BANDUNG (voa-islam.com) – Direktur The Community of Islamic Ideological Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengatakan bahwa Peraturan Daerah (Perda) Inkonstitusional di Tolikara wajib dihapus. Menurutnya Perda di Tolikara yang sangat diskriminatif terhadap umat Islam sama sekali tidak punya pijakan dan akar historis, politis, normatif dan hukum dalam kontek ke Indonesiaan.
“Otonomi khusus Papua berbeda case-nya dengan Aceh dan Yogyakarta secara politis dan historis. Dalam kontek sistem hukum positif yang berlaku apa yang menjadi spirit dan konten dari perda di Tolikara tersebut kontradiksi dan problematik inkonstitusional,” katanya kepada voa-islam.com, beberapa waktu lalu via WhatsApp.
Lebih lagi, lanjut Harits kalau mau obyektif, Kristen sebagai agama ritual an sich yang tidak mempunyai sistem tata nilai di wilayah kehidupan sosial dan politik.
“Kristen atau Nasrani bukan ideologi yang di atasnya bisa dibangun nilai-nilai sistem sosial politik secara komprehensif. Jadi aneh, kalau berdalih otonomi khusus kemudian di jadikan pintu kaum nasrani di Tolikara khususnya untuk membuat determinasi atas nama agama terhadap umat lain dengan kemasan Perda. Apalagi spiritnya sangat intoleran dan diskriminatif,” jelasnya.
Lagi-lagi pemerintah harus waspada permainan asing melalui para misionaris dan Gereja yang secara sistemik mengkonstruksi kepentingan politik primordial
Perda ini menurut Harits ilegal dalam konteks ke-Indonesiaan, dan menurutnya ini sebuah langkah politik untuk mengantarkan tahap demi tahap pada eksistensi Papua merdeka.
“Dan agama menjadi alat yang paling seksi untuk melegitimasi tujuan politis tersebut di Papua. Lagi-lagi pemerintah harus waspada permainan asing melalui para misionaris dan Gereja yang secara sistemik mengkonstruksi kepentingan politik primordial tersebut. Perda yang inskonstitusuonal di Tolikara wajib di hapus,” pungkasnya,” [syahid/voa-islam.com]