View Full Version
Ahad, 15 Dec 2019

MIUMI Aceh Nilai Indeks Kerukunan Umat Beragama Versi Kemenag Menyesatkan

Tanggapan Terhadap Rilis Kemenag Tentang Indeks Kerukunan Umat Beragama 2019

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Sehubungan dengan rilis indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) 2019 yang disampaikan oleh Menteri Agama (menag) RI baru-baru ini di kantor Kementerian Agama RI Jakarta Pusat (Rabu, 11/12/2019) yang menempatkan Aceh sebagai provinsi urutan terakhir dari 34 provinsi di Indonesia berdasarkan laporan survei yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan pada Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan (Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat) Kemenag, sebagaimana dimuat di media online detik.com (Rabu, 11/12/2019) dan media lainnya, maka saya sebagai warga Aceh ingin memberikan tanggapan sebagai berikut:

Pertama: sangat menyayangkan pernyataan rilis kemenag tersebut. Pernyataan ini telah melukai perasaan dan hati rakyat Aceh yang mayoritas muslim. Secara tidak langsung, pernyataan ini telah menjelekkan umat Islam di Aceh dan syariat Islam yang berlaku di Aceh. Juga menyakiti perasaan umat Islam seluruh Indonesia.

Kedua: Pernyataan ini pelecehan terhadap syariat Islam di Aceh. Survei ini telah menyimpulkan bahwa Kerukunan Umat Beragama di Aceh paling buruk di Indonesia. Dengan kata lain, Aceh merupakan provinsi paling intoleran di Indonesia. Ini sama saja menuduh syariat Islam yang selama ini diberlakukan di Aceh telah menciptakan sikap intoleran di Aceh. Ini tuduhan dan fitnah yang menjelekkan dan memberikan stigma buruk terhadap syariat Islam di Aceh.

Ketiga: Pernyataan dari rilis kemenag ini tidak benar. Kesimpulan rilis ini tidak didukung oleh data yang valid dan fakta yang ada. Ini jelas pembohongan publik dan penyesatan opini. Selama ini, belum pernah terjadi konflik antar umat beragama di Aceh. Kami warga Aceh lebih tahu daerah kami daripada orang luar. Dan kami pula yang merasakan Kerukunan Umat Beragama di Aceh.

Keempat: Faktanya, Aceh merupakan daerah yang paling toleransi terhadap pemeluk agama lain dari dulu masa kerajaan Aceh sampai hari ini. Pemeluk agama apapun boleh tinggal di Aceh dan diberi kebebasan beragama dan beribadah sesuai agamanya. Bagi orang luar yang pernah tinggal di Aceh pasti mengetahui Kerukunan Umat Beragama berjalan dengan baik dan paling toleran.

Kelima: Meskipun umat Islam di Aceh mayoritas dan syariat Islam diberlakukan di Aceh, namun tidak mengganggu ibadah umat lain dan tidak ada pemaksaan agama. Konflik antar beragama pun tidak pernah terjadi. Kalaupun ada, sangat jarang dan itupun hanya terjadi di daerah perbatasan yang membangun tempat ibadah ilegal seperti kasus di Singkil beberapa tahun yang lalu. Maka tidak bisa dikatakan Aceh sebagai provinsi paling buruk dalam Kerukunan Umat Beragama.

Keenam: Pernyataan ini ngawur dan aneh. Selama ini, Syariat Islam yang berlaku di Aceh justru telah memberikan kenyamanan kehidupan dan kerukunan antar umat beragama. Hal ini diakui oleh para pemeluk agama lain. Syariat Islam justru mengajarkan kita untuk toleransi dengan pemeluk agama lain dalam konteks muamalah (hubungan manusia) dan kebebasan beragama serta menjalankan ibadah sesuai agamanya.

Ketujuh: Kehidupan beragama di Aceh berjalan dengan baik dan harmonis. Tidak ada konflik atau keributan yang bermotif agama dari dulu sampai hari ini. Selama ini, para pemeluk agama saling menghormati dan menghargai. Aceh termasuk provinsi yang paling toleran di Indonesia, bahkan dunia. Hal ini juga seperti yang disampaikan oleh walikota Banda Aceh Aminullah ketika mendapat kunjungan dari forkompinda dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Blitar (15/11/2018).

