View Full Version
Rabu, 08 Jul 2020

Dinilai Tak Mampu Urus Sertifikasi Halal, BPJPH Diminta Patuhi KMA Nomor 982/2019

JAKARTA (voa-islam.com)—Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah menilai Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tidak mampu melakukan sertifikasi halal sesuai amanat UU Jaminan Produk Halal (JPH).

Ketidakmampuan BPJPH ini mengakibatkan mandeknya sertifikasi halal bagi dunia usaha. Sebenarnya, jelas Ikhsan, Kementerian Agama pada 12 November 2019 lalu telah mengeluarkan Keputusan Menteri Agama No. 982 tahun 2019 tentang Layanan Sertifikasi Halal (KMA 982/2019) yang pada intinya berisikan Kementerian Agama memberikan kewenangan kepada Majelis Ulama Indonesia-LPPOM MUI untuk menyelenggarakan sertifikasi halal di Indonesia.

“KMA dimaksud diterbitkan sebagai jawaban atau respon Kementerian Agama terhadap keluhan dari dunia usaha dan masyarakat akan ketidakmampuan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai badan yang menyelenggarakan sertifikasi halal,” ungkap Ikhsan dalam keterangan tertulis yang diterima Voa Islam, Rabu (8/7/2020). 

Walaupun Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) BPJPH dibuka pada 17 Oktober 2019, tetapi pelaksanaannya sangat jauh dari harapan masyarakat. Bahkan ketidaksiapan tersebut mengakibatkan delay dan terhambatnya proses sertifikasi halal bagi dunia usaha dan industri. 

“LPPOM MUI pun saat itu telah menutup pendaftaran, namun pendaftaran yang dibuka oleh BPJPH tidak mampu melayani masyarakat khususnya UKM,” jelas Ikhsan yang juga advokat publik tersebut. 

Indonesia Halal Watch (IHW), lanjut Ikhsan, pernah melakukan investigasi mencari tahu letak persoalannya sehingga BPJPH dianggap oleh masyarakat dan dunia usaha tidak mampu melaksanakan penyelenggaraan sertifikasi halal. Dari investigasi tersebut, ternyata ada beberapa hal penting yang belum disiapkan oleh BPJPH dan itu menjadi kendala utama.

Pertama, petugas PTSP yang tidak dibekali dengan cukup bagaimana proses tahapan registrasi sampai dengan sertifikat halal diterbitkan. Kedua, form yang tidak disiapkan karena mereka memiliki form yang berbeda untuk registasi halal Perusahaan dan untuk UKM.Ketiga, ketika diajukan pertanyaan, petugas PTSP tidak mampu memberikan jawaban kemana UKM melakukan registrasi. Ada yang menjawab UKM dapat mendaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama setempat, akan tetapi ketika mendaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama. 

“Ternyata petugasnya sama sekali tidak siap, sehingga sempat  meresahkan dunia usaha dan masyarakat terutama oleh karena kebutuhan konsumsi produk halal oleh masyarakat muslim semakin meningkat,” kata Ikhsan. 

Ikhsan menegaskan, karena ketidaksiapan BPJPH ini akhirnya Kementerian Agama mengeluarkan KMA Nomor 982/2019. KMA ini menjadi landasan Kementerian Agama mengembalikan sementara sertifikasi halal kepada LPPOM MU, yakni mulai proses registrasi sampai dengan penerbitan sertifikat halal. 

“Alhamdulillah KMA No. 982/2019 ini dapat memulihkan kembali proses sertifikasi halal yang sempat mandek (stagnan) selama bulan September, Oktober, November tahun lalu. Hal yang demikian tidak boleh terjadi di masa yang akan datang,” tegas Ikhsan.

Dengan demikian, BPJPH diharapkan dapat menjalankan fungsi-fungsi penting dalam proses sertifikasi halal seperti proses pembentukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), proses pembentukan penyelia halal, proses pembentukan auditor halal, proses akreditasi dan pengakuan lembaga sertifikasi halal luar negeri. 

Soal pengakuan luar negeri ini, ujar Ikhsan, MUI telah mendapatkan kepercayaan dari dunia internasional. Oleh karenanya, pengakuan atau recognition dan penetapan standard dari Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri tersebut harus dilakukan sesuai dengan standard kesyariahan yang mendasarkan pada prinsip Maqashid Syariah Sertifikasi Halal. 

Maka, pelibatan MUI dalam melakukan akreditasi Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri mutlak diikutsertakan karena halal bukan semata-mata persoalan teknologi dan pengetahuan akan tetapi berkaitan dengan kepercayaan Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri kepada MUI, bahwa standard halal MUI adalah menentramkan umat. 

Menurut Ikhsan, seyogyanya peran penting MUI dan LPPOM MUI harus tetap dipertahankan dan tidak boleh terabaikan dengan keadaan apapun sampai Keputusan Menteri Agama No. 982 tahun 2019 perihal Layanan Sertifikasi Halal tanggal 12 November 2019, Keputusan Menteri Agama Nomor 519 Tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksaan Pangan Halal tanggal 30 November 2001, dan Keputusan Menteri Agama No.518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal dicabut.

“Selama belum dicabut maka MUI dan LPPOM MUI tetap dapat menyelenggarakan proses sertifikasi halal dan menerbitkan fatwa halal tertulis, karena pada dasarnya sertifikat halal adalah fatwa tertulis dari Komisi Fatwa MUI atas produk yang dinyatakan halal,”papar Ikhsan.* [Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version