View Full Version
Kamis, 26 Sep 2019

Mahasiswa dan STM Turun ke Jalan, Berhasilkah Membawa Perubahan?

 

Oleh: Erika Kartini

Ribuan mahasiswa akhirnya kembali turun ke jalan. Mengingatkan kita pada tahun 1998 ketika mahasiswa menuntut reformasi. Saat ini mereka menuntut  sejumlah rancangan undang-undang yang akan disahkan. RUU tersebut di sinyalir merugikan rakyat. Mengancam keadilan dan kebenaran.

Kita patut bersyukur karena mahasiswa masih memiliki jiwa sebagai agen perubahan. Namun perlu kita cermati juga apa yang sebenarnya menjadi tujuan aksi mereka. Ke arah mana perubahan akan ditujukan. Apakah mereka memiliki kesatuan visi misi tentang perubahan? Apakah mereka menyadari kerusakan apa yang akan mereka rubah dan akan dirubah menjadi seperti apa?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dijawab agar arah perubahan menjadi jelas. Bukan sekadar ikut-ikutan atau euforia semata. Supaya tidak dijadikan alat oleh pihak-pihak yang memiliki itikad buruk.

Paling tidak ada 3 poin penting yang harus dipahami ketika hendak melakukan perubahan:

1. Menyadari ada fakta yang rusak yang harus dirubah.

Perubahan tidak akan pernah terjadi jika tidak ada kesadaran tentang fakta yang rusak. Seseorang akan berubah menjadi lebih baik jika ia menyadari ada yang salah dalam hidupnya. Ia menginderanya dan memahaminya kemudian tergerak untuk merubahnya. Demikianlah pula dalam konteks masyarakat dan negara.

Saat ini mayoritas rakyat sudah menyadari berbagai fakta yang rusak yang terjadi di negeri ini. Dari mulai bidang kesehatan dengan BPJS, kecurangan pemilu, keberpihakan pemerintah kepada asing dan aseng, UU yang bernuansa liberal serta persekusi terhadap ulama.

Kesadaran ini harus terus ditumbuhkan di tengah-tengah masyaraka. Agar mereka segera bangkit dan bergerak kemudian perubahan bisa segera terwujud. Masyarakat yang jumud, yang tidak perduli terhadap kondisi di sekelilingnya akan menghambat perubahan. Mereka akan diam saja meski kondisi kerusakan sudah merajalela dan menimpa dirinya sendiri. Oleh karena itu upaya penyadaran perlu terus dilakukan.

2. Memahami metode perubahan yang benar

Setelah menyadari bahwa ada fakta yang rusak yang harus diubah, maka pemahaman terhadap metode perubahan yang benar wajib dimiliki. Kekeliruan dalam metode perubahan akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan perubahan itu sendiri. Ia akan mudah berbelok atau berganti tergantung situasi di lapangan. Bahkan tidak sedikit yang akhirnya menyerah kepada fakta alias mentok kemudian mengambil jalan kompromi. Daripada mandeg di tengah jalan atau mundur ke belakang yang berarti sama saja bunuh diri menurut mereka.

Metode perubahan harus tergambar dengan jelas. Sehingga aktifis perubahan akan tetap berdiri tegak dengan tujuannya meski cobaan dan rintangan menghalangi jalan perubahan. Peta jalan perubahan telah mereka kuasai. Tinggal menjalani dan menguatkan hati.

Perubahan yang hakiki adalah dengan perubahan pemikiran. Pemikiran ummat harus diarahkan menuju pemikiran Islam, dibina dengan pemikiran-pemikiran cemerlang. Sehingga mereka akan menilai baik dan buruk sesuatu dengan Islam. Selanjutnya, ummat akan merindukan kehidupan yang diatur dengan Islam. Ketika mereka sudah rindu maka perjuangan menuju perubahan tidak akan terelakkan lagi.

3. Memiliki gambaran pasca perubahan dilakukan

Aktivis perubahan juga harus memiliki gambaran akan diubah menjadi seperti apa fakta-fakta yang rusak tadi. Grand design rumah baru harus tergambar jelas ketika melakukan perubahan terhadap rumah yang lama. Jika tidak, maka tidak akan pernah terjadi perubahan. Bisa jadi rumah baru yang dibangun tidak jauh berbeda dari rumah yang lama. Atau bahkan lebih buruk karena hanya bermodal semangat saja. Justru ini akan semakin membawa penderitaan bagi ummat.

Tragedi reformasi 98 dalah contoh nyata dari tidak adanya gambaran yang jelas bahwa negara kita akan dirubah menjadi seperti apa. Mereka hanya memahami bahwa fakta rusak harus diubah tapi kehilangan gambaran fakta penggantinya nanti seperti apa. Selain memang reformasi 98 juga bukan perubahan menyeluruh. Mereka hanya menuntut pergantian rezim. Asas demokrasi dan kapitalisme tidak tersentuh. Padahal demokrasi dan kapitalisme itulah biang keroknya. Dua hal tersebut-lah yang menjadi induk dari segala fakta yang rusak. Maka perubahan saat ini juga perlu dilakukan secara menyeluruh bukan parsial.

Ketiga poin tersebut harus dimiliki oleh individu ataupun kelompok yang ingin melakukan perubahan. Agar tujuannya tercapai dan perjuangannya tidak menjadi sia-sia. Wa'allahu a'lam bisshowwab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version