View Full Version
Senin, 12 Jan 2015

Renungan Mualaf Amerika tentang Negerinya

Rasanya sangat sedih menyaksikan kebencian terhadap Islam dan umatnya di negeri ini, Amerika. Di luar sana, banyak grup ekstrim yang membuatku ketakutan. Kelakuan mereka cukup membuatku merasa muak dan mual. Kapan pun aku membaca berita yang muncul adalah hal dan kejadian buruk dan tragis yang membuatku merinding.

Seorang ibu yang menjual anaknya demi seks. Oh...mereka bukan muslim.

Pembantaian di Chicago. Bukan muslim juga.

Ibu yang tega membunuh anak sendiri. Syukurlah bukan muslim.

Penembakan yang kerap terjadi di sekolah dan universitas. Bukan muslim juga.

Pastor Katolik yang melakukan pelecehan seksual, kasus pedofilia, tawuran antar geng, guru yang melakukan tindakan tak senonoh pada muridnya, perampokan, banyaknya polisi yang terlibat pembunuhan pada rakyat sipil, sindikat narkoba yang membantai banyak orang akhir-akhir ini dan masih banyak jenis kejahatan lain. Itu semua bukan muslim pelakunya.

Penjara penuh dengan pemerkosa, pembunuh dan pelaku kekerasan seksual pada anak-anak. Mayoritas dari mereka bukan muslim. Tak terbersit sedikit pun di benak orang-orang ini tentang hukuman yang akan menimpa mereka saat melakukan kejahatan tersebut. Syukurlah mereka bukan muslim. Meskipun faktanya banyak sekali masyarakat yang menuduh umat Islam sebagai pelaku kejahatan tersebut, tapi nyatanya? Karena bagaimana pun, orang berjiwa kriminal akan melakukan tindakan kejahatan juga pada akhirnya. Dan ternyata, isi penjara adalah mereka yang bukan beragama Islam.

Hal ini mengingatkanku pada sebuah perayaan Eid di Cina. Orang-orang berjajar sebanyak itu memenuhi jalan untuk melakukan salat Eid. Ada milyaran umat Islam di seluruh dunia. Sayangnya, berita yang ada dan kebijakan pemerintah negeri ini hanya menayangkan Islam dan umatnya dalam konteks terorisme yang mengakibatkan munculnya islamophobia.

Taruhlah, Islam secara umum atau hukum syariat seperti yang dituduhkan oleh berita-berita itu, tentunya akan ada banyak ekstrimis dan teroris yang menyebar di seluruh dunia mengingat jumlah umat Islam sebanyak ini. Tapi apa faktanya? Negara-negara yang umat Islamnya mayoritas malah menjadi negara yang cenderung damai dan tenang.

Begitu mudah orang membenci satu agama hanya karena adanya satu kejadian yang itu tidak mewakili ajaran agama tersebut. Bila begitu caranya, marilah kita letakkan hal yang sama dengan apa yang terjadi saat ini di Amerika. Lihat tuh penjara Amerika penuh dengan laki-laki yang melakukan pemerkosaan dan kekerasan seksual pada anak-anak. Apakah lantas dengan ini kita bisa membenci semua laki-laki karena perbuatan orang-orang bejat itu?

Kekerasan antar geng. Mayoritas ini dilakukan oleh orang-orang Afro-Amerika. Apakah lantas kita jadi membenci semua orang Amerika yang berkulit hitam?

Apakah ketika ada orang-orang yang berkulit seperti mereka mengajak kita berbicara lantas kita curigai sebagai pelaku tawuran antar geng tersebut? Kemudian laki-laki kulit putih. Hanya karena ada di antara laki-laki kulit putih itu yang melakukan perkosaan, apakah lantas kita paranoid ketika yang mereka lakukan adalah membantu membuka pintu ketika kita masuk ke sebuah toko?

Rasisme terhadap salah satu suku bangsa atau agama itu menyedihkan. Titik.

Saya memunyai anak perempuan yang juga muslim. Dia berteman baik dengan seorang Katolik dan satu lagi orang kulit berwarna. Seandainya kita semua bisa melihat kepribadian dari diri masing-masing, tentu perbedaan ini akan terasa begitu indah. Teman Katoliknya tak sepakat dengan adanya kejadian pastor yang melakukan kekerasan seksual. Temannya yang kulit berwarna juga tidak menjadi anggota salah satu geng yang suka tawuran. Begitu juga dengan putriku tersebut. Dia sama sekali tak memunyai kesamaan dengan apa yang mereka sebut sebagai teroris.

Ketika aku tak menyakitimu atau mengajakmu pindah agama, lalu mengapa kain yang menutup kepala kami begitu mengganggu kalian? Padahal aku tak merasa terganggu dengan model rambut kalian yang ala Mohawk, keyakinanmu yang memilih untuk jadi Ateis atau Kristen, atau mungkin kalian menyembah kambing pun, aku tak peduli.

Lantas kenapa kalau ada laki-laki yang berkulit coklat dengan jenggot diperiksa dan dicurigai sedemikian rupa tiap memasuki bandara?

Kenapa rambut jenggot mereka dianggap bermasalah padahal banyak juga dari kalangan laki-laki kulit putih yang juga berjenggot?

Dan ketika ada laki-laki kulit putih yang berjenggot dan dia muslim, coba tebak siapa yang akan dicurigai lebih dulu?

Ya...betul! Laki-laki berjenggot yang berkulit coklat. Padahal laki-laki berjenggot dan berkulit coklat itu bisa saja dia bukan muslim. Toh laki-laki timur tengah, India atau negara mana pun yang mayoritas berkulit coklat tidak semuanya beragama Islam. Mereka bisa saja beragama Kristen, Hindu, bahkan Ateis.

Sebetulnya, siapa sih yang ditakuti oleh pemerintah dan orang-orang ini? Islam ataukah semua yang berbau Arab?

Bila mau membuat perbandingan, kejahatan yang dilakukan orang Islam dengan non Islam di Amerika ini sangat tidak sebanding. Tapi mengapa selalu muslim yang dijadikan tertuduh? Aku sungguh berharap bahwa orang-orang itu bisa bersikap proporsional. Bencilah mereka yang melakukan kejahatan tanpa mengaitkan apa agama atau ras mereka. Dan seharusnya ini berlaku untuk semua tak peduli Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, atau Ateis.

Sebelum kalian bertanya apa yang kami lakukan dalam melawan ‘stereotype’, mengapa kalian tidak introspeksi diri? Kami tidak melakukan apa yang mereka lakukan. Selalu ada orang baik dan orang jahat di tiap agama. Jangan pukul rata kami semua hanya mungkin kami beragama sama. Karena sesungguhnya kejahatan itu tidak pandang bulu dia muncul dari mana, tak peduli agama atau pun rasnya.

Danielle Rebecca

(diterjemahkan bebas oleh riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: dirtandseeds.com


latestnews

View Full Version