View Full Version
Ahad, 28 Jun 2020

Mahasiswa Terhimpit Uang Kuliah, Mengadu pada Siapa?

 

Oleh: Tari Ummu Hamzah 

Tarik ulur soal kebijakan UKT (Uang Kuliah Tunggal) masih menuai polemik. Padahal jeritan mahasiswa akan biaya UKT yang tak kunjung diturunkan semakin nyaring. Jeritan mereka ini diramaikan dengan tagar #NadiemManaMahasiwaMerana. Topik ini berhasil menduduki trending di jagad maya. Tapi saat suara mahasiswa berhasil menjadi topik utama di dunia maya, tak membuat pemerintah, khususnya Kemendikbud, membebaskan biaya UKT.

Mahasiswa berharap jeritan mereka di dunia maya akan memberikan perubahan kebijakan pemerintah. Realisasinya tidak demikian. Meskipun dunia maya menjadi andalan masyarakat sebagai corong opini dan aspirasi saat pandemi, tetap tak mampu mengubah kebijakan pemerintah. UKT tetap harus dibayarkan meskipun dengan keringanan.

Geram dengan kebijakan dari sang 'aktor' utama di Kemendikbud, mahasiswa pun melakukan aksi bakar ban sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Kemendikbud. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu melakukan aksi unjuk rasa di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Senin, 22/6/2020. Detik.com). Mereka menuntut audiensi dengan Nadim Makarim soal pembebasan biaya UKT selama pandemi. Aksi ini merupakan puncak kekesalan mahasiswa, sebab celotehan mereka di dunia maya tak digubris.

Pada akhirnya pandemi ini membuat mahasiswa tidak melulu mengurusi urusan perkuliahan yang abnormal dan dirasa tidak efektif. Tapi mereka juga dituntut untuk memikirkan kelangsungan "eksistensi" mereka di kampus. Dalam hal ini maksudnya keberlangsungan mereka untuk tetap membayar UKT. Jika tidak dibayarkan D.O lah opsi paling pahit.

Bagaimana mungkin pembayaran UKT tetap berlangsung sementara pandemi telah menghantam perekonomian dunia? Kita tahu sendiri hal ini berpengaruh bagi perekonomian keluarga. Meskipun Plt. Direkrur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Prof. Ir. Nizam, dalam unggahan IGTV akun Instagram Kemdikbud, (Kamis 4/6/2020/kompas.com) mengatakan jika UKT tidak akan naik, dan orang tua bisa membayarkan UKT dengan semampu mereka. Tapi, mana realisasinya?

Kondisi ini menuai persoalan. Sebab banyak orang tua mahasiswa yang usahanya bangkrut dan menjadi korban PHK masal. Lalu bagaimana orang tua akan membayar UKT jika sehari-hari saja mereka hidup susah? Mempertahankan dapur di rumah tetap mengebul saja sudah sulit, apalagi harus tetap membayarkan UKT yang besarannya hingga jutaan. Sungguh kebijakan pemerintah soal UKT ini telah menghimpit mahasiswa. Mengapa pemerintah enggan mempermudah nasib mahasiswa di kala krisis?

Sejak Badan Hukum Pendidikan (BHP) didirikan, maka sejak itu pula perguruan tinggi resmi dikomersilkan, bak barang komoditi. Jadi biaya pendidikan pun semakin sulit dijangkau masyarakat miskin. Kebijakan inilah yang membuat instansi perguruan tinggi seakan keberatan dalam membebaskan UKT di masa pandemi. Karena jelas pihak perguruan tinggi tidak mau merugi dan menanggung semua beban mahasiswa.

Ditambah lagi sikap pemerintah yang mengedepankan ekonomi ketimbang rakyat, akan berimbas juga pada kebijakan perguruan tinggi. Sekalipun ada skenario pembayaran UKT terlihat bahwa kebijakan itu hanya setengah hati. Nampak bahwa pihak kampus dan pemerintah tidak berpihak kepada mahasiswa. Yang ada malah mengedepankan perputaran ekonomi kapitalis. Sistem ini memang dirancang untuk mengedepankan logika kapitalis daripada kemanusiaan.

Berbeda dengan sistem Islam. Sistem ini hadir untuk menyelesaikan persoalan kehidupan secara total. Islam hadir untuk menyelamatkan manusia dari berbagai persoalan hidup. Selain itu Islam sangat mengedepankan kebutuhan mendasar bagi setiap ummat manusia. Ada aturan dalam Islam untuk mengelola pendidikan secara adil dan gratis. Masyarakat tidak harus memikirkan soal biaya. Jelas ini tidak akan membuat  masyarakat terhimpit soal biaya pendidikan. Sehingga pendidikan bisa dirasakan oleh semua kalangan. Sebab memang menjadi kebutuhan dan hak setiap ummat manusia. Karena pendidikan akan menentukan kondisi masyarakat.

Pandemi ini telah membuka tabir keburukan sistem kapitalis. Kondisi ini juga membuat ummat untuk lebih memahami tentang syariat Islam dan penerapannya. Perlahan membuka mata setiap orang bahwa, ummat manusia sudah tidak memiliki pilihan lain untuk memilih aturan lain selain aturan Islam. Perlahan pula ummat tidak akan menjadikan syariat Islam sebagai pilihan tetapi kewajiban. Maka dari itu sudah saatnya kaum muslimin kembali kepada Islam. Pertanyaannya, maukah kita? Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version