View Full Version
Rabu, 31 Jul 2013

Mendiamkan Maksiat, Said Aqil Berarti Setuju Atas Perbuatan Maksiat

JAKARTA (voa-islam.com) – Dalam jawaban syar'i untuk komentar Said Aqil tentang sweeping yang tak syar'i, ustadz Fuad Al-Hazimi menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW memang tidak pernah melakukan sweeping karena pada zamannya sedikit sekali perbuatan maksiat.

Kalaupun ada, lanjut Ketua Masyarakat Peduli Syari’at Islam (MPSI) Grabag Magelang ini, Rasulullah maupun para sahabat akan langsung menindak dan menghukum para pelaku kemungkaran dan kemaksiatan sebagaimana hadits dari Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda (yang artinya) :

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sungguh, aku pernah bertekad untuk menyuruh orang membawa kayu bakar dan menyalakannya, kemudian aku akan perintahkan orang untuk mengumandangkan adzan untuk shalat (berjama'ah) kemudian akan aku suruh salah seorang untuk mengimami orang-orang (jama'ah) yang ada lalu aku akan berangkat mencari para lelaki yang tidak ikut shalat berjama’ah itu supaya aku bisa membakar rumah-rumah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

...Mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran adalah salah satu pokok Dienul Islam, merupakan tujuan terbesar diutusnya para Rasul dan hukumnya adalah fardhu ‘ain bagi semua manusia, baik individu maupun kelompok, sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki...

Selain itu, pengurus Dewan Da’wah Islamiyyah Indonesia (DDII) kabupaten Magelang ini menjelaskan, bahaya orang yang cenderung kepada dunia dan mendustakan ayat-ayat Allah SWT.

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat”.

“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir”.

...Dien ini tidak akan tegak kecuali dengan Al Kitab (Al Qur’an dan Sunnah), Neraca (keadilan) dan Besi (kekuatan)...

“Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim”.

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi”. (QS. Al A’raaf 7 : 175 – 178)

Siasat atau apapun namanya dalam beramal, kata ustadz Al-Hazimi hendaklah tetap mengacu kepada ayat dan sabda Rasulullah serta nasehat para ulama berikut ini. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya) :

“Perumpamaan orang yang menegakkan syari’ah Allah dan yang melanggarnya adalah seperti sekelompok orang yang menaiki kapal. Sebagian di atas sebagian yang di bawah. Mereka yang berada di bawah jika ingin minum, harus ke atas terlebih dahulu karena persediaan air ada di atas. Lalu mereka berkata : “Seandainya kita lubangi saja kapal ini, tentu kita tidak akan repot-repot ke atas”. Jika mereka tidak dilarang, pastilah seluruh kapal akan tenggelam. Namun jika ada yang melarang, niscaya mereka semua akan selamat”. (HR. Bukhari)

...Barangsiapa yang menyaksikan kemungkaran, maka wajib baginya untuk merubah dengan tangannya (kekuatannya), jika ia tidak mampu maka ia wajib menggunakan lisannya, jika ia tidak mampu maka ia wajib menggunakan hatinya, dan itu adalah iman yang paling lemah...

“Tidak ada satu pun Nabi yang diutus Allah pada suatu ummat sebelumku kecuali mereka memiliki hawariyyun (para pendukung) dari ummat itu serta para sahabat yang mengamalkan sunnah-sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian akan muncul setelah mereka, para penerus yang mengucapkan apa yang tidak mereka lakukan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan. Maka barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan tangannya, ia adalah seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan lisan (mulut) nya ia adalah seorang mukmin, dan tidak ada setelah itu sedikit pun iman walaupun sebesar biji sawi (dzarrah)”. (HR. Muslim)

Mantan Imam Masjid Al Hijrah Sydney NSW Australia ini juga menerangkan balasan bagi orang yang tidak mau beramar ma’ruf nahi mungkar. Allah Azza wa Jalla berfirman :

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat Allah dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka lakukan. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu”. (QS. Al Maa-idah 5 : 78 – 79)

الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik”. (QS. At Taubah 9 : 67)

...Kalau orang Arab yang lurus aqidahnya pasti akan langsung protes orang seperti ini dikasih nama Said (Bahagia) Aqil (Cerdas atau berakal) Siradj (Penerang). Bisa jadi sebagai wujud protesnya, mereka akan langsung nambah satu kata : LAA (tidak)...

- Ibnul Araby menjelaskan :

“Mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran adalah salah satu pokok Dienul Islam, salah satu tonggak di antara tonggak-tonggak kaum muslimin dan khilafahnya Rabbul ‘Alamin, merupakan tujuan terbesar diutusnya para Rasul dan hukumnya adalah fardhu ‘ain bagi semua manusia, baik individu maupun kelompok, sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki”. (Aridhotul Ahwadzy juz 9 hal 31)

- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :

“Dien ini tidak akan tegak kecuali dengan Al Kitab (Al Qur’an dan Sunnah), Neraca (keadilan) dan Besi (kekuatan)”. Allah Ta’ala Berfirman (artinya) :

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al Hadid 57 : 25)

...Namanya jadi LAA SAID WA LAA AQIL WA LAA SIRADJ alias orang yang tidak bahagia, tidak berakal dan tidak memberi penerangan. Gampang tho? Tinggal ngasih LAA ditengahnya...

