View Full Version
Kamis, 13 Aug 2015

Sepenggal Kisah tentang Rambe, Mujahid dari Tanah Syam

Sebut saja Rambe. Seorang mujahid Daulah Islam yang berasal dari tanah Batak Indonesia. Meskipun telah gugur sebagai seorang syuhada, beliau meninggalkan kesan yang mendalam pada kamu semua, khususnya rasa cinta beliau terhadap mujahidin di Indonesia.

Rambe gugur malam pertama Ramadhan tahun ini diterjang roket dari pesawat koalisi saat mempertahankan sebuah tempat bernama Turkman, dekat Tel Abyad. Ia gugur bersama dua mujahid asal Indonesia lainnya setelah sempat membuka pintu Tel Abyad untuk menyelamatkan penduduk muslim yang masih tertinggal saat itu.

Pasukan PKK bersama FSA plus beberapa pihak yang didukung serangan udara koalisi menghabisi setiap muslim yang ditemuinya sepanjang Slouk-Turkman-Tel Abyad. Seorang anak perempuan berusia 8 tahun beserta saudarinya dipenggal dan kepalanya ditancapkan di bunderan Slouk.

Rambe datang ke tanah Syam di akhir musim dingin tahun ini. Bersama istri dan anaknya, Rambe bertekad hijrah ke tanah Syam untuk memenuhi kewajiban hijrah kaum muslimin. Sebelumnya, Rambe mengaku belum pernah berpergian jauh dari tanah Batak. Inilah perjalanan pertama dan terakhirnya yang menghantarkannya ke firdaus a'la.

...Rambe datang ke tanah Syam di akhir musim dingin tahun ini. Bersama istri dan anaknya, Rambe bertekad hijrah ke tanah Syam untuk memenuhi kewajiban hijrah kaum muslimin...

Rambe di awal hijrahnya ke tanah Syam terkenal ringan tangan membantu mujahid lainnya. Saat saya tanyakan kepadanya dengan seloroh bahwa biasanya mujahid yang ringan tangan bakal syahid duluan, beliau menjawab dengan ketawa, "Sebaik baik mujahid adalah yang melayani."

Beliau mengaku terinspirasi oleh seorang ulama dari al Jazair bernama Abu Dzar al Jazairi.Meskipun telah lanjut usia, ulama yang sempat tinggal satu maqor dengan kami ini gemar memasak, membersihkan ruangan, bahkan mencuci pakaian dan sepatu mujahid lainnya.

Satu ketika Rambe sedang berada di dapur setelah dipindah dari Tel Abyad. Rambe menangis tersedu-sedu hingga hampir pingsan. Saat itu saya melihat makanan luar biasa berlimpah dari Daulah Islam kepada para muhajir yang baru datang. Awalnya saya mengira, Rambe teringat keluarganya di tengah hujan roket yang menimpa ibukota Raqqa saat itu.

"Mungkin dia mengkhawatirkan keluarganya," pikirku saat itu.

Di tengah isak tangis Rambe, kuajak beliau menuju kamar dengan dituntun beberapa ikhwah lainnya. Beliau belum mau mengutarakan alasan tangisnya.

"Ayyi muskilah habibiy? (ada masalah apa kekasihku)", tanya amir maqor saat itu.

Rambe hanya menggelengkan kepala tanpa berucap sedikit pun. Kembali amir maqor bertanya dengan bahasa Inggris yang dicampur dengan bahasa Arab.

"Eis Hadza Rijal Miss his family? (apa orang ini rindu keluarganya?)" tanyanya kepadaku yang duduk di sampingnya.

"Ma a'rif syai abu hamza (saya tak tahu, Abu Hamza)," jawabku.

Mungkin karena tak ingin saudaranya kebingungan, akhirnya Rambe menjawab pertanyaan tersebut.

...Saat saya tanyakan kepadanya dengan seloroh bahwa biasanya mujahid yang ringan tangan bakal syahid duluan, beliau menjawab dengan ketawa, "Sebaik baik mujahid adalah yang melayani."...

"I don’t miss my family. I just remember my friends, mujahid in Indonesia. They fight in jungle. Kuffar bombs them from airplane. They only eat grass and roots. Last time before we went here, we offered them money. But all they needed was tools for their farm. Now... we have lot of food from this blessing land. I'm affraid Allah will ask me about this.

(saya tidak rindu keluargaku. Saya hanya teringat teman temanku, mujahidin di Indonesia. Mereka berjihad di hutan. Kuffar membombardir mereka dari pesawat. Mereka hanya memakan rumput dan akar. Terakhir kali sebelum kami berangkat ke sini, kami tawari mereka uang. Akan tetapi mereka hanya butuh alat untuk bertani. Sekarang... kita memunyai banyak sekali makanan di tanah yang diberkahi ini. Saya khawatir Allah akan bertanya padaku tentang hal ini," jawabnya.

Akhirnya meledaklah tangis seluruh mujahid di maqor tersebut. Kini, apa yang dicita-citakan dan ditunjukkannya semasa berkumpul bersama kami telah menjadi kenyataan. Mujahid yang gugur syahid memiliki akhlak yang halus dan lembut yang membuat penduduk langit seakan bergegas menyambutnya. Semoga Allah menempatkannya sebagai syuhada fisabilillah. Wallahu alam. (BN/riafariana/voa-islam.com)

 


latestnews

View Full Version