View Full Version
Rabu, 07 Jan 2015

Golkar Mati Ditangan Orang Golkar Sendiri?

 JAKARTA (voa-islam.com) - Pilar kekuaasan Orde Baru, yaitu Golkar, sepertinya mulai surut kejayaannya, dan bias jadi terkubur dalam kuburan sejarah. Golkar yang pernah menjadi pilar kekuasaan rezim Orde Baru itu, nampaknya akan mati di tangan orang Golkar sendiri.

 Golkar yang pernah diselematkan oleh Akbar Tanjung di awal ‘Reformasi’, nampaknya sekarang menghadapi skenario ajal kematiannya.

Mengapa Golkar harus masuk liang kubur?  Tak lain, hanya karena adanya elemen-elemen ‘brutus’ (pengkhianat) di internal Golkar, yang mengidap penyakit akut, haus dan sangat ambisius dengan kekuasaan.

Nafsu kekuasaan yang sudah mendarah-daging, sampai ke tulang-sungsum itulah yang menyebabkan sebagian tokoh  bersedia menjadi ‘brutus’.

Bukanya hanya Aburizal Bakrie yang harus menelan ‘pil pahit’ oleh para ‘brutus’, bahkan Soeharto yang melahirkan Golkar,  di ujung kekuasaannya, saat dia sudah mulai renta harus menyerahkan kekuasaannya, akibat para brutus.

Mungkin ini sebuah episode yang sangat  pahit. Tapi, itulah sejatinya model karakter atau tipologi tokoh dan kadaer, tidak segan-segan menusuk temannya sendiri, dan bahkan bersedia menjdi ‘brutus’,  menghancurkan Golkar dan temannya sendiri, demi kekuasaan.

Orang yang sangat dipercaya dan disayangi oleh Soeharto, suatu hari berbalik badan, dan meninggalkan kesetiaannya kepada Soeharto. Taruhlah, orang-orang seperti Harmoko, Ginanjar Kartasasmita, dan sejumlah tokoh Golkar lainnya, meninggalkan Soeharto  saat dia menghadapi kondisi yang sulit, dan membiarkan Soeharto dijatuhkan oleh gerakan rakyat.;

Harmoko yang waktu itu menjadi Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR, mendatangi Soeharto, dan meminta Soeharto mundur dari jabatannya, selaku presiden. Di tengah terjadinya aksi demo besar-besaran menentang kekuasaannya.

 Disusul oleh Menko Ekuin Ginanjar Kartasasmita yang mengajak menteri-menteri lainnya, mengundurkan diri dari jabatannya. Inilah yang menyebabkan Soeharto menyerah kalah, dan menyerahkan kekuasaannya kepada Habibi, akibat tindakan para ‘brutus’.

Sesudahnya, pergumulan politik di Golkar, begitu sengit dan sangat dramatis. Tahun 2004, Akbar Tanjung  digulingkan oleh Jusuf Kalla di Muns Bali, dan kepimpinan dalam Golkar diambil alih Jusuf Kalla, atas restu SBY.

Tapi, sesudah Jusuf Kalla di depak SBY, dan tidak menjadi wakil presiden, tahun 2009, dan maju menjadi calon presiden, Jusuf Kalla digembosi oleh ‘orang’ Golkar sendiri, dan Jusuf Kalla, hanya bias gigit jari.

Sekarang orang-orang yang  menggerogoti Aburizal Bakrie,  mereka ini adalah para pendukung dan tim sukses Jusuf Kalla, ketika berlansung pilpres 2009. Mereka berusaha dengan menggunakan ‘tangan’ Jokowi ingin menggilas Aburizal Bakrie dan Golkar sekaligus.

Skenario dendam kesumat dan balas dendam seperti peristiwa ‘Ken  Arok’ itu, dimulai sejak kalahnya Surya Paloh berebut jabatan ketua umum Golkar di Pekanbaru melawan Aburizal Bakrie. Kemudian Surya Paloh mendirikan NASDEM, dan berkomplot dengan PDIP mendukung Jokowi. Jokowi memenangkan pertarungan dalam pilpres.