“Dengan Al Qur’an dan Sunnah, Ilmu dan Ad Dien ditegakkan, dengan keadilan hukum dan undang-undang, kekuasaan diterapkan dan dengan besi (kekuatan) hudud (sanksi dan hukuman) dilaksanakan terhadap orang-orang Kafir dan munafiq”. (Majmu’atul Fatawa)

Ustadz Al-Hazimi menambahkan bahwa semaksimal mungkin, umat Islam harus melakukan amar ma’ruf nahi mungkar atau imannya dalam kondisi paling lemah terus. Adapun pilihan bentuk nahi mungkar apa yang boleh dipilih, berikut penjelasan Syaikh Abdullah Azzam, Asy Syahid -kamaa nahsabuh-.

“Adapun urutan amar ma'ruf nahi mungkar adalah sesuai hadits Nabi SAW :

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

“Barangsiapa yang menyaksikan kemungkaran, maka wajib baginya untuk merubah dengan tangannya (kekuatannya), jika ia tidak mampu maka ia wajib menggunakan lisannya, jika ia tidak mampu maka ia wajib menggunakan hatinya, dan itu adalah iman yang paling lemah”. (HR. Muslim)

“Maka tidak diperbolehkan menggunakan lisan (saja) bagi orang yang mampu menggunakan pedang dalam menghapus kemungkaran, juga tidak diperbolehkan hanya mengingkari dengan hati jika ia mampu mengkritik, mengungkap keburukannya dan mengingatkan pelakunya agar takut kepada Allah dari kemungkaran itu”.

...Sama seperti Hosni Mubarak (yang diberkahi). Mereka (rakyat Mesir) kemudian merubahnya menjadi Hosni LAA Mubarak...

Dan juga penjelasan Imam Al Jashshosh dalam Kitab Ahkamul Qur'an tulisan Imam Al Jashshosh, dikutip sebuah penjelasan dari Muhammad bin Al Hanafiyyah -putra Ali Bin Abi Thalib dari istri keduanya- berikut ini :

“Dan penghilangan kemungkaran dengan menggunakan tangan dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk, di antaranya :

Jika kemungkaran itu tidak mungkin dapat hilang kecuali dengan pedang dan pelakunya harus didatangi, maka orang tersebut harus melakukan hal tersebut, seperti saat seseorang hendak membunuhnya atau membunuh orang lain, atau hendak merampoknya atau memperkosanya dan yang semisal dengan itu, sedang orang itu mengetahui bahwa perbuatan itu tidak mungkin berhenti hanya dengan sebatas peringatan lisan atau melawannya namun tidak dengan senjata, MAKA IA WAJIB MELAWAN ORANG ITU DENGAN SENJATA”.

Hal ini didasarkan hadits : “Barangsiapa yang menyaksikan kemungkaran, maka wajib baginya untuk merubah dengan tangannya (kekuatannya)”.

Jika tidak mungkin merubah atau mencegahnya kecuali dengan membunuhnya, maka ia wajib membunuhnya. Namun jika menurutnya cukup dengan menggunakan kekuatan tangan saja tanpa harus menggunakan senjata dan si pelaku sudah berhenti dari kemungkaran itu, maka ia tidak boleh mendahulukan menggunakan senjata (membunuhnya).

Akan tetapi jika tidak mungkin mencegah kemungkaran tersebut kecuali dengan menggunakan senjata (membunuhnya) tanpa terlebih dahulu memberikan peringatan maka ia wajib melakukan hal itu”. (Ahkamul Qur'an lil Jashshsosh 2/713)

...Bukankah mendiamkan kemungkaran berarti setuju akan kemungkaran itu?...

Ustadz Al-Hazimi juga mengkritisi nama yang dipakai oleh Said Aqil. Menurutnya, nama tersebut terlalu bagus disematkan bagi orang yang sering mendiskreditkan Islam dan ajaran Islam.

“Kalau orang Arab yang lurus aqidahnya pasti akan langsung protes orang seperti ini dikasih nama Said (Bahagia) Aqil (Cerdas atau berakal) Siradj (Penerang). Bisa jadi sebagai wujud protesnya, mereka akan langsung nambah satu kata : LAA (tidak),” kata ustadz Al-Hazimi.

“Namanya jadi LAA SAID WA LAA AQIL WA LAA SIRADJ alias orang yang tidak bahagia, tidak berakal dan tidak memberi penerangan. Gampang tho? Tinggal ngasih LAA ditengahnya,” imbuhnya.

“Sama seperti Hosni Mubarak (yang diberkahi). Mereka (rakyat Mesir) kemudian merubahnya menjadi Hosni LAA Mubarak,” terangnya.

Terakhir, ustadz Al-Hazimi menegaskan, jika ada seseorang yang mendiamkan perbuatan mungkar dan maksiat, sedangkan ia tau akan kemaksiatan tersebut, maka ia sama saja dengan menyetujui perilaku mungkar dan maksiat tersebut.

“Bukankah mendiamkan kemungkaran berarti setuju akan kemungkaran itu?,” pungkasnya. [Khalid Khalifah]


latestnews

View Full Version