View Full Version
Rabu, 20 Nov 2013

I'dad dan Jihad Dalam Pandangan Ulama Madzhab Syafi'i

Oleh: Ustadz Abu Izzudien Fuad Al Hazimi

Allah Azza wa Jalla menciptakan manusia dengan tugas pokok yaitu beribadah hanya kepada Allah saja. Yakni beraktifitas dan berbuat sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah  yang nampak atau tersembunyi.

Allah Azza Wa Jalla berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”  (QS Adz Dzariyat 56)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan makna ibadah, 

اَلْعِباَدَةُ اِسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ ماَ يُحِبُّهُ اللهُ وَيَرْضاَهُ مِنَ الأَقْوَالِ وَالأَعْماَلِ الْباَطِنَةِ وَالظاَّهِرَةِ

“Ibadah adalah segala hal yang dicintai dan diridhoi Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan, yang batin maupun yang lahir”.

Ibadah merupakan konsewensi Tauhid Rububiyyah yang diikrarkan hamba dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya  walaupun tidak bisa dicerna oleh akal sekalipun.
Allah Azza Wa Jalla Berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)

Ibadah adalah iitiba’ (mengikuti), melaksanakan, menjalankan dan mengerjakan segala perintah yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Salah satunya adalah i‘daad fii sabilillah. Berarti, I’dad adalah ibadah dan bagian yang tidak terpisahkan dari syari’ah Islam.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-Nisa’: 69)

I’dad & Jihad Dalam Pandangan Ulama Madzhab Syafi’i

Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menyebutkan masalah I’dadul quwwah (persiapan kekuatan) untuk jihad fi sabilillah dan memerintahkannya sembari menyebutkan hikmah di dalamnya.

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Anfal: 60)

Imam Ali bin Muhammad Alaa’ud Dien (dikenal dengan Imam Al Khozin) dalam tafsirnya Lubabut Ta’wil fie Ma’anit Tanzil (Tafsir Al Khozin) -salah satu Kitab Tafsir rujukan utama di berbagai pesantren tradisional (salafiyyah) di Indonesia-, (3/209) menjelaskan tentang ayat di atas:

الإعداد اتخاذ الشيء لوقت الحاجة إليه

“I’dad adalah mempersiapkan sesuatu agar bisa dipergunakan saat diperlukan.” Sedangkan makna kekuatan ada tiga pendapat:

1. Semua jenis persenjataan dan perlengkapan yang dapat menjadi kekuatan dalam peperangan menghadapi musuh.

2. Benteng dan markas pasukan.

3. Memanah sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam saat menafsirkan ayat ini.

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir berkata: “Aku mendengar Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْىُ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْىُ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْىُ

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah bahwa kekuatan adalah memanah, Ketahuilah bahwa kekuatan adalah memanah, Ketahuilah bahwa kekuatan adalah memanah.” (HR. Muslim)

Jika kita mau jujur, sebenarnya tidak ada satu pun kitab Fiqh yang tidak menyertakan bab yang berkaitan dengan I’dad dan Jihad, termasuk kitab-kitab fiqh Madzhab Syafi’i yang banyak diajarkan di berbagai pesantren tradisional yang sebagian besar bernanung di bawah ormas Islam Nahdhatul Ulama (NU).

Sebagai contoh saya nukilkan dari kitab Kitab Fathul Mu’in yang menjadi kitab rujukan utama di pesantren-pesantren tersebut.

باب الجهاد هو فرض كفاية كل عام ولو مرة إذا كان الكفار ببلادهم، ويتعين إذا دخلوا بلادنا كما يأتي . وحكم فرض الكفاية أنه إذا فعله من فيهم كفاية سقط الحرج عنه وعن الباقين ويأثم كل من لا عذر له من المسلمين إن تركوه وإن جهلوا

Bab Jihad : Jihad hukumnya Fardhu Kifayah setiap tahun, walaupun hanya sekali (dalam setahun), jika orang-orang kafir berada di negeri mereka. Dan (hukumnya) berubah menjadi fardhu ‘Ain jika mereka (orang-orang kafir) memasuki (menyerang) Negara kita sebagaimana akan kami jelaskan lebih lanjut.
Sedangkan maksud hukum Fardhu Kifayah  adalah jika sebagian kaum muslimin telah melaksanakan kewajiban ini sebagai syarat kifayah (kecukupan minimal) maka kewajiban itu telah gugur darinya dan dari kaum muslimin lainnya. Namun bagi orang yang memiliki kemampuan dan tidak ada udzur ia berdosa jika meninggalkan kewajiban ini walaupun mereka ini orang-orang yang jahil (bodoh dan tidak mengetahui hukumnya). (Fathul Mu’in: 4/206, Bab Jihad)

Matan (redaksi) dalam kitab Fathul Mu’in ini diterangkan lebih lanjut dalam Kitab I’anatut Thalibin yang merupakan Syarah (penjelasan) dari Kitab tersebut, sebagai berikut:

باب الجهاد أي باب في بيان أحكام الجهاد  أي القتال في سبيل الله 

“Bab Jihad : Maksudnya adalah bab yang menjelaskan tentang hukum-hukum jihad (yang maksudnya) yaitu qital fi sabilillah (perang di jalan Allah)”

قوله  (إذا كان الكفار ببلاده) -  قيد لكونه فرض كفاية  أي أنه فرض كفاية في كل عام إذا كان الكفار حالين في بلادهم لم ينتقلوا عنها

“Perkataan beliau: “jika orang-orang kafir berada di negeri mereka” : Ini sebagai syarat atau ketentuan, karena hukumnya Fardhu kifayah. Maksudnya adalah bahwa hukum jihad itu fardhu kifayah dalam setiap tahun jika orang-orang kafir berada di negeri mereka dan tidak pindah dari sana.”

قوله (ويتعين - أي الجهاد)، أي يكون فرض عين، والملائم أن يقول وفرض عين الخ

Perkataan beliau:“Dan (hukumnya) berubah menjadi Fardhu ‘Ain” : maksudnya adalah jihad menjadi Fardhu Ain. Kalimat “wayata’ayyan” ini sama artinya dengan Fardhu Ain.

وقوله (إذا دخلوا بلادنا)  أي بلدة من بلاد المسلمين ومثل البلدة القرية وغيرها

Perkataan beliau: “jika mereka (orang-orang kafir) memasuki (menyerang) negara kita” : Maksudnya adalah salah satu negeri di antara negeri-negeri kaum muslimin. Dan sudah cukup disamakan dengan negeri (jika mereka masuk) sebuah desa atau semisalnya. (I’anatut Thalibin Syarh fathul Mu’in: 4/205)

Jika kita menelaah penjelasan di atas maka hukum jihad sesungguhnya fardhu kifayah sekali setiap tahun jika musuh berada di luar Negara kaum muslimin. Dan jihad tersebut tidak akan bisa sempurna dikerjakan kecuali dengan I’dad, maka I’dad pun menjadi wajib.ini sesuai dengan kaidah Ushul Fiqh:

ماَلاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ

“Suatu amal (perbuatan) yang jika tanpanya, sebuah kewajiban syariah tidak akan sempurna, maka amal itu hukumnya juga wajib.” Wallahu Ta’ala A’lam [PurWD/voa-islam.com]

* Baca juga: Seperti Inilah Seharusnya Warga Nahdhiyyin Memahami Jihad


latestnews

View Full Version