View Full Version
Jum'at, 03 Jan 2014

Opera Sabun: 'Emak, Tukang Jagal Densus 88 Pengen Naik Gaji'

CIPUTAT (voa-islam.com) - Lagi-lagi lakon opera sabun Densus 88 yang dirilis di awal tahun 2014 ini justru kembali mengemuka dan ciptakan sejuta kepalsuan sekaligus melakukan tindakan melanggar HAM berat dengan menghalakan pembunuhan tanpa diadili dan diinterogasi. Ada banyak kejanggalan dalam operasi densus 88 ini, salah satu korban kebiadaban Densus 88 menjadi bukti kejanggalan opera sabun ini.

Korban adalah Nurul Haq, sejumlah pihak menyatakan bahwa ia sudah ditangkap sejak 16 September 2013, atau 3 bulan sebelum dibunuh dalam drama sinteron 'Tukang Jagal Densus 88 Naik Pangkat'. Kejanggalan setelah ditangkap 3 bulan diamini Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Slamet Riyanto mengatakan, salah 1 pelaku yakni Nurul Haq telah ditangkap oleh polisi.

Nurul Haq diduga oleh polisi sebagai pengemudi sepeda motor dalam kasus penembakan terhadap empat polisi di Tangerang Selatan (Tangsel) awal september 2013 yang lalu.

“Dua orang itu adalah Nurul Haq dan Hendi. Kedua orang itu termasuk yang melawan sampai mati di rumah kontrakan dan sempat baku tembak dengan kita selama sembilan jam. Tiga orang lainnya yang tertembak di rumah itu dipanggil sebagai Edo, Primus, dan Faizal. Kita akan tes DNA untuk tentukan identitas aslinya,” kata seorang sumber di lingkungan Mabes Polri seperti dikutip dari berita satu.

Ini artinya penyergapan di sebuah rumah di Jalan KH Dewantoro, Kampung Sawah, Ciputat dalam durasi sinetron 9 jam di malam tahun baru ini tak lebih reality show TV mencari rating dan sandiwara belaka. Kejanggalan dari "penyergapan" ini adalah adanya media massa yg meliput secara live dari lokasi.

“Si Jeck sudah kita tangkap. Untuk konfirmasi berikutnya, nanti lagi. Saya masih ada acara,” kata Slamet Riyanto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (16/9/2013).

Teroristainment: Aksi memalukan Densus 88 Digugat DPR & IPW

Ridicolous, pernyataaan memalukan di ungkap Kompolnas dalam penggerebekan teroris di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (31/12/2013) malam lalu menjadi sebuah tanda 'kado' tahun baru dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Hal tersebut disampaikan anggota Komisioner Kompolnas, Edi Hasibuan di Jakarta, Kamis (2/1/14).

Pihak kepolisian sudah mengindikasikan akan adanya ancaman terorisme saat penyelenggaraan pergantian tahun 2013 ke 2014 itu. Dari hasil penggerebekan di Ciputat, tim menemukan sejumlah bom rakitan, 7 buah granat rakitan hitam, 3 granat pipa besi, 2 bom sumbu hitam serta bahan-bahan untuk bom rakitan seperti potasium nitrat, arang hitam, black powder.

Namun anggota DPR malah menyatakan penembakan Densus 88 di Ciputat hanya dramatikal, karena menurutnya kalau mau tembak mati semua terduga teroris tak perlu 9 Jam ungkap Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengritik operasi penyergapan kelompok teroris di Ciputat.

Hasanudin juga meminta Polri menjelaskan penembakan yang menyebabkan enam terduga teroris itu meninggal dunia. "Publik perlu tahu modusnya.
Polri harus menjelaskan kenapa mereka dibunuh semua. Ataukan ini hanya trik saja karena Presiden SBY pernah menyatakan bahwa akhir tahun dan
menjelang pemilu akan banyak konflik," katanya di Jakarta, Kamis (2/1/2014).

Ia mengatakan, seharusnya polisi menangkap hidup-hidup para terduga untuk penyelidikan dan pengungkapan kelompok-kelompoknya. Hasanuddin juga menyebut polisi tidak menggunakan cara yang efesien dan efektif dalam menyergap terduga teroris. "Dalam finishing eksekusi perlu
dipertanyakan masyarakat, mengapa pengepungan itu bisa lama sampai 13 jam. Kan teknis penyergapan sudah modern, misalnya pakai gas air mata, alat deteksi robot, atau dengan alat lain."imbuhnya

Artinya, Polri itu bisa menangkap hidup-hidup, tidak semua mati,"katanya.
"Kalau mau tembak semua, hancurkan saja semua ditempat. Tidak perlu butuh waktu lama hingga 13 jam, cukup 5 jam saja," kata jenderal
purnawirawan TNI Angkatan Darat itu. 

Neta S Pane Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan bahwa aksi bunuh mati terduga teroris di Ciputat untuk bagai aksi rekayasa Teroristainment ala BNPT, ia menyatakan bahwa ada hal yang sangat menarik untuk dianalisa penggerebekan terduga teroris di Ciputat kemarin, yang kemudian berlanjut ke Banyumas dan Rempoa.

Menariknya penggerebekan ini dilakukan dalam suasana malam Tahun baru.

Seolah polri ingin membangun suasana dramatis, sehingga isu penggerebekan teroris ini ibaratadegan sinetron. Memang patut dipertanyakan, ada apa di balik penggerebekan teroris, kok selalu dilakukan di bulan Desember. Padahal kalau polri mau, kapan
saja para teroris itu bisa ditangkap. Sebab data-datasejumlah terduga teroris tersebut sudah diketahui polri dan tempat-tempat persembunyiannya sudah lengkap di tangan polisi. Sepertinya penangkapan teroris di setiap desember menjadi agenda sibuk Densus 88.

Modus ini, hampir sama dengan penggerebekan pabrik-pabrik narkoba.
IPW berharap kondisi ini dicermati polri, jangan sampai ada kesan bahwa kalau ada kepentingan tertentu polisi dengan cepat menggereknya. Kepentingan yang dimaksud disini adalah isu teroris tersebut
sempat disinggung singgung oleh presiden SBY, yang mengatakan menjelang natal dan tahun baru akan ada ancaman teroris.

Fakta ini menunjukkan sesungguhnya patut diduga mereka (pemerintah) sebenarnya sudah tau tentang keberadaan (terduga -red) teroris tersebut.
Jadi, kalau mau serius kapan saja bisa menggerebeknya. Tapi yg terjadi dilakukan penggerebekan di malam tahun baru sehingga muncul kesan dramatis yg melahirkan kesan teroristaiment yg sarat dengan kepentingan tertentu, yakni pencitraan pemerintah.

Lalu siapa yg bisa membuktikan kalau orang-orang yg disebut sebagai teroris itu sebagai penembak polisi, wong keenamnya sudah mati ditembak polisi. Dan penembakan Nurul dan Hendi bukan mustahil untuk
membungkam semua keanehan tersebut, setidaknya agar keduanya tidak buka suara di pengadilan. [blogsp/brbs/boy/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version