View Full Version
Ahad, 09 Feb 2020

Mahasiswa Merdeka dengan Karya

Oleh: Roni Tabroni (Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung)

Kampus merdeka yang dideklarasikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI Nadiem Makarim mengisyaratkan pesan mendalam, setidaknya bagi mahasiswa. Sebagai masyarakat pembelajar, tentu saja mahasiswa harus merdeka agar dapat menentukan masa depannya dan belajar sesuai dengan yang diinginkannya.

Pemilihan jurusan bagi mahasiswa tentu saja merupakan keharusan sebab Perguruan Tinggi mewajibkan hal itu terjadi. Tetapi sesungguhnya proes belajar mahasiswa hakikatnya tidak terbatasi pada sekat-sekat jurusan dan fakultas. Mereka sangat memungkinkan untuk belajar apa saja, di mana saja dan kapan saja.

Di Perguruan Tinggi, mahasiswa dapat mendalami berbagai ilmu pengetahuan, yang belum tentu di dapatkan jika dirinya tidak mengenyam jenjang itu. Karenanya, sebagai masyarakat menengah dari sisi pengetahuan, mahasiswa juga harus memperlengkapi dirinya dengan pengetahuan yang mendalam.

Kedalaman ilmu yang dimiliki mahasiswa dalam konteks kemerdekaan sesungguhnya menjadi modal bagi mereka untuk mempersiapkan dirinya sebelum “tempur” di masyarakat luas. Mereka akan berhadapat dengan kenyataan hidup, dunia industri, kondisi sosial masyarakat, dan berbagai dinamika yang jauh lebih keras dibanding kondisi kampusnya.

Orientasi mahasiswa, akhirnya harus berfikir keluar, sejauh mana dirinya mempersiapkan diri untuk siap bersaing dan dapat mewarnai masyarakat ketika dan setelah kuliah ditempuh. Selagi masih ada di dalam kampus, mahahsiswa harus memperkaya pengetahuan, mengasah keterampilan, mempercantik budi dan mematangkan emosinya.

Perpsoalan hidup bukan hanya siapa yang cerdas, atau siapa yang paling terampil, tetapi juga siapa yang paling siap secara mental. Bahkan yang tidak kalah pentingnya adalah karakter mereka. Berhubungan dengan sesama anggota masyarakat atau dengan teman sejawat, tidak hanya mengandalkan kecerdasan, tetapi juga secara emosional harus mampu menunjukkan keluhurannya.

Sebagai masyarakat menengah yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus, mahasiswa, seperti juga yang (seharusnya) dicontohkan oleh dosen-dosennya, memiliki orientasi karya yang dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat umum. Ilmu bukan hanya untuk ilmu, tetapi ilmu untuk kehidupan.

Artinya produk-produk intelektual mahasiswa tidak hanya dapat dibaca dan dinikmati oleh sesama mahahsiswa atau dosen, tetapi juga oleh masyarakat. Mereka harus terbiasa mempublish karya fikirnya kepada publik agar terjadi proses pencerahan.

Setidaknya dalah dua hal yang bisa dibagi oleh mahasiswa kepada masyarakat, pertama, karya fikir yang dishare ke publik dalam bentuk tulisan atau verbal. Yang disampaikan terkait dengan pandangan-pandangan mahasiswa tentang berbagai fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Termasuk bagaimana mahasiswa mewarnai media sosial dengan konten positif, dengan pandangan-pandangan yang mencerahkan, yang berbasis pada ilmu pengetahuan.

Kedua, yang bisa dibagi mahasiswa kepada masyarakat adalah terkait dengan karya nyata. Produk-produk baik yang berbasis teknologi ataupun karya lainnya, baiknya dapat bermanfaat bagi masyarakat. Kehadiran produk hasil karya cipta mahasiswa itu diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan sosial yang terjadi di masyarakat.

Modal mahasiswa selain memiliki ilmu pengetahuan yang menjadi bidangnya, juga mereka harus peka terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat. Dengan jeli menangkap fenomena yang terjadi, mahasiswa dapat menjawab persoalan sosial itu dengan karya nyata, sehingga karyanya dapat menyelesaikan persoalan yang ada.

Mahasiswa yang merdeka, seperti yang dikehendaki Mas Menteri, saya duga bukan hanya para proses belajarnya, tetapi juga outputnya. Jadi mahasiswa yang merdeka adalah mereka yang memiliki kebebasan belajar, juga mampu memerdekakan masyarakat dari kejumudan befikir dan persoalan-persoalan yang mereka alami.


latestnews

View Full Version