View Full Version
Jum'at, 08 May 2015

Generasi Wiridan, Gaya Hidup Remaja Keren?

Era smartphone seringkali disebut generasi menunduk. Itu karena hampir semua manusianya terutama yang usia muda (yang sudah udzur kesulitan melihat angka dan huruf di layar kecil) selalu menunduk dimana pun dan kapan pun. Di rumah, di jalan, di sekolah, di  mal, di pasar, di rumah sakit, di rumah makan, bahkan saat berada dalam boncengan motor orang tua. Jelas hal ini sangat berbahaya. Tangan yang seharusnya digunakan untuk berpegangan, malah sibuk wiridan keypad HP atau smartphone. Mereka seolah lupa bahwa nyawa harganya tak terganti di saat pijit-pijit HP bisa dikerjakan nanti.

Begitu juga dalam hal waktu. Tak peduli pagi, siang, sore, malam, bahkan tidur pun HP dikeloni. Bangun pertama kali yang dicari adalah HP. Buku pelajaran dipegang di tangan kiri, HP di tangan kanan. Alasannya mencari bahan pelajaran. Ketergantungan ini sudah berada dalam taraf memprihatinkan bahkan mengenaskan. Pusat hidupnya menjadi terfokus pada benda mungil hasil cipta teknologi itu.

Obrolan khas remaja yang ceria dan penuh cita-cita sudah jarang terlihat. Bila pun mereka ngobrol, topik pun tak jauh dari aplikasi smartphone atau celotehan yang dilakukan di dunia maya. Mereka berbicara sambil mata tetap terpusat pada HP, saling melihat HP temannya atau bahkan tulalit alias nggak nyambung bila diajak ngomong karena konsentrasi ada di isi HP. Mereka menjadi makhluk asosial dan terasing dari dunia nyata tempat berpijak.

...Sejatinya, teknologi hanyalah alat. Ibarat pisau, dia pasrah terhadap maunya si pengguna. Terutama remaja, ada kecenderungan kemajuan ini sekadar untuk gaya-gayaan saja...

Enggan bertegur sapa dengan orang yang duduk di sebelah dalam antrian menunggu bis kota. Sebaliknya, mereka asik bertegur sapa dan saling ‘poke’ atau mencolek orang-orang yang sama sekali belum pernah mereka temui di Facebook. Bahkan ketika berjumpa dengan guru di angkot pun, pura-pura tak tahu atau tak melihat karena pandangannya sibuk tertuju pada layar smartphone di tangan. Miris!

Smartphone pun menjadi candu baru di abad dua satu. Remaja akan mati gaya bila Hpnya lowbat dan tak tersedia colokan di sekitarnya. Mereka bisa uring-uringan bila tak mendapat sinyal WiFi atau paket datanya habis. Tak bisa eksis, katanya. Update status dan celotehan tak penting menjadi menu wajib tiap hari. Belum lagi upload foto-foto selfie. Telunjuk pun terarah, seolah-olah ini semua ulah teknologi.

Sejatinya, teknologi hanyalah alat. Ibarat pisau, dia pasrah terhadap maunya si pengguna. Terutama remaja, ada kecenderungan kemajuan ini sekadar untuk gaya-gayaan saja. Padahal bila mau, teknologi sangat membantu untuk mempermudah mengakses ilmu. Mereka bisa belajar dengan memanfaatkan aplikasi yang ada. Mulai dari kamus online, ebook pembelajaran, diskusi ilmu pengatahuan, dan sebagainya. Sama-sama menunduk mijitin tuts HP tapi output yang keluar tergantung input juga.

Akhirnya saya teringat salah satu anak SMP yang pernah saya tanya, mengapa dia duduk anteng di saat teman-temannya heboh dengan HP masing-masing karena jaringan WiFi yang bagus.

“Kamu tak punya HP? Kok gak ikut heboh seperti teman-temanmu?”

“Punya. Tapi saya tinggal di rumah. HP bagi saya untuk alat komunikasi saja, tidak untuk mendominasi kehidupan saya. HP bikin saya malas belajar jadi saya tak memegangnya kecuali benar-benar penting.”

Bravo! Satu sudut pandang remaja yang sungguh beda di tengah generasi wiridan yang bahkan ketika dipanggil pun susah menoleh karena mata dan lehernya seolah sudah terhipnotis pada layar HP masing-masing. Moga makin banyak remaja keren seperti ini ya. Dan salah satunya itu pasti kamu, insya Allah. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version