View Full Version
Kamis, 17 Sep 2020

Mendakwahkan Islam Haruskah Menghapus Kebudayaan?

BANDUNG (voa-islam.com) - Perkuliahan kedua di semester kedua Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Bandung pada Kamis (02/09) diisi oleh ahli sejarah sekaligus peneliti Institute for The Study of Islamic Thoughts and Civilization (INSISTS).  

“Mendakwahkan Islam kepada mereka yang belum mengenal Islam sama sekali, bisa kita lakukan dengan pola tadarruj, yakni sedikit demi sedikit dengan pendekatan yang manusiawi,” ungkap Tiar saat menerangkan cara dakwah kepada masyarakat pedalaman yang masih berhubungan dengan topik utama perkuliahan daring melalui aplikasi Zoom tersebut.

Pada perkuliahan yang bertajuk Nativisme ini, Tiar memaparkan, mengajarkan Islam dengan benar akan membuat seseorang mengerti bagaimana ajaran Islam yang sesungguhnya.

Namun demikian, kata Tiar, masyarakat yang menjunjung nilai kebudayaan lokal seringkali lebih dulu menutup diri sebab menganggap Islam sebagai sesuatu yang berbahaya karena membawa Indonesia keluar dari jati dirinya. Anggapan inilah menurutnya, yang sering kali disebarkan oleh gerakan nativisasi.

Karena itu, lanjut Tiar, kita mesti mengajarkan bahwa Islam sejatinya tidak bertentangan, sebab Islam adalah agama yang cocok di semua tempat dan zaman (Sholih li kulli zaman wa makan).

Ketika Islam masuk ke wilayah dan adat tertentu, sambung Dosen STAI Persis Garut itu, maka dia akan masuk dengan baik maka untuk mengajarkannya pula kita perlu mengenali kebudayaan sebagai jembatan sehingga tidak serta merta meruntuhkan aspek kebudayaannya.

“Jika kita memahami kebudayaan dengan baik, maka kita akan bisa mendekati orang-orang yang terpengaruh gerakan nativisasi,” ujarnya.

Menurutnya setelah masyarakat mulai tertarik dengan Islam, akan ada adaptasi budaya dengan Islam yang merancang satu pola yang baru bagaimana agar budaya tidak bertentangan dengan agama.

Tiar kemudian memberi contoh, tari jaipong dari Jawa Barat yang tetap bisa dilestarikan dengan mempertimbangkan aspek adab dalam Islam, karenanya  orang sunda tetap mengekspresikan budaya sundanya namun dengan adaptasi terhadap ajaran-ajaran Islam, sehingga muncullah orang sunda yang islami, begitupun pada suku-suku lainnya.

“Kalau sudah muncul keterikatan antara kebudayaan dengan Islam, maka hal ini membuktikan bahwa Islam tidak pernah merusak budaya namun justru menguatkannya,” simpul Tiar.

Sejalan dengan pemaparan Tiar, Elis, salah seorang peserta perkuliahan mengatakan bahwa meskipun kebudayaan beradaptasi dengan ajaran-ajaran Islam, namun syariat islam tidak meruntuhkan nilai kebudayaan.

“Sebenarnya Islam itu universal dan mudah diterima dalam sebuah lingkungan sosial yang baru. Jadi kalau konteks nilai kearifan yang ada di dalamnya, nampaknya kecil kemungkinan budayanya menjadi runtuh,” papar Elis. [syahid/maya/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version