View Full Version
Senin, 02 Feb 2015

Masjid Khusus Perempuan di Amerika, Ide Kaum Liberal?

30 Januari 2015 umat Islam Amerika dikejutkan oleh munculnya masjid khusus jamaah perempuan. Mereka menyelenggarakan salat Jumat dengan khatib, imam dan jamaah perempuan. Bangunan masjid ini memakai bekas sinagog (tempat ibadah Yahudi) yang kemudian diubah menjadi pusat keyakinan beragama di Los Angeles. Bahkan pada jendelanya, masih jelas ada lambang bintang David yang menjadi ciri khas Yahudi. Masjid ini diperuntukkan semua muslimah baik sunni maupun syiah.

Hadirnya masjid ini sebagai bentuk ketidakpuasan muslimah akan keberadaan masjid yang umumnya hanya untuk laki-laki. Muslimah merasa terpinggirkan dengan kondisi demikian karena mereka pun butuh untuk beribadah dan mendengarkan khutbah di masjid. Pembukaan perdana masjid ini dihadiri oleh sekitar 150 muslimah dari seluruh penjuru Amerika. Ada yang datang dari New Jersey yang jaraknya 5 jam ditempuh dengan naik pesawat.

Tidak semua muslim ataupun muslimah senang dengan adanya masjid khusus perempuan ini. Bahkan dalam satu diskusi di media sosial Facebook, Emily D. Kneipp menyuarakan keberatannya terhadap sosok yang menjadi khatib salat Jumat.

...Saya kecewa mereka memilih Edina sebagai khatib. Dia menutup auratnya cuma sebatas kepala seperti pasien yang sedang kena penyakit kanker...

“Saya kecewa mereka memilih Edina sebagai khatib. Dia menutup auratnya cuma sebatas kepala seperti pasien yang sedang kena penyakit kanker. Seharusnya yang pantas menjadi khatib salat Jumat khusus perempuan itu adalah yang bagus pemahaman keislamannya dan juga cara berhijabnya sebagaimana dicontohkan oleh Aisyah r.a.” katanya.

Edina yang dimaksud adalah Edina Lekovic yang berposisi sebagai Direktur Kebijakan dan Perencanaan pada komunitas Muslim Amerika. Perempuan yang menutup rambutnya seperti akan berangkat mandi ini juga sering bertindak sebagai juru bicara komunitas Muslim Amerika ketika berhubungan dengan pemerintah. Ia juga ketua diskusi lintas agama dan aktif di dunia akademik serta beberapa organisasi lainnya.

...kondisi psikologis mualaf terutama perempuannya berbeda sekali dengan mereka yang lahir dan besar di lingkungan keluarga Muslim...

Penolakan ini diperkuat oleh Kimberly  bahwa seharusnya tak perlu ada masjid khusus perempuan. Masjid yang ada diperbaiki sistemnya sehingga memungkinkan perempuan bisa ikut mendengar khutbah dan belajar Islam di sana.

Tidak dipungkiri bahwa di Amerika, hak-hak para muslimah terutama mualaf sedikit terabaikan terutama berkaitan dengan hak perempuan untuk ikut salat berjamaah di masjid. Hadis tentang utamanya perempuan salat di rumah dijadikan alasan. Padahal menurut M. Abdullah yang juga masuk Islam beberapa tahun lalu, kondisi psikologis mualaf terutama perempuannya berbeda sekali dengan mereka yang lahir dan besar di lingkungan keluarga Muslim. Perempuan mualaf tidak mendapati lingkungan keluarga mereka nyaman untuk beribadah sehingga masjid seharusnya menjadi tempat yang ramah bagi mereka.

Tidak seharusnya masalah muncul diselesaikan dengan cara yang menimbulkan masalah baru. Bagaimana tidak, bila munculnya masjid khusus perempuan ditengarai oleh beberapa orang sebagai bagian dari isu berdirinya masjid yang tempo hari didirikan khusus bagi para homo. Beberapa dari mereka menganggap bahwa masjid ini adalah masjid khusus bagi lesbian, naudzubillah min dzalik. Sudah saatnya umat Islam duduk bersama mendiskusikan solusi keberadaan masjid ini agar muslimah tak merasa terpinggirkan dalam kaitan ibadah terhadap Rabbnya. Wallahu alam. (dbs/riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: RT


latestnews

View Full Version