View Full Version
Kamis, 14 Oct 2021

Setiap Langkah Terhitung Pahala Puasa dan Tahajjud Setahun

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.  Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Allah muliakan umat Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan Yaumul Jum’ah. Hari besar pekanan untuk kaum muslimin. Mereka berkumpul di tengah siang untuk menegakkan ibadah; mendengar khutbah dan shalat Jum’ah. Disediakan pahala berlimpah di dalamnya, ampunan, dan terkabulnya doa. Rugi yang tidak menjadikannya sebagai hari berbahagia dengan keimanan dan ketaatan.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata, “telah diperlihatkan hari Jum’at kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Datanglah Jibril yang di telapak tangannya seperti cermin putih cemerlang, di tengahnya seperti sebuah titik hitam. Maka beliau –Shallallahu 'Alaihi Wasallam- bertanya: “Apa ini, wahai Jibril?” Dia menjawab: “Ini adalah Jum’at yang diperlihatkan oleh Rabb-mu supaya menjadi hari raya bagimu dan umatmu sepeninggalmu. Bagi kalian pada hari itu suatu kebaikan…” (Al-Hadits; dihasankan oleh Syaik Zayid dalam Al-Jami’ li-Ahkamil ‘Idain, hal. 17 dan disebutkan juga dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib)

Salah satu keutamaan yang disediakan di hari ini adalah ibadah shalat Jum’at dan amalan yang mengirinya. Allah telah perintahkan langsung ibadah ini dalam kitabnya yang menunjukkan keutamaannya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumu'ah: 9)

Kaum muslimin diperintahkan mempersiapkan diri untuk meraih kemuliaan dalam ibadah itu. Mulai dari mandi besar, mengenakan pakaian bagus dan layak untuk ibadah, memakai parfum, pergi lebih awal, berjalan kaki, mendekat kepada imam, dan menyimak dengan seksama khutbah imam. Termasuk memanfaatkan berdoa di antara khutbah dan shalatnya.

Diriwayatkan dari Aus bin Aus Radliyallah 'Anhu, berkata, "aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا

"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun." (HR. Abu Dawud no. 1077, al-Nasai no. 1364 Ahmad no. 15585. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 6405)

Makna Ghassala adalah membasuh (mengguyur) kepala. Dalam bahasa kita dikenal dengan keramas atau mandi besar. Ini ditunjukkan hadits riwayat Abu Dawud dari Aus al-Tsaqafi, “Siapa membasuh/mengguyur kepalanya di hari Jum’at dan mandi besar. . . “ (dishahihkan oleh Al-Albani)

Kemudian ia lebih pagi pergi ke masjid dan ini menjadi salah satu syarat diperolehnya keutamaan besar “maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun." Di mana pahala dan keutaman ini hampir menyerupai Lailatul Qadar, namun diperoleh dengan amal yang lebih sedikit dan ringan.

Siapa yang menunda-nunda pergi ke masjid dan datang terlambat maka ia luput dari keutamaan ini. Ia telah mengharamkan dirinya dari pahala yang sangat besar ini.

Imam al-Syaukani berkata,

والحديث يدلُّ على مشروعية الغُسْل يوم الجمعة.... وعلى مشروعية التبكيرِ، والمَشْيِ، والدُّنوِّ من الإمام، والاستماع وترك اللَّغْو، وإن الجمعَ بين هذه الأمور سببٌ لاستحقاق ذلك الثواب الجزيل

Hadits ini menunjukkan diperintahkanya mandi di hari Jum’at . . . dan disyariatkannya pergi lebih pagi ke shalat Jum’at, berjalan kaki, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbah imam serta meninggalkan perkara yang lahwun (main-main). Mengumpulkan amalan-amalan ini menjadi sebab mendapat pahala yang besar itu.

Perlu dicatat, bahwa keutamaan dalam hadits ini ditentukan dengan langkah kaki. Semakin banyak langkah maka semakin banyak pahala yang didapatkan. Sekaligus, ini sebagai anjuran untuk berjalan kaki menuju shalat Jum’at dan tidak berkendaraan.

Imam al-Khathabi rahimahullah menjelaskan tentang lafadz وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ “berjalan kaki dan tidak berkendaraan” makna keduanya satu (sama) dan berfungsi sebagi ta’kid (penguat), Ini adalah pendapat Al-Atsram dari sahabat Imam Ahmad. Maknanya yang kedua menguatkan yang pertama.

Lafadz di atas juga menjadi bantahan bagi orang yang memahami kata al masy-yu (berjalan) sebagai pergi (mendatangi shalat jum’at) walaupun dengan berkendaraan atau orang yang memahaminya, yang penting ada berjalannya walaupun di sebagian jalan sedangkan di sebagian lainnya menggunakan kendaraan.

Sesunguhnya berjalan kaki menuju masjid menunjukkan sikap tawadlu’. Imam al-Syafi’i dalam Al-Umm menyebutkan, “Dan Jum’atan tidak didatangi kecuali dengan berjalan kaki.” (Al-Umm: 1/226)

Imam al-Nawawi rahimahullah berkata, “Imam al-Syafi’i dan para pengikutnya serta yang lainnya bersepakat disunnahkan menuju Jum’atan dengan berjalan kaki dan tidak menunggang sesuatu dalam perjalanannya kecuali karena adanya uzur seperti sakit dan semisalnya.” (Al-Majmu’: 4/544)

Ibnu Qudamah dalam al-Mughni mengatakan, “Dan disunnahkan untuk berjalan kaki dan tidak berkendaraan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ “berjalan kaki dan tidak berkendaraan”

Beliau menguatkan lagi dengan riwayat lain bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak berkendaraan saat menuju shalat Ied dan dalam mengantarkan janazah, dan Jum’atan masuk di dalam makna keduanya. Kenapa Nabi tidak menyebutkannya secara eksplisit? Karena pintu rumah beliau berada di sisi masjid sehingga beliau menuju masjid dari pintu tersebut sehingga tidak disinggung berkendaraan. Dan pahala ditentukan oleh langkah-langkah kaki.

Demikian juga pendapat para ulama ahli hadits, mereka memahaminya dari makna dzahir yang terdapat dalam hadits di atas. Karenanya dapat disimpulkan bahwa disunnahkan berjalan kaki ketika menuju ke masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at dan tidak naik kendaraan baik itu sepeda ontel, sepeda motor, mobil, atau hewan tunggangan seperti unta dan kuda ataupun yang lainnya.

Berjalan kaki ini menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan pahala besar, yaitu dijadikan setiap langkah menuju ke Jum’atan berpahala puasa dan shalat malam selama setahun. Karena itu pantaslah kita untuk berusaha menggapai pahala besar yang telah dijanjikan ini dengan berusaha berjalan kaki menuju shalat Jum’at. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version