View Full Version
Sabtu, 06 Jun 2020

Ustadz Tampil Mewah, Bolehkah?

 
By: Hafidhah Silmi Iid
 
Baru-baru ini, viral beberapa foto ustad yang berpose di atas tunggangan mereka. Ada Ustad Abdul Somad yang mengendarai motor Harley, ada AA Gym yang mengendarai Rubicon, ada juga Babe Haikal yang mengendarai motor Harley. Lalu ada netizen usil yang menulis caption tentang foto tersebut: "Gimana mau jadi panutan ummat? Mengikuti jejak Rasul saja tidak bisa. Jangan sampai ummat bilang : Al Wahn. Cinta dunia tapi takut mati".
 
Gemes nggak sih sama orang yang nyinyir model begini? Ngajinya masih sepenggal tapi sudah berani memvonis orang lain. Hei kamu dan siapa saja yang memiliki pemikiran serupa, belajar siroh dan tarikh lagi yuk. Lihat gimana dulu Rasul dan para sahabat hidup. Kaji kembali konsep wahn berdasar rujukan yang benar.
 
Saya kasih contoh ya gimana dulu kehidupan Ustman bin Afan dan Abdurrahman bin Auf. Dua sahabat ini punya level kekayaan yang sederajat, sama-sama kaya-raya. Multi trilyuner. Crazy rich di zamannya. Tapi, kehidupan mereka berbeda 180°. Makanya saya menggunakan mereka berdua sebagai pembandingan.
 
Abdurrahman bin Auf ini mungkin 'dikutuk' Allah untuk jadi kaya seumur hidupnya. Rezeky seolah mengejar meski beliau berusaha untuk membagi dan menyedekahkan hartanya di jalan dakwah (Masih ingat cerita kurma busuk yang membuat Abdurrahman bin Auf semakin kaya kan?). Nah Abdurrahman bin Auf ini, ketakutan jika kekayaan yang dia peroleh di dunia adalah cara Allah menyegerakan balasan amal. Beliau takut nanti di akhirat, sudah tidak lagi merasakan nikmat karena balasan amalnya sudah diberikan Allah di dunia. Maka, Abdurrahman bin Auf berusaha sekuat tenaga untuk "membuang" hartanya. Bagaimana caranya?
 
Beliau menyedekahkan hartanya di jalan dakwah dan memberikannya kepada kaum muslimin yang miskin. Hidup seadanya adalah jalan yang dipilih. Bahkan ketika dihidangkan makanan yang lezat, beliau menangis sesenggukan. Beliau teringat sahabatnya yang miskin hingga kulitnya bersisik. Saking miskinnya dia cuma punya selembar kain kafan untuk menutup jasadnya yang apabila ditutup kepalanya, maka kakinya kelihatan. Apabila ditutup kakinya, kepalanya kelihatan.
 
Sahabat yang membuat Abdurrahman bin Auf menangis tersedu-sedu adalah Mush'ab bin Umair. Abdurrahman tidak bisa menikmati makanan lezat yang dihidangkan karena teringat akan Mush'ab yang sangat miskin. Apakah ia bisa makan hari itu? Di titik inilah Abdurrahman bin Auf cemburu dengan Mush'ab. Maka beliau bertekad untuk hidup seadanya. Meski jika mau, beliau bisa dengan mudah hidup ala sultan dengan kekayaannya.
 
Di sisi lain, mari kita lihat bagaimana kehidupan Ustman bin Afan. Sahabat satu ini memiliki kekayaan selevel dengan Abdurrahman bin Auf. Menurut tarikh, Ustman bin Afan ini adalah salah satu sahabat yang sangat peduli dengan fashion. Jubah yang beliau pakai, dipintal dari benang yang sudah dicelup minyak zafaron. Kalian bisa searching berapa harga minyak zafaron murni 1 botol kecil yang isinya 25ml. Kalau gak salah sih harganya 15 jutaan per 25ml. Coba bayangin butuh berapa EMBER minyak zafaron untuk menyelupkan benang yang akan dipintal menjadi jubahnya Ustman. Dan bisa dibayangin berapa harga jubah itu.
 
