View Full Version
Ahad, 19 Jan 2020

Kisah Cinta Pangeran Harry dan Megan, Happily Ever After?

 

                              Oleh: Yumna Umm Nusaybah
 
“Meghan and Harry had opted to step away from senior Royal Family life”
(Megan dan Harry telah memilih untuk mundur diri dari peran senior mereka sebagai keluarga kerajaan)

Demikian headline koran, tabloid, dan media Inggris minggu lalu. Berita tentang Iran juga mendominasi namun tak serame berita Pangeran Harry dan Megan Markle yang memutuskan untuk mundur dari berbagai tugas kerajaan (Royal Duties).

Alasan utama mereka adalah keinginan untuk membesarkan puteranya Archie layaknya rakyat biasa. Tidak di dalam istana. Sebisa mungkin mereka memberikan Archie kesempatan hidup ‘normal.’ Royal Sussex (gelar Pangeran Harry dan Megan Markle) memilih Kanada sebagai rumah kedua. Mereka berencana bolak balik Inggris-Kanada. Banyak pro dan kontra di kalangan media. Berita terbaru di media tertulis rakyat Kanada tidak menyambut gembira kepindahan keluarga Sussex. Kenapa? Karena alasan pembiayaan. Berhubung Kanada adalah bagian dari commonwealth country, jadi Kanada harus ikut menanggung biaya keamanan (security) dari keluarga kerajaan.

Disinyalir juga, keputusan mundur ini diambil karena Pangeran Harry melihat bagaimana media dan tabloid Inggris tidak adil dalam memberitakan isterinya. Media Inggris tak segan-segan mem-bully Megan. Media menyoroti kehamilan Kate Middleton dan Megan dengan headlines yang berbeda. Mereka terkesan memojokkan Megan.

BBC 5 Live presenter bernama Danny Baker dipecat gara-gara kicauan di twitter yang mengejek dan berbau SARA (rasis) berkaitan dengan kelahiran baby Archie. Semua karena Megan berdarah campuran (kulit putih dan hitam), bukan dari kalangan aristokrat Inggris layaknya Kate. Ia pun pernah menjanda dua kali. Oktober 2019, Pangeran Harry bahkan menuntut tabloid Inggris The Sun dan Daily Mirror karena skandal yang mereka sebarkan tentang Megan.

Ironis memang. Bagi seorang perempuan, keberuntungan Megan bisa jadi sumber kecemburuan. Bagaimana tidak? Dia menikah dengan seorang pangeran (beneran dan bukan gadungan), garis ke-6 dari mahkota raja. Tampan dan Kaya raya. Tinggal di istana megah. Mendapat jatah dari pajak negara. Tak harus bekerja layaknya rakyat biasa. Kerjaannya menghadiri perayaan dan kunjungan kenegaraan. Disambut karpet merah saat turun pesawat. Dipuja orang sejagat. Pernikahannya pun menjadi buah bibir sampai ujung dunia. Layaknya dongeng di filem-filem Disney. Tapi apakah itu justru membuatnya bahagia?

Ternyata tidak juga. Mereka rela melepas peran sebagai bagian keluarga kerajaan demi hal yang kita punya. Betapa besar pengorbanan yang harus dia lakukan demi mendapat perlakuan normal. Demi anaknya tumbuh seperti anak-anak biasa. Demi jauh dari jepretan paparazzi. Demi tidak menjadi bulan-bulanan media.

Kita yang begini-begini saja kadang bermimpi punya kehidupan seperti Megan. Sedang Megan ingin kembali hidup ‘normal’. Sungguh tabiat manusia. Tidak pernah puas dengan yang dipunya.