Tahun 2018 Kementrian Agama kota Banda Aceh bersama FKUB Banda Aceh mendeklarasikan Banda Aceh sebagai Kota ramah dan sangat kondusif kehidupan antar umat beragama. Ini juga diakui oleh umat kristen, Hindu dan Budha yang berdomisili di Banda Aceh. Sebelumnya pada tahun 2017, Pemko Banda Aceh menobatkan sebuah desa di kota Banda Aceh yang bernama Gampong Mulia sebagai Gampong Sadar Kerukunan setelah melalui penilaian tim Kanwil Kemenag Aceh dan FKUB. Desa ini dihuni oleh berbagai etnit dan agama (Islam, Budha, Kristen Katolik dan Protestan). Meskipun demikian, tidak ada kasus konflik bermotif agama di desa ini sejak dulu sampai hari ini.

Kedelapan: Meskipun penduduk Aceh hampir seratus persen muslim, namun kebebasan beragama dan beribadah sesuai agamanya masing-masing tetap diakui dan dihormati. Tempat-tempat ibadah bagi non muslim diizinkan sesuai aturan izin mendirikannya. Tidak ada larangan mendirikan rumah ibadah bagi agama selain Islam kecuali bertentangan dengan aturan yang berlaku. Begitu pula tidak ada larangan mereka beribadah di tempat ibadahnya masing-masing. Bahkan warga non muslim bisa tinggal berdampingan dengan umat Islam.

Di Banda Aceh ada masjid, gereja, vihara, dan Kelenteng. Juga ada sekolah kristen yang bernama Metodis. Bahkan beberapa forum FKUB dari berbagai daerah di Indonesia datang khusus ke Banda Aceh untuk meniru toleransi kehidupan beragama. Ini menunjukkan toleransi kehidupan beragama di Aceh berjalan dengan baik dan harmonis.

Ini semua fakta yang menunjukkan kehidupan beragama di Aceh sangat toleran dan baik. Maka pernyataan rilis Kemenag RI yang menempatkan Aceh sebagai provinsi terburuk dalam masalah kerukunan beragama itu tidak benar, karena bertentangan fakta yang ada.

Kesembilan: Kebenaran hasil survei Kemenag ini masih diragukan dan dipertanyakan. Atas dasar apa Kemenag menetapkan Aceh sebagai daerah paling buruk dalam Kerukunan Umat Beragama? Metodelogi apa yang digunakan dalam survei? Sampelnya siapa? Berapa orang? Agamanya apa? Jika kesimpulan ini diklaim berdasarkan kajian ilmiah, maka data dan metodeloginya perlu diragukan bahkan tidak valid. Terlebih lagi bila bicara tanpa data dan fakta. Ini sama saja pembohongan publik dan penyesatan opini.

Kesepuluh: Pernyataan ini telah menjelekkan Aceh dan syariat Islam di Aceh. Ini merugikan pemerintah Aceh dan rakyat Aceh. Maka Kemenag harus segera mencabut pernyataannya tersebut dan meminta maaf kepada pemerintah Aceh dan rakyat Aceh. Selama ini, syariat Islam diberlakukan di Aceh. Pernyataan ini telah memberikan stigma buruk terhadap syariat Islam di Aceh.

Kesebelas: Pernyataan ini juga melukai perasaan dan hati umat Islam Indonesia. Provinsi yang mayoritas umat Islam seperti Aceh, Sumbar, Jawa Barat, Banten, Riau, NTB dan lainnya mendapat rangking paling buruk di bawah rata-rata nasional. Ini bermakna tidak toleran dan mendapat stigma buruk. Sebaliknya, provinsi yang mayoritas non muslim seperti papua, maluku, Bali, Sulawesi Utara, NTT dan yang sering terjadi konflik beragama justru dikatakan toleran dan mendapat prestasi rangking paling tinggi dalam indeks Kerukunan Umat Beragama. Ini aneh. Ada apa sebenarnya?

Kedua belas: Nampaknya survei ini dibuat sesuai dengan pesan sponsor dari pihak tertentu yang bertujuan untuk mendiskreditkan Islam dan umat Islam di Indonesia, khususnya umat Islam dan syariat Islam di Aceh.

Ketiga belas: Terakhir, meminta kemenag untuk mencabut dan membatalkan rilis tersebut serta meminta maaf kepada umat Islam Indonesia, khususnya umat Islam Aceh. Rilis ini telah menimbulkan masalah dan kegaduhan umat dan bangsa. Sebenarnya, untuk apa survei seperti ini? Tidak ada manfaat sedikitpun. Yang ada justru buat masalah dan keributan serta memecah belah umat dan bangsa. Ini namanya radikalisme.

Banda Aceh, 14 Desember 2019

Wassalam

(Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA)
Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Alumni Fakultas Syari'ah Universitas Islam Madinah Arab Saudi, Doktor bidang Fiqh & Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM) dan Anggota Ikatan Ulama dan Da'i Asia Tenggara.


latestnews

View Full Version