Baju branded keluaran supreme atau LV atau hermes dan sejenisnya saya rasa belum ada yg  bahannya dicelup minyak zafaron.
 
Sampai-sampai, ketika Ustman melewati suatu kampung, bau parfumnya sudah tercium sebelum terlihat batang hidung pemakainya di hadapan penduduk kampung. Bahkan setelah Ustman berlalu pun, bau parfumnya masih tercium oleh penduduk kampung. MashaAllah. Bisa dibayangin gak gimana fashionable-nya Ustman? 
 
Ketika ditanya, wahai Ustman, kenapa kamu selalu menampakkan kemewahanmu? Alangkah baiknya jika kamu hidup sederhana seperti sahabat sahabat yang lain. Ustman menjawab "Kemewahan yang saya pakai ini adalah bentuk perwujudan rasa SYUKUR saya kepada Allah karena saya diberi nikmat rezeky yang berlimpah."
 
Ketika jawaban itu sampai kepada Rosul SAW, apakah Rasul SAW menghardik dan mencela Ustman karena tidak hidup sederhana? Tidak!
Rasul SAW membiarkan dan mendiamkan apa yang menjadi pilihan hidup Ustman. Selama apa yang beliau pakai dan miliki memang didapat dari jalan yang dihalalkan, kenapa tidak?
 
SeeRasul saja membiarkan. Lalu kenapa kita reseh dan nyinyir ketika melihat ada ustadz punya Rubicon, Harley, tinggal di cluster mewah, dan naik privat jet. Selama apa yang mereka pakai dan mereka miliki diperoleh dari jalan yang dihalalkan, kenapa kok kita jadi nyinyir?
 
Dalam Islam, tidak ada pembatasan harta kepemilikan. Seseorang bisa dan dibolehkan memiliki harta kekayaan tanpa batasan selama cara dia mendapatkan harta tersebut tidak melanggar hukum syara'. Tidak menguasai harta kepemilikan umum, tidak menipu, dan tidak merampas hak orang lain.
 
Perlu diingat pula bahwa memiliki kekayaan berlimpah itu, bukan berarti orang tersebut terjangkit wahn dan tidak zuhud. Dudukkan kembali makna wahn dan zuhud pada porsinya. Apa sih wahn itu? Seseorang bisa disebut terjangkit wahn jika dia sudah menjadi budak dunia. Mengejar dunia seolah hidup di dunia selamanya. Hidupnya dihabiskan untuk mengejar dunia.
 
Coba lihat ustad-ustad yang kendaraannya dinyinyiri netizen itu. Apakah mereka adalah bagian dari orang orang yang hidupnya habis untuk mengejar dunia?
 
Saya yakin kita semua sepakat bahwa para ustad ini adalah hamba Allah yang hidupnya didedikasikan untuk dakwah dan memberi pelita kepada ummat di saat umat Islam hidup dalam kubangan kegelapan. Mereka adalah sang pencerah.
 
Lalu coba kita lihat lagi konsep zuhud. Apakah zuhud itu harus ditunjukkan dengan berpakaian compang camping, makan nasi aking, hidup di rumah reot?
 
Tidak, teman! Zuhud itu tidak menjadikan dunia ada dalam pikirannya. Dia hanya menganggap dunia ini tempat persinggahan sementara. Jadi, dia tawadu' ketika memandang dunia dan mensyukuri apa yang direzekykan Allah kepadanya. Ora kemrungsung, kalau orang Jawa bilang.
 
Jadi, stop nyinyir ya teman!
 
Jangan biarkan hati kita digerogoti sifat hasad pada keberhasilan orang lain. Jauhi deh rasa "senang kalau lihat orang lain susah. Susah kalau lihat orang lain senang". Hal itu tidak baik untuk kesehatan pikiran dan hati kita. Jangan iri sama keberhasilan orang lain. Harusnya, keberhasilan orang lain itu jadi motivasi buat kita. Kalau mereka bisa, kita pasti bisa.
 
Kalaupun kita tidak bisa menyamai mereka dalam urusan dunia, gak masalah. Kalahkan mereka dalam urusan akhirat. Bukankah dunia ini hanya sekejab mata? Yuk sama sama berbenah. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
 
Ilustrasi: adeufi.com

latestnews

View Full Version