Pernah aku terdampar di sebuah YouTube Channel. Di channelnya sang youtuber berkata, “Dulu sebelum kaya, saya bermimpi bisa tinggal di hotel berbintang lima. Makan di Restauran termahal. Membeli apa saja yang saya inginkan. Dilayani oleh pelayan pribadi yang jumlahnya melimpah. Naik pesawat first class. Punya bodyguard. Sekarang saya punya segalanya. Impian saya terwujud. Apakah saya bahagia? Iya! Namun kebahagiaan itu hanya saya rasakan di hari atau minggu pertama saja. Selanjutnya menjadi BIASA. Kedua, ketiga kalinya saya tinggal di hotel termewah sedunia menjadi tidak lagi istimewa. Pertama kali naik pesawat first class memang nyaman dan asyik. Kedua dan ketiga kalinya tidak lagi berasa. Berlibur di villa terindah sedunia terasa istimewa saat pertama kali saja. Selanjutnya sama saja dengan tinggal dirumah biasa. Sama sama beratap, punya kamar mandi dan toilet. Itu saja!”

SubhanAllah! Benar sekali ungkapan dia.

Kesimpulan:

1. Bahagia itu tidak identik dengan materi, harta, dan kenyamanan.

Memang harta akan bisa memfasilitasi banyak hal. Akan tetapi harta dan materi tidak bisa membawa kebahagiaan. Semua kemewahan akan menjadi biasa ketika sudah ada di tangan kita. Betapa banyak artis Hollywood bunuh diri setelah kaya dan terkenal. Hidup mereka terasa sempit. Depresi. Melarikan diri ke alkohol dan narkoba . Tetap saja mereka tak bahagia. Milyaran dolar mereka tidak mampu membeli kebahagiaan meski barang sesaat. Barang branded tidak juga memberi mereka kepuasan. Namun lihat betapa banyak kaum miskin yang masih tersenyum dan menyebarkan aura kebahagiaan meski himpitan ekonomi butuh diselesaikan. Mereka merasa puas dengan apa adanya, merasa memiliki dunia dan seisinya meski hanya punya rumah sederhana.

2. Kebahagiaan itu tidak ada di luar sana

Karenanya, mencari kebahagiaan dari apa yang terindera tidak akan pernah bisa terpenuhi. Karena bahagia itu ada di hati. Bagaimana kita qana’ah menerima kondisi. Menerima Qadha Allah dengan ikhlas. Yakin bahwa Allah ﷻ memberikan segalanya kepada kita sesuai porsinya. Tidak akan pernah tertukar. Melihat kebaikan dari setiap musibah yang menimpa. Mencari hikmah dari setiap kesulitan. Mengedepankan positive thinking terhadap kondisi sekitar. Itulah yang membuat hati bahagia dan tenteram.

Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‎عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999).

3. Bahagia itu bukan tanggung jawab orang di sekitar kita

Kebahagiaan kita bukanlah tanggung jawab pasangan, anak, tetangga, keluarga, dunia dan seisinya. Berbahagia adalah tanggung jawab kita sendiri. Kitalah yang bisa menciptakannya. Bagaimana caranya? Dengan memiliki kerangka berpikir yang sohih. Jalan berpikir yang telah diajarkan oleh baginda Rasulullah ﷺ.

‎مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ

Lihatlah orang yang ada di bawahmu dan jangan melihat orang yang ada di atasmu, sebab itu lebih baik agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah. (Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)

4. Perlu diingat bahwa bahagia di dunia itu sementara

Sedang bahagia yang sesungguhnya adalah ketika kaki melangkah memasuki surga. Yang bisa kita lakukan hanya berupaya supaya selama mungkin kita berada a happy state (stase bahagia). Karena hati yang bahagia akan lebih banyak memberikan semangat dan manfaat, bagi diri sendiri dan orang sekitar.

‎يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ﴿٢٧﴾ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً﴿٢٨﴾فَادْخُلِي فِي عِبَادِي

Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya! Kemudian masuklah ke dalam (jamaah) hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku! [Al-Fajr/89:27-30]

Semoga Allah ﷻ mengaruniakan kebahagiaan kepada kita semua. Di dunia dan di akherat. Selamat menjemput Happily Ever After yang sesungguhnya! (rf/voa-islam.com)

 


latestnews

View Full Version