View Full Version
Senin, 30 Mar 2020

Perlindungan untuk Nakes Corona, Haruskah Menunggu Khilafah?

 

Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd

 

"Kami meminta terjaminnya Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai untuk setiap tenaga medis. Bila ini tak terpenuhi maka kami meminta kepada anggota profesi kami untuk sementara tidak ikut melakukan perawatan penanganan pasien Covid-19 demi melindungi dan menjaga keselamatan sejawat," kata Humas Ikatan Dokter Indonesia, Halik Malik.

Seperti yang diberitakan, sudah 9 orang dokter meninggal setelah menangani kasus corona. Dokter sebagai salah satu nakes (tenaga kesehatan) garda terdepan dalam penanganan kasus corona, mereka jugalah yang paling rentan terinfeksi si virus ini. Maka, wajar jika dokter dan tenaga medis lainnya meminta terjalinnya alat pelindung diri yang memadai untuk melindungi dan menjaga keselamatan diri.

Satu dokter dan perawat bisa membantu penanganan beberapa pasien. Bayangkan jika dokter dan perawatnya tak dilengkapi APD memadai dan akhirnya positif terinfeksi hingga menghantarkannya pada kematian, maka berapa banyak pasien yang akan terlantar karena dokter dan perawatnya berkurang?

Gemas dengan ketidaksigapan pemerintah, masyarakat pun akhirnya turun tangan. Banyak yang membuka donasi untuk menyediakan APD bagi tenaga medis. Ya, kapitalisme selalu menekankan , "Jangan menuntut negara", "Mandirilah". Sehingga kita pun bertanya, apa sebenarnya peran negara kalau  rakyat yang dituntut melakukan semuanya sendiri?

Inilah fakta dan bukti bahwa kapitalisme hanya beretorika soal prioritas keamanan rakyat. Nyatanya, kebijakannya justru tak memberi jaminan. Perhitungan materi masih menjadi pertimbangan dominan dalam menentukan kebijakan. Padahal, pemerintah kapitalisme ini rajin sekali memalak rakyatnya, dan menjadikannya pemasukan terbesar dalam APBN. Kalau tanpa rakyat, mau jadi apa negara ini?

Duh...jadi teringat kisah Umar bin khattab, sang amirul mukminin. Betapa sayangnya ia akan rakyatnya, rakyat pun menyayanginya. Umar yang rela hanya makan roti keras dan buah zaitun hingga kulitnya menghitam karena ada wilayahnya yang dilanda paceklik. Umar yang membangun rumah-rumah gandum, juga tempat persinggahan bagi seluruh rakyatnya yang membutuhkan. Ia bangun itu semua dengan uang rakyat. Semua uang rakyat dikelola dan dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Sementara Umar tetap dalam sahajanya.

Rindu serindunya pada sosok pemimpin yang lahir dari rahim keimanan pada Allah, yang takut akan hisabnya. Yang menangis karena takut pertanggungjawaban di yaumil akhir karena satu keledai terperosok di jalan. Jauh nian dengan pemimpin yang ada sekarang.

Semoga Allah segera hadirkan pemimpin seperti Umar dan para sahabat, yang juga lahir dari keimanan dan penerapan syariat Allah secara kaffah. Wallahu'alam bish shawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Koleksi pribadi Syahidah Aulia FB


latestnews

View Full Version