View Full Version
Senin, 14 Sep 2020

MIUMI Aceh: Kenapa Pelaku Maksiat, Penista Agama, Pelaku LGBT Tidak Disebut Radikal?

ACEH (voa-islam.com) - Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA mempertanyakan konsep radikalisme yang dijadikan dasar Menteri Agama Fachrul Rozi dalam pengambilan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan serta pernyataan-pernyataannya.

"Nampak secara jelas konsep radikalisme ini adalah yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga think-tank Barat, seperti RAND Corporation, untuk menghancurkan Islam yang selama ini dipersepsikan sebagai ancaman terhadap kepentingan-kepentingan global mereka," katanya dalam keterangan tertulisnya kepada Voa Islam, Ahad (13/09).

"Dengan demikian, tujuan pernyataan menteri agama ini menjadi semakin dipertanyakan, apakah untuk kepentingan bangsa Indonesia yang mayoritas muslim, atau kepentingan siapa?" lanjutnya.

Faktanya, menurut Yusran pernyataan menteri agama ini sejalan dengan tuduhan musuh-musuh Islam bawha orang baik dan taat agama dikatakan radikal. Anehnya menurut Yusran lagi, pelaku maksiat seperti pencuri, koruptor, pemecahbelah umat dan bangsa, pelaku LGBT, persekusi ulama, penista agama dan maksiat lainnya tidak dikatakan radikal padahal merekalah radikal sejati.

"Saya mengingatkan menteri agama agar berhati-hati dalam memberikan pernyataan, apalagi pernyataan yang melecehkan agama dan menyakiti umat Islam. Tentu hukumnya haram," ujar Anggota Ikatan Ulama & Da'i Asia Tenggara itu.

Ia juga mengingatkan menteri agama bahwa doa orang yang terzalimi itu dikabulkan Allah Swt, terlebih lagi doa orang-orang yang taat kepada agama seperti para hafiz Al-Qur'an dan orang-orang good looking.

"Saya meminta menteri agama untuk introspeksi diri dan bertaubat dari berbagai pernyataan dan kebijakan yang selama ini melecehkan agama Islam dan menyakiti umat Islam. Ini bukanlah pernyataan yang pertama kali dari menteri agama, namun sudah banyak pernyataan dan kebijakan menteri agama yang melecehkan ajaran agama dengan tudingan radikalisme sejak dari awal menjadi menteri agama sampai hari ini," ujarnya.

"Mengingatkan kepada para pemimpin khususnya menteri agama bahwa mereka akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah Swt. Jabatan itu amanah dan ujian Allah Swt, apakah pemimpin itu taat atau bermaksiat kepada Allah Swt. Ingat, jabatan itu hanya sebentar. Begitu pula hidup kita di dunia. Maka manfaatkan untuk mendapatkan ridha Allah. Agar selamat di dunia dan akhirat," tutur Yusran yang juga Ketua Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) Provinsi Aceh. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version