Salah satu dari syarat Surya Paloh mau mendukung Jokowi, yaitu jika Jusuf Kalla dijadikan sebagi wapres Jokowi. Inilah asal muasal scenario ‘Ken Arok’, yang saling menghancurkan dan membunuh  dalam politik satu dengan lainnya.

Surya Paloh yang sangat ‘powerfull’ terhadap Jokowi itu, kemudian melakukan langkah penghancuran terhadap Aburizal Bakrie, sebagai balas dendam atas kekalahannya di Pekan baru dengan menggunakan tangan Jokowi.

Di  mana istilah ‘war by proxy’ itu dijalankan. ‘Membunuh’ Aburizal Bakrie yang dianggap dominan di KMP (Koalisi Merah Putih), mengguanakan ‘proxy’ Jokowi, dan sebagai ‘tangannya’ kelompok para ‘brutus’ yang dipimpin oleh Agung Laksono. 

Seperti diketahui  tuntutan para kelompok  ‘brutus’ itu, menuntut Aburizal Bakrie, agar Golkar mendukung Jokowi dan meninggalkan KMP. Itulah syarat yang paling penting dari kubu Agung Laksono, tentang adanya gagasan ishlah.

Jusuf Kalla mendorong kelompok ‘brutus’ yang dipimpin Agung Laksono, menghabisi Golkar Aburizal Bakri dan Akbar Tanjung yang sudah dianggap menjad ancaman pemerintahan baru, dibawah Jokowi –Jusuf Kalla.

Kelompok Agung Laksono yang sudah mau menjadi "begundalnya" PDIP dan Jokowi-Jusuf Kalla, sekarang diatas angin. Agung  sudah tidak perduli dengan masa depan Golkar. Hidup atau mati. Tujuannya yang paling penting menghabisi Aburizal Bakrie dan Akbar Tanjung, kendatipun Golkar akan punah.

Memang, ambisi-ambisi dari tokoh-tokoh Golkar mengakibatkan partai yang berlambang ‘Pohon Beringin’ itu, menghadapi realitas kehancuran dan kematian yang tidak dapat dihindari lagi. Semua itu berasal dari tangan-tangan tokoh-tokoh  atau orang Golkar sendiri.

Lihat saja. Golkar sudah pernah melahirkan PKPI, ketika Munas kalangan ‘Nasrani’ kalah melawan Akbar Tanjung. Kemudian mereka membentuk PKPI, yang dimotori  oleh tokoh Golkar Sutradara Ginting, dan kemudian PKPI dipimpin Jendral Edi Sudrajad.

Lahir pula NASDEM yang dipimpinn oleh Surya Paloh, dan sekarang berkomplot dengan PDIP dan Jokowi.  Hanura tak pelak juga pecahan Golkar. Gerindra, aslinya adalah Golkar. Inilah peta politik di Golkar, dan banyak tokohnya yang sudah diaspora di mana-mana.

Mungkinkah tahun 2015 ini, sebagai bunyi lonceng kematin bagi Golkar?  Jokowi dan Jusuf Kalla hanya bermodalkan para ‘brutus’, akhirnya dapat membuat Golkar dan Aburizal Bakrie harus mengucapkan salam perpisahan dalam dunia politik?

Gagal menciptakan cita-cita menjadi kekuatan ‘pengimbang’  bagi pemerintahan Jokowi. Sistem ‘check and balances’, nampaknya tak bakal bisa terwujud. Bangsa Indonesia tak dapat lagi mendapatkan kehidupan politik yang sehat. Karena ulah para ‘brutus’.

Di  mana-mana ada saja kader ‘brutus’. Termasuk di PPP. Begitu suram masa depan Indonesia. Karena pemerintahan yang tanpa control dan pengimbang hanya sia-sia belaka, seperti di manapun rezim otoriter itu, hanya melahirkan kebusukan dan korupsi. (dimas/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version