View Full Version
Senin, 24 Mar 2014

Mengapa Masih Mau Memilih Partai Warisan Orde Baru?

JAKARTA (voa-islam.com) - Seandainya satu saja kader Partai Islam tersangkut kasus, maka langsung dicaci maki dan bermacam tuduhan, termasuk dikatakan munafik. "Siapa menyuruh membawa-bawa Islam?" 

Tapi, sebaliknya kalau segudang kader partai sekuler tersangkut berbagai kasus, tak ada tuduhan munafik. “Wajarlah.. Kan ga bawa-bawa agama”.

Bahkan, sekarang ini akibat pemberitaan media-media kristen dan sekuler, rakyat Indonesia menjadi sangat muak terhadap apa saja yang berbau Islam. Termasuk bagaimana laporan Tempo, yang sangat sarkasme menghantam MUI, yang menjual status 'halal', dan Ketua MUI Hamidan dituduh menerima sogokan Aus$ 820 juta.

Bila Partai Islam mengadakan baksos dan mempublikasikannya, langsung dituduh riya', tidak ikhlas, hanya mencari suara, dll. Bila partai sekuler mengundang wartawan untuk meliput blusukan, langsung disanjung pro rakyat, sederhana, bekerja untuk rakyat, dan lain-lain.

Seperti terhadap Jokowi, menjadi tokoh 'ikon' blusukan, yang sejatinya tidak mengubah apapun kehidupan rakyat. Tetpai, hanya bermodal 'blusukan' yang sejatinya hanya 'menggombali' rakyat itu, sekarang Jokowi mendadak menjadi tokoh yang sangat 'ajaib', dan seakan akan bisa menyelesaikan segala krisis dan penyakit yang diidap bangsa Indonesia.

Padahal, sudah lebih 68 tahun, dibawah partai dan rezim sekuler, sejak zamannya Soekarno, Soeharto, BJ Habibi, Abdurrahman Wahid, Megawati, dan SBY, tak pernah bisa membuat rakyat sejahtera, dan mendapatkan keadilan. Secara politik, ekonomi, dan sosial. Rakyat hidup dibawah sistem dan rezim sekuler semakin menderita dan sengsara.

Tetapi, sekarang rakyat dengan opini media massa, yang sebagian besar dikuasai oleh kalangan kristen dan sekuler, mengubah opini rakyat, dan mencuci otak rakyat, bahwa Partai Islam dan golongan Islam itu busuk. Padahal, sejatinya mereka yang sangat busuk, dan kotor.

Mengapa rakyat masih memilih partai-parti lama, yang menjadi warisan Orde Baru, seperti Golkar dan PDIP, dan sudah nyata-nyata gagal mengubah Indonesia menjadi lebih baik?

Sebaliknya, bila partai Islam mengadakan acara pengajian, dituduh politisasi agama. Bila partai sekuler mengadakan acara pengajian, dibilang nasionalis religius. Bila ada kader partai Islam terlihat berpenampilan mewah, dituduh tidak zuhud, cinta harta, memanfaatkan suara umat Islam, dll.

Tapi begitu banyak kader partai sekuler berpenampilan parlente, dianggap wajar sudah kaya dari sananya. Sungguh sangat luar biasa berbagai tuduhan busuk yang dialamatkan oleh Partai-Partai Islam. Inilah paradok-paradok yang terjadi antara Partai Islam dengan Partai Sekuler.

Meskipun, para tokoh dan pemimpin Islam harus tetap melakukan otokritik dan menyadari banyaknya kesalahan. Mungkin bisa dicontoh para tokoh Partai Masyumi di masa lalu, saat mereka memimpin partai, dan berkuasa. Tidak korupsi dan tetap hidup sederhana. Mereka sangat berbeda dengan para pemimpin partai-partai sekuler.

Memilih partai-partai sekuler seperti Golkar, PDI, dan turunannya sekarang, seperti Nasdem, Hanura, hanyalah melanggengkan sistem sekuler, dan kebobrokan. Tak akan ada perubahan. Apapun, yang mengabaikan nilai-nilai Islam, maka hanyalah akan membawa kehancuran belaka. (afgh/dbs/voa-islam.com)

 


latestnews

View Full Version