View Full Version
Jum'at, 12 Jun 2015

Pembangunan Gereja di Bandung Barat Ditolak oleh Warga

BANDUNG BARAT (voa-islam.com) - Katolik Kabupten Bandung Barat-Jabar akan membangun Paroki yaitu sebuah gereja dibawah ke-uskupan Bandung, letaknya di kawasan komplek Pondok hijau indah desa Ciwaruga Kecamatan Parongpong, di atas tanah 3 ha.

Rencana pembangunan tersebut diprotes warga Muslim dusun 4 yang terdiri dari RW 16,17,18 & 19 yg letaknya berdekatan dengan rencana pembangunan gereja tersebut. Aplikasi penolakan diwujudkan dengan memasang spanduk penolakan di tanah yang akan dibangun gereja dan membuat pernyataan penolakan yang ditanda tangan seluruh warga Muslim.

Pernyataan tersebut diserahkan warga ke MUI Desa Ciwariga Senin, 7 Juni 2015, di kantor Desa Ciwaruga dan ditembuskan ke kepala desa, camat dan KUA.

Menurut Ustadz Aji Baroji Ketua MUI Desa Ciwaruga bahwa gerakan penolakan ini sangat tepat karena wilayah tersebut berpenduduk 99,9% Muslim, sedangkan yg 0,1% agama lain.

"Tapi bukam Katolik aja, mungkin katoliknya hanya 2 atau 3 orang, jadi melanggar PBM (peraturan bersama menteri) no. 9 dan 8 th 2006," katanya dalam rilis yang diterima voa-islam.com, Rabu (10/06) kemarin.

...penolakan warga Muslim dimana-mana bukan berdasar sentimen atau arogansi mayoritas kepada minoritas, tetapi itu berdasar kepada aturan yang dibuat oleh negara atas kesepakatan semua tokoh agama yang resmi di negeri ini yakni PBM, demi menjaga kerukunan ummat beragama

Ketua Gerakan Pagar Aqidah (GARDAH) Jabar Ustadz Suryana Nurfatwa menyampaikan bahwa penolakan warga Muslim dimana-mana bukan berdasar sentimen atau arogansi mayoritas kepada minoritas, tetapi itu berdasar kepada aturan yang dibuat oleh negara atas kesepakatan semua tokoh agama yang resmi di negeri ini yakni PBM, demi menjaga kerukunan ummat beragama.

"Terus mengapa warga Muslim protes karena pihak tertentu mendirikan rumah ibadat melanggar PBM, dan yang harus lebih marah adalah pemerintah karena aturannya dilanggar," ujarnya.

Sayangnya, lanjut Ustadz Suryana PBM tidak ada sanksi hukum jadi para pelanggar semakin marak dan karena tidak ada sanksi hukum dan kadang pemerintah juga tidak cepat tanggap.

"Maka masyarakat akhirnya melakukan sanksi sosial dalam bentuk demo dan aksi lainnya sehingga kesannya seperti kaum Muslimin atau pergerakan Islam yang dipandang anarkis atau merusak kerukunan ummat beragama," paparnya.

"Padahal yang salah adalah mengapa hal kerukunan umat beragama yg di dalamnya mengatur pendirian rumah ibadat diatur oleh peraturan menteri danyang namanya peraturan menteri tidak ada sanksi hukum, seharusnya diatur oleh Undang-undang sehingga jelas sanksi hukumnya," pungkasnya. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version