View Full Version
Selasa, 08 Jan 2013

Bagaimana Sosok Kholil, Korban Penembakan Densus 88 di Mata Keluarga?

JAKARTA (voa-islam.com) - Ibu Sa’diyah, begitu sedih mendengar anaknya Kholil meninggal dunia ditembak oleh Densus 88 di teras masjid Al Nur Afiah RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, jelang shalat Jum’at (4/1/2013).

Kholil yang ternyata memiliki nama asli Eri Rianto dan memiliki nama panggilan Ganang, sejak kecil dikenal sebagai anak yang sholeh.

Alhamdulillah, dari kecil itu baik, rajin ibadah. Dulu sekolah SDnya di Cibogo IV, SMPnya di Padaherang tapi STMnya di Walang Jaya, Jakarta,” kata ibu Sa’diyah yang mulai sepuh ini kepada voa-islam.com, Senin (7/1/2013).

Hal senada juga diungkapkan, sang istri, Endang yang kini tengah mengandung anak kelima dari almarhum Kholil. Sejak beberapa tahun lalu mengarungi biduk rumah tangga bersama, menurutnya Kholil adalah suami yang baik di mata keluarga. Kholil ternyata juga memiliki keinginan besar untuk mati syahid.

“Dia itu suami yang baik di mata saya. Orangnya gigih, semangatnya bagus, keinginannya untuk syahid memang besar sekali,” tuturnya.

Menjelang kepergiannya, Endang melihat suaminya begitu ceria. “Terutama akhir-akhir ini sama anak-anak itu ceria sekali, diajak shalat, digendong-gendong, sama saya juga begitu, dia ceria terus,” ucapnya.

Semasa hidup, sang suami begitu merindukan mati syahid. Bahkan ketika mendengar ada temannya yang syahid ia pun menangis.

“Dulu dia pernah bercanda sama saya, insya Allah kalau Allah mengaruniakan saya mati syahid, saya itu ingin kumpul dengan teman-teman yang syahid dahulu. Kalau ada teman yang syahid itu dia menangis. Kenapa dia yang syahid tapi saya belum? Lalu saya bilang; mungkin ini dipergilirkan, perjuangan kan masih panjang. Mungkin kita masih perlu bebenah diri, perbaiki amal mungkin supaya lebih bagus dan nanti diterima Allah,” kenangnya.

Ia pun sempat mewasiatkan agar anak-anaknya kelak bisa menjadi huffazh (penghafal Al-Qur’an) dan menjadi mujahid.

“Jangan sampai anak-anak disekolahkan di sekolah-sekolah negeri. Dia ingin anak-anaknya menjadi seorang hafizh (penghapal Al-Qur’an), menjadi mujahid pelanjut perjuangan abahnya,” ujarnya.

Endang menilai, sikap Densus 88 begitu haus darah lantaran Densus dilatih dan didanai oleh musuh Islam.

“Saya geram! Densus ini seperti haus darah, terpengaruh misi dari musuh yang mendanai mereka, melatih mereka, mendidik mereka. Apalagi setelah saya baca bukunya Jerry D. Gray bagaimana musuh itu ingin memusnahkan umat Islam seluruhnya,” ungkapnya.

Endang dan pihak keluarga meminta apara kepolisian agar jenazah Kholil dikembalikan untuk di kampung halamannya.

Selain itu, pada dasarnya Endang berkeinginan menuntut aparat kepolisian yang bekerja seenaknya membunuh seseorang. Namun apa daya, ia hanya rakyat jelata yang tak memiliki kekuatan untuk memperkarakan pihak kepolisian dengan menempuh proses hukum yang panjang.

Ia mengaku tidak lagi mempercayai Komnas HAM. Menurutnya umat Islam harus bangkit dan berjuang sendiri melawan kebiadaban Densus 88.

Kini, Endang tak lagi memilki suami yang menjadi sandaran sebagai kepala keluarga. Ia harus berjuang sendirian menghidupi keempat anaknya yang masih kecil; Kholid Imaduddin, Yahya Ayash, Najwa Kolilah dan Faruq.

Endang hanya bisa berusaha dan bertawakkal, baginya tak ada tempat memohon kecuali kepada Allah Ta’ala. “Mudah-mudahan Allah memberi jalan buat saya, saya paling hanya berusaha saja, seperti itu,” tutupnya. [Ahmed Widad]


latestnews

View Full Version