View Full Version
Sabtu, 19 Dec 2015

Kisah Mualaf Aya dari Jepang: Islam dan Saya Ditakdirkan Selaras

Saya yakin dari awal bahwa menjadi muslimah adalah takdir yang saya pilih dan jalani. Sejak kecil, banyak kemiripan yang saya miliki dengan Islam. Contohnya saja, saya benci minuman beralkohol dan tidak merokok. Saya juga suka memakai pakaian lengan panjang dan rok yang panjang hingga ke mata kaki. Saya ingin menjadi orang baik. Saya juga tidak suka berbohong. Intinya, saya ingin menjadi manusia yang cantik luar dalam.

Saya mengalami banyak hal setelah saya bertemu dan menikah dengan laki-laki yang menjadi suami saya sekarang. Awalnya saya tidak begitu peduli dengan Islam, agama suami saya. Tetapi kebaikan hati dan perilakunya itu membuat saya terkesan. Hal-hal kecil yang dilakukannya membuat saya tersentuh. Satu hari, dia memunyai permen. Karena  hanya satu yang dia punyai, dia tetap membaginya dengan saya. Ia menggigit permen itu dan membaginya jadi dua. Satu untuk saya dan satu untuk dirinya.

Suami saya adalah laki-laki yang sangat pemurah. Dia memberi uang kepada tunawisma di Jepang. Sungguh, dia adalah laki-laki yang sangat baik hati. Saya begitu terkesan dengan perilakunya. Banyak sekali hal yang telah saya lewati bersamanya. Awalnya saya belum berubah karena saya menganggap tidak ada yang salah dengan diri saya. Seperti yang saya katakan tadi bahwa hal-hal yang diajarkan oleh Islam, ada pada diri saya dan telah saya lakukan. Sehingga, saya pun tidak segera bersyahadat.

...Saya yakin dari awal bahwa menjadi muslimah adalah takdir yang saya pilih dan jalani. Sejak kecil, banyak kemiripan yang saya miliki dengan Islam...

Di bulan April2015, untuk pertama kalinya saya mengunjungi Masjid di Jepang sendirian tanpa suami. Saat itu saya berbincang dengan laki-laki asli Jepang di Masjid. Kami membahas tentang kesetaraan di dalam Islam.

“Tak peduli darimana kita berasal dan apa warna kulit yang kita miliki, sesungguhnya kita semua adalah sama. Yang penting di antara semua perbedaan itu adalah bagaimana kita bersyukur kepada Allah. Adalah hal yang aneh ketika anda merasa bahagia tanpa rasa syukur itu. Ini adalah hal yang harus anda renungkan dan harus selalu anda syukuri,” ujarnya.

Sejak saat itu, saya jadi rajin pergi ke Masjid. Di sana saya bertemu dengan banyak orang dan berteman dengan mereka. Saya juga memunyai teman-teman yang baik, yang selalu siap menolong saya ketika saya berada dalam masalah. Akhirnya tanggal 5 Mei 2015 saya memutuskan diri untuk masuk Islam dan mengucapkan syahadat. Saya sangat bahagia ketika mempelajari A Quran. Setiap hari saya bisa merasakan kebahagiaan saat ini. Itu semua karena Islam.

Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar! (riafariana/thenewmuslim/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version