View Full Version
Selasa, 26 Nov 2013

Jangan Mudah Salahkan Mujahid Masjun Ambil Pembebasan Bersyarat!

Oleh: Ustadz Abu Izzudin al-Hazimi

Seorang ibu yang mengikuti kajian saya mengajukan pertanyaan: "Apa hukumnya seorang wanita yang keluar rumah untuk bekerja, mengantarkan anaknya ke sekolah dan aktifitas lainnya sedangkan ia masih dalam masa iddah karena suaminya meninggal?”

Sebelum saya menjawab pertanyaan ibu di atas, saya balik bertanya: “Apakah ibu tersebut masih memiliki wali baik ayah, kakak atau adik laki-laki atau anak laki-laki yang sudah baligh?”

“Apakah ibu tersebut ikut dalam sebuah jama'ah pengajian atau halaqoh kajian?”

“Apakah ibu tersebut memiliki saudara seiman yang bisa membantu meringankan kewajiban dan amanahnya?”

Kemudian saya baru menjawab pertanyaan si ibu peserta kajian:

“Ayat tentang masa iddah bagi wanita yang ditinggal mati suaminya yang melarangnya keluar rumah kecuali untuk keperluan yang sangat mendesak selama 4 bulan 10 hari, bukan hanya ditujukan kepada si janda tetapi juga bagi kita semua, baik walinya, tetangganya, adik kakaknya dan ummahat sesama anggota jama'ah atau halaqoh kajiannya.”

“Secara implisit ayat itu memerintahkan kita semua agar menyantuni janda yang sedang dalam masa iddah serta membantu meringankan beban dan tanggungan-nya semisal antar jemput anaknya, atau belanja keperluan sehari-harinya hingga mencukupi nafkah baginya. Jika itu semua tidak dilakukan oleh kita maka jangan salahkan jika ia keluar rumah mencari nafkah atau antar jemput anaknya ke sekolah. Karena sejatinya kesalahannya adalah bukan semata-mata kesalahan pribadinya tetapi juga akibat kesalahan kolektif orang-orang di sekelilingnya.”

Demikian juga para masjunin dan mereka yang berada dalam penjara para thaghut. Mereka tidak serta merta disalahkan karena mengambil Pembebasan Bersyarat misalnya sedangkan kaum muslimin tidak pernah menyisihkan zakatnya untuk mereka padahal ada bagian riqob atau orang yang ingin memerdekakan diri dari perbudakan yang bisa disalurkan untuk mereka membebaskan diri mereka atau mencukupi kebutuhan keluarganya. Atau dari bagian fi sabilillah yang memang menjadi hak mereka.

Kesalahan mereka juga disebabkan karena umat Islam terutama pimpinan ormas-ormas Islam tidak menuntut pemerintah agar mencabut Undang-Undang Terorisme atau mencabut aturan dzalim tentang Pembebasan Bersyarat yang memang menjadi hak setiap narapidana.

Padahal Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :

أَطْعِمُوا الْجَائِعَ ، وَعُودُوا الْمَرِيضَ ، وَفُكُّوا الْعَانِىَ

Berilah makan mereka yang kelaparan, kunjungilah mereka yang sakit dan bebaskanlah para tawanan.” (HR. Bukhari)

مَنْ لَمْ يَغْزُ أَوْ يُجَهِّزْ غَازِياً أَوْ يَخْلُفْ غَازِياً فِى أَهْلِهِ بِخَيْرٍ أَصَابَهُ اللَّهُ بِقَارِعَةٍ قَبْلَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa belum pernah berperang, atau memberi bekal orang yang berperang, atau menjaga keluarga orang yang berperang dengan baik, maka Alloh akan menimpakan kegoncangan kepadanya sebelum datangnya hari kiamat.” (HR. Abû Dâwud, Ibnu Majah, Thabrani, Al Baihaqi, Ibnu Abi Ashim dengan sanad Hasan)

Dari Buraidah Radhiyallahu 'Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

Kehormatan isteri para mujahid bagi orang-orang duduk-duduk (yang tidak berjihad) seperti kehormatan ibu-ibu mereka. Dan tidaklah seorang dari mereka yang tidak ikut berjihad bertanggung jawab menjaga keluarga mujahidin kemudian dia mengkhianatinya, melainkan ia akan diberdirikan di hari kiamat lalu mujahid itu mengambil amal dia sesuka hatinya. Maka, bagaimana menurut kalian?” (HR. Muslim)

Allah Azza Wa Jalla berfirman:

لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 273)

Lalu bisakah kesalahan para mujahid itu hanya dibebankan kepada mereka saja tanpa mempertimbangkan ketidakpedulian umat Islam dan para ulama‘nya, sementara thaghut memang selalu mencari-cari celah untuk menzalimi mereka?

Sedangkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

الْحَرْبُ خَدْعَةٌ

Perang adalah tipu muslihat.” (HR. Al-Bukhari)

Allahumma Ilaka Asykuu Dhu'fa Quwwatinaa Wa Qillata Hiilatinaa Farhamnaa Waghfir Lanaa

Ya Allah hanya kepada Mu kami mengadukan lemahnya kekuatan kami dan sedikitnya daya upaya kami maka kasihilah kami dan ampunilah kami.” Wallahu A'lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version