hari kesembilan.”

Hikmah Berpuasa Hari Tasu’a

Imam al-Nawawi rahimahullaah menyebutkan tentang tiga hikmah dianjurkannya shiyam hari Tasu’a:

Pertama, maksud disyariatkan puasa Tasu’a untuk menyelesihi orang Yahudi yang berpuasa hanya pada hari ke sepuluh saja.

Kedua, maksudnya adalah untuk menyambung puasa hari ‘Asyura dengan puasa di hari lainnya, sebagaimana dilarang berpuasa pada hari Jum’at saja. Pendapat ini disebutkan oleh al-Khathabi dan ulama-ulama lainnya.

Ketiga, untuk kehati-hatian dalam pelaksanaan puasa ‘Asyura, dikhawatirkan hilal berkurang sehingga terjadi kesalahan dalam menetapkan hitungan, hari ke Sembilan dalam penanggalan sebenarnya sudah hari kesepuluh.

Alasan pertama yang paling kuat, yaitu untuk menyelisihi ahli kitab. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam al Fatawa al-Kubra berkata, “Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam melarang bertasyabbuh dengan ahli kitab dalam banyak hadits. Seperti sabda beliau tentang puasa ‘Asyura,

لَئِنْ عِشْتُ إلَى قَابِلٍ لاَصُومَنَّ التَّاسِعَ

Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan.” (HR. Muslim)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullaah dalam catatan terhadap hadits ini, “Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan” berkata: keinginan beliau untuk berpuasa pada hari kesembilan dibawa maknanya agar tidak membatasi pada hari itu saja. Tapi menggabungkannya dengan hari ke sepuluh, baik sebagai bentuk kehati-hatian ataupun untuk menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Dan ini merupakan pendapat yang terkuat dan yang disebutkan oleh sebagian riwayat Muslim.” Wallahu A'lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version